Kiai Ali Mustafa Yaqub atau yang sering dikenal dengan panggilan Kiai Ali, selain merupakan salah seorang kiai yang humoris dalam berdakwah, beliau juga dikenal sebagai salah seorang yang pakar dalam kajian Hadis di Indonesia saat ini. Hampir setiap permasalahan umat, beliau tanggapi dengan menggunakan Hadis-Hadis Rasulullah Saw. Bahkan, beliau banyak mengkritik Hadis-Hadis bermasalah yang sering disampaikan oleh para da’i.
Kiai Ali adalah ulama asal Batang, Jawa Tengah. Lahir dari sebuah keluarga yang taat beragama pada tanggal 2 Maret 1952 M di Kemiri, Batang, Jawa Tengah. Semasa kecilnya, Kiai Ali menempuh dunia pendidikan SD dan SMP di kota kelahirannya, Batang. Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat SMP, keinginan Kiai Ali untuk melanjuti pelajaran umum secara fokus harus berhenti sejenak. Keinginan mempelajari ilmu-ilmu agama lebih beliau dahulukan dari pada yang lain. Oleh karna itu, Kiai Ali melanjutkan pendidikannya di sebuah pesantren yang terletak di daerah Seblak, Jombang hingga tahun 1969. Setelah tiga tahun menempuh pendidikan di pondok Seblak, Kiai Ali masih belum merasa puas dengan keilmuannya. Beliau melanjutkan masa nyantrinya ke pesantren Tebuireng, Jombang, pesantren yang didirikan oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari hingga tahun 1971. Pada tahun 1972, Kiai Ali masih melanjutkan pendidikannya di kota yang sama, Jombang. tepatnya di Universitas Hasyim Asy’ari fakultas Syariah hingga tahun 1975.
Perjalan Kiai Ali dalam menuntut ilmu tidak selasai di situ saja. Dengan kegigihannya, pada tahun 1976 beliau mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya tingkat S1 di Fakultas Syariah Universitas Islam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia hingga tahun 1980. Setelah mendapatkan gelar Licence, Kiai Ali melanjutkan pendidikan jenjang Majister dengan mengambil bidang Hadis di Universitas yang sama hingga selesai pada tahun 1985. Sedangkan gelar doktor, beliau peroleh dari Universitas Nizamia, Hyderabad, India pada tahun 2008 dengan judul risalah “Kriteria Halal dan Haram untuk Pangan, Obat dan Kosmetika menurut al-Quran dan Hadis”.
Dalam kehidupan sehari-hari, Kiai Ali sangat dekat dengan Hadis-Hadis Rasulullah. Banyak alasan kenapa beliau lebih memilih gaya hidup yang seperti ini. Setidaknya ada dua alasan utama yang memotifasi Kiai Ali untuk senantiasa belajar dan bergelut dengan Hadis. Pertama bisa mempelajari kehidupan Rasulullah Saw, seolah-olah melihat Nabi Saw. dan kedua ialah bisa banyak berselawat kepada Rasulullah Saw.
Kecintaan Kiai Ali dalam menggeluti Hadis-Hadis Rasululllah tidak selesai di masa perkuliahan saja. Dengan berbagai cara, seperti menulis, mengajar dan mendakwahkan Hadis-Hadis Rasulullah pun beliau lakukan. Bahkan dalam beberapa permasalahan, beliau banyak mendapatkan kritikan lantaran kegigihan beliau untuk mempertahankan Hadis-Hadis Rasulullah Saw dari pemahaman yang tidak benar menurut beliau. Oleh karnanya, sekitar tahun 2014 Kiai Ali menulis sebuah kitab yang khusus membahas cara memahami Hadis dengan benar. Awalnya, karya beliau ini ditulis dengan menggunakan bahasa Arab yang berjudul Al- Thuruq al-Shahihah fi fahmi as-Sunnah an-Nabawiyah, setelah itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “ Cara-cara benar dalam memahami Sunnah Nabi”.
Dalam buku ini, Kiai Ali berusaha menjelaskan bagaimana memahami Hadis Rasulullah dengan cara yang benar. Pasti, karya ini sangat membantu dalam mempertahankan Hadis-Hadis Rasulullah dari pemahaman- pemahaman yang keliru.
