Napak Tilas Keislaman di Klub Newcastle United

Napak Tilas Keislaman di Klub Newcastle United

Selain performanya musim ini di Liga Inggris, yang menarik dari Newcastle United adalah soal identitasnya sebagai klub yang ramah pemain Muslim.

Napak Tilas Keislaman di Klub Newcastle United
Demba Ba dan Papiss Cissé

Jika ada satu klub Liga Premier Inggris yang mencuri perhatian musim ini, maka itu adalah Newcastle United. Hingga pekan ke-30, Newcastle berhasil merangsek naik ke posisi ke-3 klasemen di bawah Arsenal dan Manchester City. Newcastle mengangkangi tim-tim sekelas Chelsea dan Liverpool. Bahkan akhir pekan lalu, Newcastle berhasil mempermalukan Manchester United di kandangnya, St. James Park, dengan skor 2-0.

Selain performanya musim ini, yang menarik dari Newcastle United adalah soal identitasnya sebagai klub yang ramah pemain Muslim. Setidaknya dalam satu dekade terakhir. Puncaknya, pada 2021 lalu Newcastle United diakuisisi oleh negara Islam kuat, Arab Saudi. Namun, sebelum diakuisisi, Newcastle United sudah sejak lama identik dengan nuansa Islam. Tak heran, beberapa pemain, kebijakan klub, dan aksi yang berkaitan dengan Islam banyak bermunculan dalam perjalanan klub asal kota Newcastle upon Tyne itu.

Kota yang terletak di sebelah utara Inggris ini adalah kota yang dulunya bekas galangan kapal terbesar di Inggris. Sebagai sebuah pusat perdagangan, upon Tyne banyak dihuni oleh beberapa imigran termasuk yang beragama Islam dari beberapa negara, seperti Bangladesh, India, dan Pakistan. Tak heran jika populasi Muslim di kota ini termasuk salah satu yang terbanyak di Inggris selain London dan Birmingham.

Populasi di Newcastle mencapai 9% dari total 298.264 jiwa per tahun 2022. Belasan masjid dan toko yang berlabel halal banyak tersebar di penjuru kota. Beberapa pelajar Muslim dari seluruh penjuru dunia banyak memilih Newcastle karena selain kuat nuansa Islamnya, juga karena banyak universitas yang berkelas di sana. Imigran Muslim juga dimanjakan dengan keramahan dan toleransi yang ditampilkan kaum geordie, julukan masyarakat asli Newcastle, yang sudah mengakar sejak nenek moyang mereka.

Walikota Newcastle juga sempat dijabat oleh seorang Muslim Bernama Habib Rahman. Ia terpilih menjadi walikota pada 2021. Habib Rahman tercatat sebagai walikota Muslim dan kulit hitam pertama dalam sejarah kota Newcastle. Sang Walikota sempat mencuri perhatian melalui gaya hidupnya yang sederhana. Ia bahkan pernah kedapatan memakai sarung saat hendak pergi ke kantor dan hendak memimpin rapat.

Sayang, masa jabatan Habib telah berakhir pada 2022 lalu dan digantikan oleh Karen Robinson. Namun jejak pencapaian Habib bisa menjadi inspirasi besar bagi lebih banyak lagi kaum minoritas untuk berani menunjukkan kualitasnya di Inggris. Hal ini sekaligus menegaskan mindset progresif warga Newcastle bahwa kelayakan menjadi pemimpin tidak terletak pada ras dan agamanya melainkan pada kompetensi dan jiwa leadership-nya.

Kembali ke bahasan tulisan, klub kebanggaan kota, Newcastle United sempat dihuni oleh banyak pemain Muslim pada periode 2010-2019. Saking banyaknya, Newcastle tercatat sebagai tim yang paling banyak dihuni pemain Muslim di Liga Inggris. Kehadiran para pemain Muslim di Newcastle United selain tentu karena kualitasnya juga karena kuatnya nuansa Islam di Kota ini. Maka tak heran pemain Muslim akan mempertimbangkan tawaran yang diajukan oleh Newcastle United daripada klub Liga Premier lainnya.

Para pemain Muslim dalam satu dekade ke belakang adalah Hatem Ben Arfa, Mehdi Abeid, Cheick Tiote, Papiss Cissé, Demba Ba, Massadio Haidara, Mapou Yanga Mbiwa, Moussa Sissoko, Islam Slimani, dan Nabil Bentaleb. Oleh karena hadirnya para pemain Muslim itu, ide membuat mushola di stadion St. James Park pun tercetus. Ide itu muncul dari mantan pelatih Newcastle, Alan Pardew dengan sekretaris klub, Lee Charnley.

