Mewaspadai Propaganda Kelompok Jihadis di Media Sosial

Mewaspadai Propaganda Kelompok Jihadis di Media Sosial

para jihadis dan ekstrimis Islam lainnya menggunakan Internet dan media sosial secara luas untuk penyebaran propaganda, juga untuk perekrutan dan pelatihan para operator.

Mewaspadai Propaganda Kelompok Jihadis di Media Sosial

Jihad begitu populer hingga sekarang di media sejak kejadian 9/11 di tahun 2001 kemarin. Apalah kiranya yang membuat Jihad begitu mempesona di mata pemirsa dan warganet?

Jawaban dari pertanyaan di atas sangat mungkin akan memunculkan beragam tanggapan. Padahal jika kita membaca sejarah Islam yang membentang sejak zaman Nabi Muhammad hingga sekarang, bukan hal aneh jika kata Jihad terus mengalami dialektika.

Dari seluruh dinamika terkait Jihad di atas, mungkin perbincangan di internet dan media sosial adalah yang sekarang sedang ramai diperbincangkan. Bagaimana tidak, kekuatan media sosial yang mampu melintas batas-batas primordial, seperti negara, mazhab dan lain-lain, tentu bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh.

Apalagi jika kita berkaca pada laporan Noorhaidi Hasan, dosen asal UIN Sunan Kalijaga, dalam disertasinya terkait “Laskar Jihad”. Di antara isinya menyebutkan peran vital media baik internet dan radio dalam melantangkan dan merawat narasi Jihad dalam versi mereka.

Dalam disertasi tersebut, Noorhaidi menggambarkan kesuksesan dari kelompok Laskar Jihad dalam melakukan propaganda dan menggiring opini publik terkait konflik di Maluku. Lewat www.laskarjihad.or.id, mereka terus mengabarkan aktivitas hingga ajaran ideologis yang mereka anut.

Laskar Jihad juga mempopulerkan slogan ‘Berjihad di Dunia Maya’. Usaha memenangkan ‘perang udara’ ini oleh Laskar Jihad karena ingin mengimbangi dan membendung dominasi dunia maya dari lawan mereka saat itu, yakni kelompok Kristen.

Bahkan sebagai mosi atau solusi bagi kelompok Laskar Jihad yang tidak memiliki akses internet yang baik, mereka juga membangun stasiun radio khusus dengan misi yang sama dengan laman internet mereka.

Contoh dari Noorhaidi Hasan mungkin bisa dibilang terlalu lawas, namun penjelasan beliau terkait preseden kegiatan propaganda dan menggiring opini publik terkait Jihad yang dilakukan langsung oleh aktor gerakan Jihadis langsung.

Jika sebelumnya narasi Jihad yang disebarluaskan oleh para aktor Jihadis sangat ideologis dan bercita-cita ideal, yakni propaganda dan pengiringan opini. maka dinamika perbincangan Jihad di media sosial sudah melesat jauh dan berkembang pesat.

Bagaimana dengan sekarang, apakah narasi Jihad masih didengungkan dengan model yang sama di era media sosial? Mungkin mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan di atas. Dinamika internet dan media sosial yang terus bergerak, akibatnya narasi Jihad juga berlaku hal yang sama.

Di awal tahun 2000-an,  Al-Qaeda telah menganggap Internet sebagai media hebat untuk menyebarkan panggilan Jihad dan mengikuti berita aksi mujahidin (pejuang Islam) di medan pertempuran. Bisa dibayangkan pemanfaatan internet, teknologi digital dan elektronik terkait lainnya seperti YouTube dan Twitter menawarkan keuntungan unik tertentu untuk pengkhotbah radikal, pendukung jihad dan operasi militan, dibandingkan dengan media tradisional lainnya.

Apa yang dilakukan Laskar Jihad di Indonesia dengan memanfaatkan laman yang diolah serius, adalah sebuah langkah yang cerdas. Sayangnya sebagaimana Al-Qaeda, media sosial belum dijamah. Mungkin karena saat itu media sosial belum terlalu dikenal oleh masyarakat Indonesia.

Al-Qaeda memanfaatkan fitur utama dari Internet adalah digitalisasi informasi, yang memungkinkan materi untuk disalin tanpa batas tanpa kehilangan kesetiaan dan disebarluaskan tanpa henti. Mereka sudah sejauh itu memikirkan cakupan dan jangkauan forum diskusi Internet mampu menciptakan ummah digital (global Muslim) atau hampir global, namun poinnya adalah menghubungkan para jihadis potensial yang tersebar luas melintas batas.

