Muhammadiyah, NU dan Nasib Dunia Islam

Muhammadiyah, NU dan Nasib Dunia Islam

Muhammadiyah, NU dan Nasib Dunia Islam

Pengungsi, orang yang meninggalkan kampung halamannya menuju negeri yang aman, jumlahnya, laporan CNN Indonesia, 59,5 juta jiwa. Mereka berasal dari negeri berpenduduk yang memeluk agama Islam, sebagian besar di Timur tengah, beberapa negeri masuk Afrika.

Kawasan Muslim yang aman hari ini relatif hanya di Asia Tenggara, dengan Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam sebagai negeri yang paling banyak Muslimnya. Namun demikian, bom mudah meledak di sana-sini karena terorisme.

Ke depan, para pemimpin dan penduduk kawasan ini tidak mungkin hanya berstatemen bahwa Asia Tenggara ini akan baik-baik saja atau bedoa semoga kita baik-baik saja, kecuali kita tidak peduli dengan masa depan dunia, ( tidak ada kalimat “utamanya dunia Muslim”). Harus ada langkah-langkah preventif yang akurat. Kita tahu, hari ini batas-batas antarnegeri hanya berupa bayang-bayang, lantaran teknologi informasi.

Dari kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki peran penting, wilayahnya besar, penduduknya banyak, ekonomi dan politik relatif stabil. Tapi kita punya problem akut yang susah dipecahkan: pemimpin dan segenap, birokrasi, serta aparatnya, korupsi, ketidakadilan, pendidikan, partai politik, sistem ekonomi, hingga malas dan miskinnya kepala kita dari kebudayaan dan visi ke depan.

Dalam benak saya, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah punya potensi besar untuk turut andil, berkontribusi agar Indonesia maju.

Nahdlatul Ulama punya pesantren, jaringan sosial, komunitarianisme yang masih dapat diandalkan. Muhammadiyah punya perguruan tinggi, kelas menengah yang relatif banyak, juga jaringan sosial.

Namun, kedua organisasi yang berdiri sebelum republik ini masih memiliki bolong-bolong di sana sini. Setidaknya, ada tiga lubang besar pada NU dan Muhammadiyah.

Pertama, pemimpin-pemimpin mereka sangat normatif, tidak banyak melakukan terobosoan.

Kedua, kedua organisasi tersebut tidak begitu perhatian sama anakmudanya. Organisasi-organisasi kepemudaan sibuk di dalam.

Ketiga, keduanya jarang bertemu, bersinergi, oleh karena itu secara otomatis jarang tukar humor.

Mohon maaf saya tidak bisa memberi contoh atau beberapa rincian dari ketiga poin di atas. Dan mohon tidak juga mencantumkan apresiasi-apresiasi pada agenda kedua organisasi yang keren-keren. Karena tulisan ini hanya perasaaan saja. Baper saja, alias bawa perasaan, kata anak sekarang.

Saya merasa dua organisasi ini lambat sekali bila dibandingkan perubahan dunia yang begitu cepat, baik perubahan ilmu pengetahuan yang sangat kita butuhkan ataupun perubahan dunia yang menistakan rasa kemanusiaan bersama. []

Hamzah Sahal, sedang menggarap film dokumenter ‘Jalan Dakwah Pesantren’. Aktif di NUTIZEN.