Rohingya memang mendapatkan perlakuan yang buruk dari otoritas militer Myanmar dan terpaksa membuat mereka mengungsi ke Bangladesh. Tercatat, ada 650.000 ribu jiwa terpaksa meninggalkan Rakhine, Myanmar, demi menyelamatkan diri mereka dari kejaran militer.
Persoalan yang menyita perhatian publik intertanional ini tampaknya akan sedikit mendapatkan angin segar terkait konflik yang sudah berlarut-larut tersebut. Baru-baru ini, otoritas kedua negara bertemu dan sepakat akan memulangkan para pengungsi Rohingya. Pemulangan itu akan dilakukan selama rentang dua tahun. Meskipun begitu, banyak pihak menyangsikan rencana tersebut.
Salah satu yang khawatir atas pemulangan ini adalah Sekretaris Jenderal PBB Antoni0 Guterres dan Badan Pengungsi PBB (UNHCR). Ia khawatir, pemulangan ini terjadi secara paksa, apalagi jumlahnya yang cukup besar.
“Akan sangat penting jika UNHCR dilibatkan secara penuh dalam operasi itu demi memastikan operasi tersebut mematuhi standard-standard internasional,” kata Guterres seperti dikutip dari Antara.
Kedua negara tersebut juga bersepakat untuk membangun kamp transit untuk pengungsian di Bangladesh. Rencananya, ada lima kamp transit yang akan digunakan untuk memulangkan pengungsi Rohingya ke Myanmar.