Negara Islam Indonesia (NII) atau disebut juga Darul Islam (DI) merupakan bibit berbagai kelompok teror di Indonesia. Selain melahirkan organisasi rahasia sekelas Jamaah Islamiyah (JI), yang memisahkan diri pada awal 90-an, NII juga melahirkan berbagai faksi lain yang mendukung aksi teror di Indonesia setelah reformasi. Di antara faksi NII yang terus bergerak hingga hari ini adalah faksi yang berada di kawasan Banten. Khususnya, Serang dan Pandeglang. Kelompok teroris yang berasal dari kawasan ini sering disebut dengan istilah Mujahidin Ring Banten.
Mungkin jika disebut Ring Banten, tidak banyak yang kenal. Tetapi berbeda jika disebut nama Imam Samudra, mungkin akan sedikit berbeda. Ya, Imam Samudra adalah gembong teroris yang pernah mengguncang Indonesia dengan sejumlah aksi terorisme yang dilakukannya. Yang paling besar adalah peristiwa Bom Bali I.
Imam Samudra alias Abdul Aziz adalah teroris yang berasal dari faksi Mujahidin Ring Banten. Imam Samudra lahir dan besar di Serang, Banten. Ketika SMA, dia mulai membaca majalah-majalah tentang dunia Islam yang sedang mengalami konflik. Ia merasakan bahwa umat Islam di seluruh belahan dunia dalam kondisi sangat teraniaya. Tumbuh semangat solidaritas keumatan dalam dirinya.
Dalam situasi semacam ini, ia bertemu dengan aktivis NII Ring Banten. Ia bergabung dengan kelompok Negara Islam Indonesia (NII). Berada di bawah barisan Ajengan Masduqi, ia berangkat ke Afghanistan, melalui Malaysia lalu Pakistan. Ia menjual emas milik ibunya sebagai modal keberangkatan ke Malaysia.
Ia berhasil sampai Pakistan dan mengikuti pelatihan militer. Sebelum perang usai, NII pecah kongsi. Antara para pendukung Ajengan Masduqi yang beraliran tradisionalis dan pendukung Abdullah Sungkar-Abu Bakar Baasyir yang beraliran Salafi-Ikhwanul Muslimin. Para pendukung Ajengan Masduqi harus pulang. Tetapi para pengikut Sungkar-Baasyir boleh tetap ikut latihan militer. Imam Samudra ikut gerbong Sungkar-Baasyir.
Setelah menyelesaikan pelatihan militer, Imam Samudra ke Malaysia. Bersama Sungkar-Baasyir, Imam Samudra membentuk organisasi rahasia bernama Jamaah Islamiyah (JI). Tahun 2000-an, Imam Samudra mengisiasi sejumlah pengeboman. Yang paling mematikan adalah Bom Bali I pada 12 Oktober 2002. Dua ratus orang tewas dalam serangan bom tersebut. Kebanyakan adalah para turis dari negara-negara Barat. Selain Imam Samudra, anggota Ring Banten yang terlibat dalam aksi ini meliputi Andi Hidayat, Abdurrauf dan Junaedi.
Anggota Mujahidin Ring Banten kembali melakukan serangan pada tahun 2005. Kali ini serangan bom ditujukan kepada Kedutaan Besar Australia. Serangan yang dilakukan pada 9 September 2005 itu, melibatkan Iwan Darmawan alias Rois alias Mohammad Rois, Agus Achmad, dan Syaiful Bahri alias Apuy.
Pada 2010, pelatihan militer di Aceh yang melibatkan sejumlah faksi jihadis Indonesia terbongkar. Di antara faksi yang mengirimkan kadernya adalah Mujahidin Ring Banten. Diketahui bahwa sebelum berangkat ke Aceh, kelompok Ring Banten telah sering mengadakan pelatihan ketangkasan militer di daerah Pandeglang, Banten. Kang Jaja, Ade Miroz alias Ade alias Adam, Rouf alias Kholik, Tongji alias Ustad Warsito alias Hasbi, Fauzi Syarif, dan Abu Abi alias Yusuf.
Pada 2014, para pendukung ISIS mengadakan kegiatan sumpah setia kepada pemimpin ISIS. Kegiatan ini selain didukung oleh Al-Muhajiroun, organisasi yang terhubung dengan Hizbut Tahrir Inggris sekaligus ISIS, juga didukung secara penuh oleh NII Ring Banten. Kebanyakan peserta berasal dari kawasan Serang dan Pandeglang. Kegiatan ini dimulai dari kunjungan para murid Aman Abdurrahman, seperti Bahrumsyah dari kelompok Ciputat. Di dalam Lapas mereka dekat dengan seorang komandan Ring Banten yang dipenjara karena kasus pelatihan militer Aceh. Komandan Ring Banten itulah yang menghubungkan pendukung ISIS asal Ciputat dengan para anggota Mujahidin Ring Banten di kawasan Serang dan Pandeglang. Lalu diadakanlah kegiatan sumpah setia tersebut di kawasan UIN Jakarta. Publik gempar.
Di sini, Mujahidin Ring Banten adalah salah satu faksi NII paling aktif bahkan hingga hari ini. Mereka memiliki kemampuan kamuflase dalam gerakannya. Mereka tak segan menyusup ke lembaga yang dimiliki Ormas Islam terkemuka, seperti NU dan Muhammadiyah. Mereka terhubung aktif dengan faksi-faksi jihadis di kawasan lain di Indonesia, seperti JAT dan MIT. Pemboman besar dan brutal di Indonesia agaknya tidak dapat dilepaskan dari peran jaringan NII Ring Banten.