Pada 2013, rumah ibadah Muslim berhasil terbangun. Bagi Pardew, para pemain pentingnya saat itu macam Demba Ba dan Papis Cisse adalah seorang Muslim yang taat. Menurutnya, mereka perlu diakomodir agar tak kesulitan menghadap Tuhannya. Tentu saja tidak hanya mushola yang dibangun di St. James Park, ada juga rumah ibadah bagi pemeluk agama lain.

Tak hanya membangun tempat ibadah, ketaatan pemain Newcastle terhadap Islam juga mengundang perhatian. Pada 2013, Newcastle dikontrak sponsor Wonga.com, sebuah perusahaan perbankan kredit. Namun masuknya sponsor baru tersebut sempat mendapat pertentangan keras dari para pemain Muslimnya, khususnya Papiss Cissé.

Penolakan Cissé disinyalir karena perusahaan tersebut lebih mirip rentenir yang memberikan bunga. Dalam Islam, memberikan bunga dalam pinjaman masuk dalam kategori riba yang diharamkan. Meskipun memang hal itu masih menjadi perdebatan hangat di kalangan ahli fikih. Namun akhirnya sponsor itu tetap terpampang di jersey Newcastle. Menurut Mike Ashley, pemiliki klub saat itu, semua pemain sudah dikondisikan terkait penerimaan sponsor tersebut, termasuk Cissé.

Kasus lain yang menghebohkan juga terjadi pada 2015. Ketika itu, ada kelompok anti-Islam Jerman bernama PEGIDA (Patriotische Europäer gegen die Islamisierung des Abendlandes) menyelinap di kota Newcastle. PEGIDA adalah kaum patriotik Eropa yang melawan islamisasi Barat. Mereka kerap menggelar aksi-aksi unjuk rasa di jalanan melawan apa yang mereka anggap dapat memicu bangkitnya pengaruh Islam di seantero Eropa. Salah satu sasaran dari kelompok ini adalah kaum imigran Muslim di kota-kota Inggris termasuk Newcasle.

Aksi PEGIDA sempat terendus akan dilakukan ketika laga Newcastle melawan Aston Villa pada 28 Februari 2015. Sissoko lantang dan berani menentang aksi tersebut dengan mengajak seluruh masyarakat geordie dan toon army, julukan fans Newcastle, agar bersatu menjaga stadion dari aksi para penyelinap tersebut. Berkat koordinasi itu, aksi PEGIDA berhasil digagalkan. Malah Sissoko berhasil menjadi aktor kemenangan Newcastle atas Aston Villa di laga yang berakhir 1-0 itu.

Dari mulai latar belakang populasi Muslim di Newcastle, kedatangan pemain Muslim, serta penghargaan yang tinggi bagi umat Muslim di sana, sampailah pada Newcastle yang diakuisisi oleh negara Islam, Arab Saudi lewat perusahaan Public Investment Fund pada 2021. Simbol kepemilikan Arab Saudi sebagai negara Islam semakin memperkuat nuansa Islami di Newcastle.

Identitas-identitas Arab mulai dipakai. Seperti misalnya para toon army yang menggunakan surban dan gamis ala Timur Tengah ketika menonton laga Newcastle ke stadion. Namun di sisi lain, ada pertanyaan besar soal berkurangnya pemain Muslim itu sendiri di era kepemilikan Saudi ini. Praktis kini, tidak ada lagi pemain Muslim di skuad Newcastle sejak yang terakhir kali yakni Nabil Bentaleb pada 2019.

Ada desas desus juga yang mempertanyakan mengapa di era kepemilikan Arab Saudi masih menggunakan sponsor judi. Faktanya, Newcastle memang masih terikat kontrak dengan perusahaan judi tersebut hingga akhir musim 2022/2023 mendatang. Sang pemilik baru kemudian dengan tegas menyatakan bahwa Newcastle selanjutnya tidak akan menggunakan sponsor judi tersebut.

Yang pasti, Newcastle sebagai klub sepak bola maupun kota telah menjadi rumah yang nyaman bagi para pemeluk Muslim. Di bawah kepemilikan Saudi, Newcastle diharapkan tetap konsisten menjadi kota dan klub yang ramah bagi Islam hingga waktu yang akan datang dan menjadi vaksin bagi virus islamofobia yang masih menjangkiti sebagian masyarakat di Eropa.