Hukum Makanan yang Dicicipi Tikus

Hukum Makanan yang Dicicipi Tikus

Makanan dicicipi tikus, bagaiamana hukum memakannya?

Hukum Makanan yang Dicicipi Tikus

Tikus besar menjadi wabah yang cukup meresahkan. Pasalnya ia sering membuang kotoran di tempat-tempat suci dan memakan makanan yang tergeletak di area pesantren.

Tikus yang berkunjung ke kediaman manusia, sering memakan makanan, baik itu sisa maupun yang masih utuh.  Ia sering mengacak-acak makanan, namun juga terkadang hanya mencicipi saja. Maka dari itu, penulis tertarik untuk membahas makanan yang telah dicicipi oleh tikus. Apakah masih boleh dimakan? 

Tikus dalam Hadis

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa tikus termasuk hewan yang dibolehkan untuk dibunuh, meskipun sedang dalam ihram. Hewan ini dikategorikan dalam istilah hewan-hewan yang fasik karena sifatnya yang merusak, sehingga keluar dari sisi kemulian hewan. (An-Nawawi, Shahīh Muslim bi Syarh an-Nawawi, (Kairo: Syirkah al-Qudsi, 2016), Juz 8, hlm. 94-97).

Dalam keseharian, tikus sering mondar-mandir masuk ke rumah. Hal ini mengingatkan adanya istilah untuk hewan yang berkeliling di sekitar rumah dalam Hadis, yakni ath-Thawwāfīn. Hewan yang dimaksud adalah kucing, sehingga tidak apa-apa memakan makanan yang dicicipi oleh kucing karena masih dianggap masih suci. Lantas apakah tikus termasuk hewan Thawwāfīn seperti kucing?

 

Hewan Thawwāfīn

Imam as-Syairazi, dalam kitabnya al-Muhadzdzab, menjelaskan tentang kucing yang menjilat di suatu wadah air yang sebelumnya terlihat memakan atau menjilat najis. Ada 3 pendapat terkait hal ini. Pertama, air itu najis karena kucing tersebut sudah jelas terlihat telah menjilat najis. Kedua, tidak najis jika kucing itu sempat pergi ke tempat lain di jeda antara menjilat najis dan menjilat air di wadah karena diduga telah tersucikan di lain tempat. Ketiga, tidak najis mutlak karena susah terhindar dari hal tersebut. (An-Nawawi, Al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab, (Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2011), Jilid II, hlm. 115.)[1] Nabi pernah bersabda, “Sesungguhya kucing adalah hewan Thawwāfīn (hewan yang berkeliling di sekitar rumah) bagimu.”

Imam Nawawi dalam kitab al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdab menjelaskan, hukum tersebut tidak mengakomodir jilatan kucing yang baru menjilat najis. Namun, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa di rumah nabi tidak ada air yang banyak untuk menyucikan mulut kucing, maka hadirnya hadis tersebut mengisyaratkan bahwa alasannya adalah susah terhindar.

 

Bagaimana dengan Tikus?

Ketika menyebut tikus merupakan Thawwāfīn karena seringnya mondar-mandir di sekeliling rumah, kita harus melihat juga bahwa dalam kasus kucing, dimungkinkan ia ke tempat air yang bisa menyucikan mulutnya. Sedangkan tikus, apalagi tikus got, habitat aslinya adalah tempat-tempat yang bersinggungan dengan najis. Meskipun salah satu dari pendapat di atas bahwa susah menghindari hal tersebut.

Dengan alasan susah terhindar, maka makanan yang dicicipi oleh tikus, sisanya masih dianggap suci. Namun, ada yang perlu diperhatikan sebagaimana penjelasan Kiai Hasyim Asy’ari dalam kitabnya, Adāb al-‘ālim wa al-Muta’allim. Beliau menjelaskan bahwa memakan sisa makanan yang habis dimakan oleh tikus termasuk kategori perilaku yang membuat mudah lupa. Beliau berkata: 

وينبغي أن يجتنب ما يورث النسيان بالخاصية كأكل أثر سور الفأر وقراءة ألواح القبور والدخول بين الجملين مقطورين وإلقاء القمل حيا.

Artinya: “Sebaiknya (bagi pelajar) menjauhi sesuatu yang memberi dampak lupa secara khusus, seperti memakan (makanan) bekas (gigitan) tikus, membaca batu nisan, masuk diantara unta yang bercucuran, dan menjatuhkan kutu dalam keadaan hidup.” (Hasyim Asy’ari, Adāb al-‘ālim wa al-Muta’allim,(Jombang: Turast al-Islami, tt ) hlm. 27-28.)

Himbauan untuk tidak memakan sisa cicipan tikus juga dapat dikuatkan dari sisi kesehatan. Dalam dunia medis, tikus termasuk pelaku penyebar zoonosis, yakni penyakit yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit-penyakit tersebut seperti Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS), leptospira, rickettsiosis, dan pes (plaque disease).  Penyebaran bisa secara langsung melalui luka gigitan, maupun secara tidak langsung melalui gigitan vektor ektoparasit (kutu, bakteri maupun virus yang ada pada tikus). (Shelly Kusumarini R dkk., “Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Bahaya Tikus Sebagai Agen Global Penular Penyakit Zoonosis”, Jurnal Inovasi Hasil Pengabdian Masyarakat, Vol. 5 No. 2 (April, 2022), hlm. 235-237.)

Dari penjelasan di atas, kita bisa tahu bahwa makanan yang sudah dicicipi tikus masih boleh dimakan. Namun, lebih dianjurkan untuk tidak dilakukan karena tikus bisa menyebarkan penyakit lewat makanan tersebut. (AN)