Muhammad Ali dan Islam di Amerika

Muhammad Ali dan Islam di Amerika

Muhammad Ali dan Islam di Amerika

Anggapan atau tuduhan sejumlah kelompok “Islam ekstrim” di Indonesia bahwa Amerika adalah “negeri kafir” Kristen-Yahudi adalah tidak tepat. Menuduh “kafir” saja keliru karena mereka jelas bukan kafir tapi umat beriman. Apalagi menganggap Amerika sebagai negeri Kristen-Yahudi. Jelas bombastis dan mengandung unsur propaganda murahan. Amerika—atau Barat secara umum—adalah kawasan multi-agama. Ini persis dengan dunia Arab yang juga kawasan multi-agama.

Kemajemukan agama itu sebagai dampak dari arus migrasi yang sangat kuat. Seperti negara-negara Arab Teluk, Amerika juga dibanjiri oleh kaum migran, termasuk kaum migran Muslim tentunya. Memang Kristen menjadi agama dominan sebagaimana Islam di Arab. Tetapi umat Kristen, sebagaimana kaum Muslim, juga jauh dari kesan tunggal dan monolitik. Kedua kelompok ini bukan sekumpulan “bebek kuwek-kuwek” yang seragam. Baik “dunia Islam Arab” maupun “dunia Kristen Amerika” sangat beragam, majemuk, dan sangat kompleks: kelompoknya, mazhabnya, suku-bangsanya, kultur-tradisinya, pandangan keagamaannya, sikap politiknya dan seterusnya.

Karena itu keliru besar jika menganggap Amerika itu adalah “negeri kafir Kristen-Yahudi” yang anti-Islam seperti yang didakwahkan secara konyol oleh kelompok “Islam pentungan” itu. Ini sama kelirunya yang menganggap Arab atau Muslim itu anti-Amerika atau anti-Kristen. Bahkan menurut pencandraan para ilmuwan sosial, populasi kaum Muslim sebentar lagi akan menyalip warga Yahudi di Amerika hal itu dikarenakan kaum Muslim suka memproduksi anak, selain faktor lain tentunya (seperti migrasi). Menjadi Muslim juga mudah: hanya membaca sebaris kalimat syahadat sim salabim ting jadilah Muslim.

Ada cukup banyak kaum Muslim dari berbagai suku-bangsa yang tinggal di Amerika: Afrika, Arab, Iran, India, Pakistan, Bangladesh, Turki, Kurdi, Afganistan, Indonesia, negara-negara Muslim pecahan Uni Soviet (Kazahtan, Uzbekistan, Tajikistan, Kyrgistan, dlsb), atau bahkan kaum “bule Muslim” itu sendiri yang menjadi mualaf, baik setelah menikah dengan suami Muslim atau istri Muslimah atau lantaran ketertarikan sendiri dengan ajaran-ajaran Islam. Dari sekian banyak suku-bangsa, warga Afrika-Amerika-lah yang paling banyak mendominasi keislaman di Amerika (mereka sering disebut dengan “Black Muslims”).

Dalam konteks sejarah, meski dipastikan kaum Muslim sudah mendarat di Amerika jauh sebelum pendaratan Christopher Columbus (1451 – 1506), arus migrasi kaum Muslim ke AS dalam jumlah signifikan baru terasa sejak akhir abad ke-18 terutama setelah pendirian negara AS pada tahun 1776. Kala itu, sebagai penguasa baru menggantikan Inggris, Amerika membutuhkan banyak budak untuk dipekerjakan di berbagai sektor pembangunan serta pembukaan lahan baru (babat alas) di berbagai wilayah di AS yang masih belantara tak bertuan. Para budak itu kebanyakan didatangkan dari Afrika. Tercatat pada tahun 1800, ada sekitar 500 ribu budak dari Afrika di AS. Para sejarawan, misalnya Michael Gomez, menaksir sekitar 30% dari para budak laki-laki dan 15% budak perempuan beragama Islam. Hal ini bisa dimaklumi mengingat para budak itu didatangkan dari berbagai kawasan Afrika yang diantaranya sudah lama diislamkan oleh para penguasa Muslim, misalnya Afrika Utara dan Afrika Barat.

Petinju legendaris Muhammad Ali yang nama aslinya Cassius Marcellus Clay yang meninggal beberapa hari lalu adalah dari generasi Afrika-Amerika ini. Lalu, bagaimana kisah orang-orang kulit hitam Afrika di Amerika seperti Ali ini kemudian berbondong-bondong masuk Islam? Jangan kemana-mana, panteng terus di channel FB-ku ini he he

Kent Vale, Singapore