Mimpi Al-Qaeda membangun umat digital hanyalah isapan jempol belaka. Kita bisa saja memperdebatkannya, namun jika kita menelisik narasi yang kedepankan oleh mereka tentu kita juga patut waspada. Mengapa? Dalam “Electronic Jihad”: The Internet as al-Qaeda’s Catalyst for Global Terror, Martin Rudner menjelaskan ada proses homogenisasi sikap politik dan sentimen keagamaan yang dibentuk oleh aliran tanpa henti dari pesan dan gambar yang identik (verbal dan grafik) di seluruh dunia maya.

Lewat komunitas-komunitas kecil di dunia maya ini, seperti grup WA, Facebook, dan lain-lain, kesemuanya tidak dibatasi oleh wilayah atau loyalitas sipil, dapat menelurkan radikalisme virtual, kondisi yang belum pernah ada sebelumnya yang menumbuhkan kultur jihadis yang baru, menantang otoritas tradisional ulama agama yang mapan di komunitas Muslim sebelumnya.

Cita-cita kelompok jihadis seperti Al-Qaeda jelas berbeda dengan Laskar Jihad yang sebelumnya masih berkutat pada kontra-narasi dari pihak musuh. Dalam laporan Rudner tersebut dijelaskan juga bagaimana Al-Qaeda menyusun rapi agenda mereka.

Sedikitnya ada tiga fungsi utama dalam Internet yang dimanfaatkan oleh kelompok Jihadis, seperti Al-Qaeda atau ISIS, dalam melancarkan aksinya di dunia maya, yaitu:

  1. Perpustakaan Online: Situs web Jihadis melakukan peran kunci sebagai gudang penulisan arsip oleh tokoh-tokoh terkemuka dalam jihad jihad seperti Abdullah Azzam atau Abu Bakar Al-Baghdadi, dan majalah elektronik jihad.
  2. Platform untuk Pengkhotbah Ekstrimis: Situs web Jihadis biasanya menawarkan posting khotbah dan risalah oleh para pengkhotbah Islam radikal terkemuka dan pengekspos jihad seperti Anwar al-Awlaki, yang dapat dengan mudah diakses melalui Internet.
  3. Forum untuk Wacana Radikal: Situs web Jihadis sering menjadi tuan rumah newsgroup, ruang obrolan, forum diskusi dan newsgroup yang berfungsi untuk memfasilitasi percakapan daring di antara pengikut, untuk membangun relasi antar kelompok jihadis.

Arkian, para jihadis dan ekstrimis Islam lainnya menggunakan Internet dan media sosial secara luas untuk penyebaran propaganda, juga untuk perekrutan dan pelatihan para operator. Akibatnya, internet dan media sosial bagi mereka berguna untuk menawarkan pengkhotbah radikal, ahli strategi dan peminat narasi jihad dan ekstrimis, oleh sebab itu kemampuan dunia maya dipergunakan untuk menjangkau dan mempengaruhi, menghasut dan memotivasi aktivisme jihadis di tingkat global.

Beberapa pesan jihadis di Internet, dan melalui format digital lainnya, dapat dinilai berdasarkan sejauh mana mereka menghasut, mempromosikan atau mengaktifkan kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung memfasilitasi tindakan teroris. Dorongan sebenarnya dari pesan ‘Jihadi Elektronik’ dapat dinilai, dalam urutan keparahan, dalam hal dampaknya pada:

  1. Mengglorifikasi subversi komunitas Muslim atas dominasi Barat sambil menipu dan mengalihkan perhatian pemerintah mereka dari bereaksi terhadap ancaman yang ada.
  2. Menumbuhkan sikap mendukung terhadap aksi terorisme.
  3. Menawarkan pembenaran teologis untuk tindakan kekerasan politik dan teror.
  4. Memberikan instruksi teknis dan pedoman operasional untuk tindakan teroris.
  5. Mempromosikan keterlibatan langsung dalam kegiatan persiapan yang mempercepat operasi teroris.
  6. Mendorong keterlibatan pribadi dalam melakukan tindakan terorisme.

Dus, apabila di antara kita ada yang mendapatkan pesan-pesan seperti ini, maka sudah saatnya untuk kembali merefleksikan pandangan kita selama ini, terutama lingkaran akun yang selama ini kita serap informasinya. Jangan-jangan narasi jihadis telah menancap di kepala kita.