Dunia pemikiran Islam tidak pernah kekurangan tokoh-tokoh besar yang memiliki gagasan-gagasan baru dalam memahami ajaran Islam. Islam sebagai agama yang shalih fi kulli zaman, telah melahirkan berbagai tokoh dan pemikir yang mempunyai ide dan gagasan yang bermacam-macam dalam memahami agama Islam. Salah satu tokoh yang muncul dari hal tersebut adalah Muhammed Arkoun.
Muhammed Arkoun adalah pemikir Islam kontemporer yang berasal dari Aljazair. Dia lahir di Tourirt-Maimoun, Wilayah Kabilia, suatu daerah pegunungan yang berpenduduk Berber dan tereletak di sebelah timur Aljir, Aljazair pada tanggal 28 Februari, 1928 M.
Dari tanah kelahirannya, Arkoun kecil hidup dalam situasi, kultur dan keragaman bahasa, yaitu bahasa Berber, Arab, dan Perancis. Bahasa berber merupakan bahasa yang ada di Afrika Utara sejak zaman pra Islam, adapun bahasa Arab merupakan bahasa yang dibawa oleh arus ekspansi Islam sejak abad pertama hijriyah, dan bahasa Perancis merupakan bahasa yang dibawa oleh Perancis ketika menjajah Aljazair 1830 sampai 1862M.
Perjalanan intelektual Arkoun dimulai saat ia menamatkan pendidikannya di sekolah dasar yang ada di Kabilia dan sekolah menengah di kota pelabuhan Oran. Setelah itu, dia menamatkan studinya di Universitas Aljir (1950 – 1954) dengan spesialisasi bahasa dan sastra Arab. Selesai dari Universitas Aljir, Arkoun melanjutkan pendidikan Magisternya di Paris, tepatnya di Universitas Sorbone, dengan jurusan yang sama yaitu bahasa dan sastra Arab dan lulus pada tahun 1956. Dua belas tahun kemudian, dia berhasil menyelesaikan program doktornya pada tahun 1969, dengan disertasi tentang humanisme dalam pemikiran etis Ibnu Miskawaih.
Pada tahun 1970–1972 Arkoun mengajar di Universitas Lyon, dan setelah itu dia kembali ke Paris sebagai guru besar sejarah pemikiran Islam di Universitas Sorbone. Selain itu, Arkoun juga sering diundang untuk memberi kuliah umum di institusi keilmuan yang ada Inggris, Amerika, Indonesia, Aljazair, Tunis, Lebanon, Maroko, dan sebagainya.
Arkoun adalah salah satu pemikir Islam kontemporer yang karya-karyanya banyak ditulis dalam bahasa Perancis, walaupun sebenarnya dia juga menguasai bahasa Arab. Kondisi sosial dan lingkungan dalam karir intelektual Arkoun mempengaruhi corak berfikir Arkoun, yaitu perpaduan antara Barat dan Islam. Selain dikenal sebagai seorang pemikir Islam kontemporer, Arkoun juga dikenal sebagai seorang filsuf modern.
Salah satu cara untuk mememahami pemikiran Arkoun adalah dengan membaca gagasan utamanya, yaitu kritik epistimologis yang kini jarang dilakukan oleh intelektual muslim pada umumnya.
Bergelut dengan hal tersebut memang bukanlah hal yang mudah, dia harus berhadapan dengan ulama-ulama yang masih kental dengan pemikiran era skolastik. Dari sinilah, Arkoun mulai menyuarakan nalar Islam dan nalar modern dalam pemikiran Islam. Arkoun mengkritik nalar pemikiran Islam, yang telah tertutup dengan fenomena sakralisasi pemikiran agama yang kebal dari kritik.
Pemahaman makna kritik epistimologis yang dibawa Arkoun adalah kritik terhadap bangunan pemikiran Islam klasik secara keseluruhan. Struktur dan bangunan yang ada dalam keilmuan agama Islam, dilihat sebagai produk sejarah pemikiran keagamaan biasa yang sebenarnya hanya berlaku pada penggal dan ruang waktu tertentu.
Walaupun secara ajaran, Islam berlaku untuk setiap waktu dan tempat, namun ketika ia menjadi pemikiran dan praktek keagamaan, maka ia menjadi profan untuk dikritik, diuji kesahihannya karena bagaimanapun juga mempuyai suatu nilai, ketika ia sudah masuk wilayah social, politik, dan ekonomi.
Arkoun menyetir apa yang dikemukakan Bacheclardian, bahwa pemikiran ilmiah tidak mungkin maju tanpa membongkar pengetahuan yang telah mapan. Arkoun dengan analisa ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan berusaha membongkar wacana Islam klasik yang menjelaskan warisan pemikiran Islam, baik dalam fase pembentukan maupun pemamapanannya, kemudian disikapi untuk melihat persoalan-persoalan yang telah terputus dan terlupakan.
Harapannya adalah mengulang lagi kritik masa kini atas persoalan tradisi-tradisi Islam. Dari kritik epistimologis itulah, Arkoun mempunyai berbagai pemikiran seperti dekonstruksi pemikiran Islam, gagasan tentang hermeneutika Al-Qur’an, kritik nalar Islam, dan masih banyak lagi gagasan-gagasan yang dibawa oleh Arkoun sebagai upaya pembaharuan pemikiran Islam.
Ketika berkunjung ke Indonesia, yaitu Jakarta dan Jogjakarta pada tahun 2000 M. Arkoun menyatakan harapannya terhadap Negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia, untuk bisa mengembangkan Islam yang bebas dari kungkungan egosentrisme politik, sebagaimana yang mendera negara-negara Arab dan Timur Tengah.
Gagasan-gagasan Arkoun muncul ketika dia berada di Perancis, sehingga dia begitu dikenal di Perancis dan banyak memberikan kuliah-kuliah umum di kampus-kampus yang ada di Perancis. Selain itu, Arkoun juga sering melontarkan gagasan-gagasan yang memicu perdebatan, seperti ungkapannya yang mengatakan bahwa Islam terperangkap dalam diskusi tentang isu-isu yang bukan pada zamannya, dan gagal menghadapi realitas. Dari gagasan-gagasannya yang kontroversial tersebut, Arkoun dianggap sesat oleh beberapa kelompok Islam.
Pemikir Islam kontemporer itu meninggal pada 14 september 2010 M, di usia 82 tahun, dengan meninggalkan warisan intelektual melalui karya-karyanya, di antaranya sebagai berikut: Rethinking Islam Today, The Untought in Contemporary Islamic Thought, al-Turats: Muhtawahu wa Huwiyyatuhu–sijjabiyatuhu wa salbiyatuhu, Min al-Ijtihad ilal al-Naqd al-‘Aql al-Islami, al-Fikr al-Ushuli wa Istihalat al-Ta’shil: Nahwa Tarikhin Akhbar li al-Fikr al-Islami, Aina huwa al-Fikr al-Islami al-Mu’ashir, al-Quran min al-Tafsir bil Mauruth, Lectures de Coran, The Concept of Authorithy in Islamic Thought, Religion and Society, contribution a l’etude de I’Humanisme arabe au IVe-Xe siècle dan lain sebagainya.
Wallahu A’lam.