Nabi Ibrahim ditegur langsung oleh Allah karena menolak memberi makanan kepada seorang laki-laki hanya karena ia bukan seorang muslim.
Suatu ketika seorang laki-laki Majusi (penyembah api) datang bertamu kepada Nabi Ibrahim AS. Ia meminta jamuan sebagaimana seorang tamu pada umumnya. Karena ia adalah orang Majusi dan tidak berkenan masuk Islam, Nabi Ibrahim pun enggan memberikan jamuan makanan.
“Bagaimana bisa ia memberikan makanan kepada orang yang menyekutukan Allah?” Kalimat itu mungkin yang ada di benak Nabi Ibrahim kala itu.
Akhirnya sampai akhir bertamu, nabi Ibrahim tidak juga memberikan jamuan makanan. Sementara tamu Majusi juga kuat pendiriannya. Ia juga enggan untuk masuk Islam.
Alhasil, Ia meninggalkan Nabi Ibrahim dan berjalan menjauh dari rumah Nabi Ibrahim.
Setelah kepergian tamu Majusi tersebut, Allah memberikan wahyu kepada nabi Ibrahim. “Wahai Ibrahim, kenapa engkau ini tidak mau memberi makan hanya gara-gara ia tidak mau masuk Islam. Padahal saya telah memberinya makan selama kurang lebih 70 tahun. Sebaiknya berilah dia makan.”
Baca juga: Saat Orang Majusi Mimpi Bertemu dengan Nabi
Setelah mendapat wahyu, Nabi Ibrahim bergegas lari mengejar orang Majusi tersebut yang sudah meninggalkan rumahnya. Ia meminta orang majusi tersebut untuk kembali ke rumahnya.
Akhirnya ia menuruti ajakan nabi Ibrahim untuk kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, ia diberi jamuan makanan oleh Nabi Ibrahim.
Majusi tersebut kaget melihat perubahan sikap Nabi Ibrahim. “Kenapa Ibrahim yang tadi tidak memberikan makanan menjadi memberikan makanan,” tanyanya dalam hati.
Ia lalu mengungkapkan pertanyaan itu kepada Ibrahim. “Kenapa engkau menjadi berubah sikap?”
“Aku baru saja diberikan wahyu oleh Allah untuk memberikan makanan kepadamu,” jawab Nabi Ibrahim.
Atas kekagumannya kepada Ibrahim, Majusi tersebut berkenan masuk Islam.
Hal ini membuktikan bahwa Allah tidak pandang bulu dalam memberikan rizki. Allah juga menegur Ibrahim walaupun ia kekasih-Nya. Karena bagaimanapun juga ada tindakan Nabi Ibrahim yang harus diluruskan meskipun itu bukan dosa.
Pelajaran yang dapat diambil adalah bahwa dalam urusan sosial dan kemanusiaan sesama manusia, kita perlu bersikap adil. Kita tidak boleh tebang pilih berdasar agamanya maupun sukunya. Justru dengan sikap dan kebaikan itu, orang di luar Islam menjadi tertarik mengenal Islam dan menjadi perantara datangnya hidayah-Nya.
Hal kedua yang tak kalah penting adalah berani mengakui kesalahan diri sendiri walaupun itu memalukan. Tidak mudah mengakui kekurangan diri sendiri. Namun Nabi Ibrahim menanggalkan itu semua dan berkata sejujurnya. (AN)
Wallahu a’lam.