Sahabatmu, Abdussyams, menjadi salah seorang murid di madrasah ruhanimu. Dia mengikutimu, merekam segala perkataan, perbuatan dan ketetapanmu dengan daya ingatnya yang bertambah kuat setelah engkau doakan. Engkau juga yang mengubah nama Abdussyams, hamba matahari; menjadi Abdurrahman, hamba dzat yang maha pengasih. Sebagian besar orang-orang masih memanggilnya Abu Hirr atau Abu Hurairah alias Bapak Kucing Kecil karena dia dulu punya kucing kecil yang dia sayangi. 5437 hadis diriwayatkan oleh sahabat kinasihmu yang sering menahan lapar ini.
Dalam sebuah perjalanan, engkau beristirahat, lalu Anas bin Malik, abdi ndalemmu, menuangkan air ke dalam bejana untuk wudlumu. Ketika engkau hendak bersuci, tiba-tiba ada kucing yang menjilati air dalam bejanamu. Engkau tersenyum memaklumi ulah hewan rumahan itu dan membiarkannya hingga dia tuntas minum, kemudian berwudlu dengan air tersebut.
Selain Bapak Kucing, engkau juga memiliki sahabat cilik bernama Abu Umair, putra Abu Thalhah dan Ummu Sulaim. Abu Umair hanyalah bocah yang menyukai burung pipit berwarna indah yang menemani hari-harinya. Tatkala burung kesayangannya mati, engkau bahkan mau menghibur adik kandung Anas bin Malik ini. Watak penyayangmu bukan hanya untuk manusia saja, melainkan kepada binatang pula. Di masa kecil, engkau juga sering menggembala kambing penduduk Makkah dengan upah tertentu. Tidak seorangpun Nabi diutus oleh Allah, kecuali dia menggembala kambing terlebih dulu, demikian sabdamu.
Engkau berkali-kali menekankan agar menyayangi binatang. Pernah, suatu ketika, engkau menceritakan kisah wanita yang masuk neraka gara-gara menahan seekor kucing, tidak memberinya makan, tidak melepasnya hingga akhirnya kucing tersebut mati terkapar.
Bahkan, engkau mengutamakan sebuah etika dalam memperlakukan hewan. Engkau melarang menjadikan hewan sebagai objek panahan, melarang menyiksa binatang yang berbahaya ketika dibunuh dan tidak menyakiti hewan ternak ketika disembelih. Allah mewajibkan berbuat baik kepada semua, demikian sabdamu. Jika membunuh, bunuhlah dengan baik. Jika menyembelih, sembelihlah dengan baik. Tajamkan mata pisau, lakukan dengan tangkas, demikian lanjutmu.
Pernah, suatu ketika, di hadapan para sahabat mulia yang mengerumunimu, engkau berkisah seorang laki-laki yang menemukan anjing yang terengah-engah kehausan menjilati tanah. Kemudian laki-laki itu turun ke perigi, menyauk air dengan sepatunya, membawanya naik dan memberikannya kepada anjing itu. Allah berterimakasih atas perbuatannya dan mengampuni dosanya. Di majelismu yang lain, engkau mengisahkan kisah klasik. Saat seorang pelacur Bani Israil diampuni oleh Allah karena perbuatan baiknya memberi minum anjing yang nyaris mati.
Engkaupun tersenyum dan mengiyakan sahabat yang bertanya, Wahai Utusan Allah, apakah kami bisa memperoleh pahala dari ternak-ternak kami?
Al-Qashwa’, unta istimewa milikmu yang engkau beli dari Abu Bakar, engkau sayangi dan engkau perlakukan dengan spesial. Saat memasuki kota Yatsrib, tatkala para sahabat Anshar memintamu untuk memilih satu di antara masing-masing rumahnya sebagai tempat singgah sementara, engkau mempersilahkan al-Qashwa’, unta yang telinganya terpotong itu, memilih tempat yang dia sukai. Alangkah bangga dan bahagianya saat Abu Ayyub al-Anshari melihat unta yang engkau tunggangi menderum di halaman rumahnya.
Engkau memperlakukan istimewa unta-unta perahanmu dengan memberi mereka nama. Al-‘Aris, al-Hinna’, al-Misra’, as-Sa’duyah, Muhrah, as-Syaqra’, Burdah, ar-Riya’, al-Baghum dan ad-Diba’. Secara istimewa pula engkau membagi masing-masing unta ini untuk istri-istrimu. Bahkan, dengan kasih sayangmu, engkau memiliki beberapa kambing betina; Ajwah, Suqya, Warasah, Zamzam, Ithraf, Ithlal, dan Barakah.
Bagaimana dengan kuda-kuda tungganganmu wahai utusan Allah? Demikian sayangnya dirimu kepada kuda-kudamu, para sahabat terheran melihat engkau mengusap wajah kuda dengan lengan bajumu. As-Sakb, kuda berwarna hitam kemerah-merahan dengan kakinya yang putih, telah menemanimu di medan Uhud. Juga Lizaz, Az-Zharib, Al-Ya’sub dan Al-Lahif yang telah menyertaimu dalam keseharian. Kuda itu jambulnya diikat dengan kebaikan hingga hari kiamat, sabdamu. Kelak, bahkan engkau menghadiahkan kudamu yang lain, al-Ward, kepada mertua sekaligus khalifahmu, Umar putra Khattab. Engkau juga menyukai Duldul, keledai abu-abu hadiah dari Maqauqis, raja Alexandria, yang setelah engkau hadiahkan kepada mertuamu, Abu Bakar, bahkan bisa berusia panjang hingga mati di masa kepemimpinan Muawiyah putra Abu Sufyan.
Duhai Allah, Muhammad-kan kami!
WAllahu a’lam bisshawab
*) Rijal Mumazziq