3 Peran Perempuan ISIS dalam Serial Caliphate di Netflix

3 Peran Perempuan ISIS dalam Serial Caliphate di Netflix

3 Peran Perempuan ISIS dalam Serial Caliphate di Netflix

Awal tahun 2020, Netflix mengeluarkan film berjudul Caliphate, atau yang dalam bahasa Arab berarti Khilafah. Tayangan tipe episode berkala ini dirilis secara global pada 18 Maret 2020 dan telah diputar sebanyak delapan episode.

Film yang mengambil latar Suriah dan Swedia ini mencoba menunjukkan gambaran kehidupan kelompok Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).

Kisah bermula dari Pervin dan Husyam, pasangan muda asal Swedia yang memilih hijrah ke Raqqa, Suriah dan bergabung dengan kelompok ISIS.

Namun rupanya kehidupan di Raqqa tak seindah yang mereka bayangkan. Kelompok ISIS tak segan-segan melakukan tindakan kekerasan pada setiap orang yang dianggap membangkang dari kelompoknya. Para lelaki pun diwajibkan berjihad dengan senjata, melawan orang-orang yang mereka anggap kafir.

Melakukan aksi yang bertentangan dengan hati nurani membuat Husyam kerapkali dihantui mimpi buruk. Ia terbayang nasib anak-anak kecil yang mati karena ledakan bom.

Sebagaimana Husyam, Pervin pun amat tertekan dengan keadaan di sekitarnya. Sebab para perempuan sama sekali tidak merdeka atas diri mereka sendiri.

Ruang gerak kaum hawa amat dibatasi. Mereka bisa dinikahkan secara paksa, juga tidak diperkenankan bepergian tanpa mahram. Jika mereka pergi sendirian, maka polisi patroli tak segan-segan meringkusnya.

Ada beberapa peran perempuan ISIS yang ditampilkan dalam film Caliphate, di antaranya:

  • Menikah

Bagi ISIS, perempuan berjihad dengan cara menikah dan memiliki keturunan. Jika melahirkan seorang putra, maka akan dijadikan mujahid. Jika bayinya perempuan, sang putri akan dipersiapkan untuk melayani para pejuang kelak.

Bagi mereka, menjadi janda syuhada merupakan sebuah kehormatan dan kebanggaan. Jika suami wafat, istrinya akan dibawa paksa ke rumah janda untuk dinikahkan lagi dengan lelaki lainnya. Perempuan tak memiliki kemerdekaan atas dirinya sendiri, meskipun enggan menikah lagi, ia tak akan bisa menolak.

Kenyataan pahit ini sebagaimana dialami Tine, kawan baik Pervin yang akhirnya digiring polisi menuju rumah Janda setelah suaminya, Jamal wafat.

Hal yang perlu diperhatikan adalah, istri kelompok ISIS belum tentu terlibat dalam aksi kekerasan yang dilakukan kelompoknya. Ia bisa jadi tak mengerti apa-apa atau bahkan bisa dikategorikan sebagai korban.

Pervin menjadi gambaran perempuan pasif yang tak pernah menjadi pelaku kekerasan atau agen perekrut. Sebaliknya, Pervin malah menjadi korban di kelompoknya sendiri, dari mulai kekerasan dalam rumah tangga hingga korban perkosaan kelompoknya.

  • Perekrut

Peran lain yang dimainkan perempuan ISIS adalah merekrut anggota baru, seperti yang dilakukan oleh Ghaddah.

Dengan kemampuan persuasinya, Ghaddah mampu meyakinkan para perempuan Swedia untuk bergabung dalam kelompoknya. Ia menggambarkan Islam sejati yang bisa ditemukan dalam kelompok ISIS, juga menjanjikan pertemuan dengan Tuhan.

Tak hanya itu, Ghaddah mencoba menarik hati para anggota baru sebaik mungkin, dari mulai menuntun mereka untuk mengenakan jilbab hingga mengajarkan tata cara salat. Pergerakan kelompok mereka memang amat tertutup, namun sekilas tak terlihat mencurigakan.

  • Pelaku bom bunuh diri

Selain jihad dengan cara menikah, perempuan juga mulai diposisikan sebagai pelaku utama pengeboman.

Salah seorang anggota ISIS bernama Ibrahim Haddad atau Ibbe yang bertugas melakukan serangan di Swedia berhasil merekrut beberapa murid perempuan di sekolahnya, yakni Sulle, Kerima, dan Lisha, juga tiga orang lainnya, Jacob, Emil, dan Miryam.

Ibbe melatih Jacob, Emil dan Miryam untuk melakukan serangan di beberapa lokasi. Sedangkan Sulle, Kerima dan Lisha ia bujuk untuk pindah ke Raqqa, Suriah. Akan tetapi, keberangkatan Sulle dan Kerima menuju negara tetangga Turki itu berhasil dihalau polisi.

Kecewa karena keberangkatannya digagalkan, Kerima berupaya membunuh dirinya sendiri saat akan diinterogasi polisi. Namun aksinya kembali diketahui dan ia pun diselamatkan.

Tak berhenti di situ, Ibbe masih saja mendoktrin Kerima, ia kemudian memintanya untuk menjadi bomber di sebuah konser musik Swedia.

Sesaat sebelum bom meledak, Kerima baru menyadari bahwa aksi yang dilakukannya salah. Akhirnya ia pun memberitahu orang-orang untuk segera keluar dari lokasi dan mengevakuasi diri.

Demikian tiga peran perempuan ISIS yang ditampilkan dalam film Caliphate. Kini ISIS tak hanya menjadikan perempuan sebagai pendamping setia saja, melainkan lebih dari itu, sebagai pelaku kekerasan pengeboman. (AN)