Pemerintah pusat menggulirkan wacana untuk memulai kembali kenormalan baru (new normal) setelah masa darurat pandemi Covid-19. Wacana tersebut terus bergulir setelah Presiden Joko Widodo memberikan statemen bahwa masyarakat Indonesia harus ‘berdamai’ dengan Covid-19 pada tanggal 7 Mei 2020 lalu.
Wacana new normal ini ditargetkan untuk memulihkan ekonomi yang lesu selama pandemi Covid-19 dengan memulai kembali kegiatan sektor industri dan bisnis. Ada 64 mal di Jakarta yang direncanakan buka lagi pada 5 Juni dan 8 Juni, bertepatan habisnya masa PSBB DKI Jakarta pada 4 Mei. Meski Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membantah akan membuka mall dan pusat perbelanjaan dalam waktu dekat.
Tak ayal wacana kenormalan baru ini menuai respon dari berbagai pihak. Termasuk dari kalangan ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Dari kalangan Nahdlatul Ulama, keberatan disampaikan oleh Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas. Sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama, GP Ansor meminta pemerintah tidak hanya menekankan satu sektor saja seperti upaya ketahanan ekonomi, tetapi juga memikirkan dampaknya di bidang pendidikan, khususnya pada pondok pesantren.
Dengan new normal yang akan mulai pada tanggal 1 Juni, berarti akan membuat pondok pesantren kembali aktif. Sementara, penerapan protocol covid-19 di pesantren akan sangat sulit mengingat pesantren memiliki keterbatasan infrastruktur dan kamar pesantren yang umumnya dihuni oleh santri dengan jumlah yang besar. Situasi ini menyulitkan pesantren untuk menerapkan protokol physical distancing.
“Untuk itu, saya ajak seluruh kader Ansor dan kader NU untuk mendesak pemerintah agar bukan hanya pengusaha yang diperhatikan, tetapi juga pesantren,” ujar Gus Yaqut, kepada kader Ansor sedunia dalam Halalbihalal virtual Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Senin (25/5) malam.
Adapun Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga merespon wacana kebijakan new normal melalui pernyataan pers yang dirilis Kamis (28/5) kemarin. Pernyataan pers tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretars Muhammadiyah, Abdul Mu’thi.
Dalam pernyataan pers tersebut disebutkan, pemerintah harus memberi penjelasan kepada masyarakat tentang kebijakan new normal. Jangan sampai masyarakat membuat tafsirannya sendiri-sendiri sampai menimbulkan ketegangan di masyarakat.
Terlebih lagi, muncul persepsi publik yang menilai kehidupan masyarakat dikalahkan demi kepentingan ekonomi. Mall dan pusat perbelanjaan mulai dibuka, sementara masjid dan tempat ibadah masih ditutup. Hal ini berpotensi menimbulkan ketegangan antara pemerintah dengan umat dan jamaah.
Sekretaris Muhammadiyah Abdul Mu’thi menekankan bahwa selama ini ormas keagamaan telah berkomitmen untuk melaksanakan ibadah di rumah selama masa pandemi Covid-19. Laporan dari BNPB menyebutkan bahwa kurva pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda melandai. Namun, Abdul mengatakan, pemerintah justru melonggarkan aturan dan mulai mewacanakan new normal. Hal ini akan menyulitkan pelaksanaan di tengah masyarakat.
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang dilansir pada Kamis, 28 Mei 2020 menunjukkan total jumlah kasus positif corona di Indonesia mencapai 24.538 pasien, dengan kasus baru mencapai 687 pasien. Meski ada penurunan jumlah kasus baru, namun kurva pasien Covid-19 belum bisa dibilang melandai. Dengan segala sumber daya dan kewenangan yang dimiliki pemerintah, diharapkan kebijakan new normal ini betul-betul dikaji dengan seksama sehingga tidak menimbulkan masalah lanjutan di kemudian hari.