Singkatnya, Kiai Ali menegaskan bahwa dalam memahami Hadis Rasulullah tidak cukup dengan modal kemampauan ilmu tata bahasa Arab saja, seperti ilmu Nahu, dan Sharaf. Setidaknya, ada 7 permasalahan yang mesti dipahami dalam mengkaji Hadis, sehingga tidak keliru dalam memahami Hadis tersebut. Pertama adalah Majaz yang terdapat dalam Hadis. Kedua, Takwil dalam Hadis. Ketiga, Ilat yang terdapat dalam Hadis. Keempat, Geografi dalam Hadis. Kelima, Tradis Arab yang terdapat dalam Hadis. Keenam, kondisi sosial. Ketujuh, sebab datangnya Hadis. Nah, dengan modal tujuh pengetahuan yang tertera tersebut, maka diharapkan pemahaman yang benar dalam memahami Hadis akan didapatkan.
Menurut Kiai Ali, salah satu pemahaman yang keliru dalam memahami Hadis adalah pemahaman yang mengatakan bahwa ‘Imamah (penutup kepala) adalah bagian dari agama, dan barang siapa yang tidak memakainya berarti tidak termasuk umat Nabi Muhammad Saw. Pendapat seperti ini menurut Kiai Ali adalah pendapat yang salah. Dalam pandangan beliau, Imamah bukanlah bagian dari agama, tapi bagian dari tradisi Arab. Pada zaman Rasul, Imamah digunakan oleh kaum Muslim untuk membedakan antara kaum Muslim dan kaum non Muslim. Tapi, untuk zaman sekarang kondisi sosial sudah berbeda. Banyak kaum non Muslim yang juga menggunakan Imamah. Oleh karna itu, bagi Kiai Ali, Imamah pada saat sekarang ini tidak perlu lagi digunakan dengan tujuan sebagai pembeda antara Muslim dan non Muslim.
Selain buku “cara-cara benar dalam memahami Hadis Nabi” masih banyak lagi karya Kiai Ali yang berhubungan dengan kajian seputar Hadis. Diantaranya adalah Nasihat Nabi kepada Para Pmebaca dan Penghafal al-Quran (1990), Imam al-Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadis (1991), Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (1997) kerukunan Umat dalam Perspektif al-Quran dan Hadis (2000), Hadis-Hadis Bermasalah (2003), Nikah beda agama dalam Perspektif al-Quran dan Hadis(2005), Imam perempuan(2006), Toleransi Antar Umat Beragama (bahasa Arab-Indonesia 2008) Islam Between War and Peae (Pustaka Darus-Sunnah 2009) Ijtihad, Terorisme, dan Lieralisme (Bahasa ARAB-Indonesia 2-12), dan masih banyak hal lain-lain.
Pengabdian Kiai Ali dalam mengembangkan Hadis Rasulullah tidak cukup dalam bidang tulis menulis saja. pada tahun 1997, Kiai Ali mendirikan sebuah Ma’had yang khusus mengkaji ilmu Hadis dan Hadis-Hadis Rasulullah SAW yang bertempat di Jl. SD. Inpres No. 11 RT.002 RW.09 Pisangan-Barat, Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten. Sekarang, Ma’had tersebut dikenal dengan nama “Darus-Sunnah Internasional Institute for Hadis Siences”.
Di Ma’had yang hampir berumur 20 tahun ini, Kiai Ali mengembangkan kajian Hadis kepada para santri dan Maha santrinya. Hampir setiap hari, disela-sela kegiantannya yang padat, beliau meluangkan waktu untuk mengajar Hadis, khususnya kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Pagi tadi beliau berpulang, tentu saja kami bersedih. Warisan beliau begitu banyak, bagi ilmu pengetahuan dan tentu saja meninggalkan kesan yang begitu mendalam kepada kami, para santri Darussunnah. Tapi semangatnya dalam mengabdi kepada agama, keikhlasannya dalam mengajar kepada santri dan kecintaannya kepada ilmu akan senantiasa hidup.
Selamat jalan, Kiai.
Ahmad Rifki adalah Mahasantri Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat