Mengurai Narasi Armageddon & Kiamat ala Ustadz-ustadz di Youtube

Mengurai Narasi Armageddon & Kiamat ala Ustadz-ustadz di Youtube

Mengapa Ustadz-ustadz belakangan gemar menyebarkan narasi Armageddon?

Mengurai Narasi Armageddon & Kiamat ala Ustadz-ustadz di Youtube

Narasi Armageddon kerap disebarkan oleh ustadz-ustadz di Youtube, apakah ini demi dakwah atau memang justru fear mongering?

Belakangan, banyak sekali ustadz yang bicara tentang kiamat di media social, khususnya Youtube. Mulai dari Ustadz Zulkuflimansyah hingga dengan Rahmat Baequni. Nama belakangan alah satu yang paling rajin bicara masalah kiamat—lengkap dengan narasi-narasi yang perlu kita telaah dalam disiplin ilmu, baik tafsir maupun hadis. Apa pasalnya? Sebab, tak jarang, ia mencampuradukkan antara fiksi, sains dan terbungkus ajaran Islam untuk menakut-nakuti.

Jika dahulu hanya orang-orang kafir yang menanyakan kapan akan terjadinya kiamat kepada Nabi Muhammad SAW, kini ia justru berusaha menebak-nabak datangnya hari kiamat, memprediksinya. Jika dahulu Nabi SAW sibuk mendakwahkan etika, keadilan sosial, kesetaraan, dan kemanusiaan yang beradab, melawan hegemoni fasisme, kini pak Baequni hanya semangat membahas kiamat serta berbagai ramalan peperangan namun nihil nilai kemanusiaan. Ramalan perang-perangan ini  pun versinya sendiri.

Mengenai Armageddon misalnya, Ustadz Baequni bilang, “Armageddon diambil dari dua kata, dari kata urreh dan kata mageda, urreh adalah bukit dan mageda adalah lembah yang ada di samping bukit tadi. Bukit dan lembah inilah yang apabila dikuasai maka siapapun yang menguasainya itu bisa diyakinkan akan menguasai arah perpolitikan di akhir zaman.

Itulah yang diramalkan oleh pengamat dunia, para pengamat politik dunia di dalam bukunya ramalan politik dunia, mereka memperkirakan dan meyakinkan diri mereka sendiri dan bangsa mereka sendiri bahwa siapapun yang bisa menguasai wilayah ini maka dia bisa menguasai kendali perpolitikan di akhir zaman. Bahkan kendali perang dunia ketiga bisa mereka kuasai.”

Faktanya, seperti yang diungkap Eric H. Cline, sejarawan, arkeolog, dan guru besar di George Washington University dalam bukunya Digging Up Armageddon: The Search for the Lost City of Solomon; bahwa Armageddon berasal dari kata Har Megiddo dari bahasa Hebrew yang artinya gunung (har) dari Megiddo. Oleh Masa Pertengahan, berbagai bangsa, bahasa, dan waktu yang berabad menjadikan kata ini memiliki akhiran ‘n’ kemudian memupus huruf ‘h’ di depan. Dari Har Megiddo menjadi Harmageddon kemudian menjadi Armageddon.

Lebih lanjut Cline menyatakan bahwa situs Megiddo tepatnya berada di lembah Jezreel, Israel. Menurutnya di situs ini telah terjadi berbagai peperangan bersejarah dari bangsa Kan’an hingga Bani Israil, Neo-Asyiria, Neo-Babilonia, Persia, Yunani, Romawi, kemudian Muslim, Pasukan Salib, Mongol, Mamluk, dan Turki Utsmani. Di dalamnya terdapat setidaknya dua puluh kota kuno, yang terbaru berada di atas kota sebelumnya. Prosesnya terjadi selama hampir lima ribu tahun, mulai dari tahun 5000 SM hingga 300 SM.

Singkatnya dari apa yang dikatakan Cline tersebut kita mengerti bahwa Armageddon adalah situs kesejarahan yang di dalamnya terpendam kota-kota kuno. Area yang menjadi langganan perang-perang bersejarah ini pun masyhur dan tidak bisa dilepaskan dari ihwal peperangan dahsyat.

Kembali pada Baequni, Armageddon menurutnya berbeda dengan malhamatul kubra, karena Armageddon adalah perang yang masih menggunakan teknologi. Armageddon ini menurutnya sudah dimulai sejak Arab Spring. Setelah dengan yakin berkata demikian, selanjutnya ia berkata, “Armageddon ini panjang, jangan-jangan dimulai dengan Arab Spring kemarin. Konflik ini yang ternyata menjadi pemicu perang Armageddon.”

Kita sekadar mengerti sebenarnya Ustadz ini hanya menebak-nebak saja dengan kata jangan-jangan tapi tetap coba meyakinkan. Namun tebak-tebakan pak Baequni ini semakin ngaco karena ia mulai mengaitkannya dengan isu geopolitik Timur Tengah, dan cenderung berkiblat pada versi media arus utama Amerika dan IS.

Ia mengatakan, Suriah adalah awal dari Arab Spring karena kepemimpinan Basyar Asad yang zalim dan bermazhab Syiah, begitu juga dengan Iran. Ia katakan juga bahwa kelak umat Islam akan bersatu dengan Amerika untuk melawan Iran karena kezaliman mereka. Untuk membantah pernyataan pak Baequni ini, sudah banyak yang membahas masalah geopolitik Timur Tengah ini secara lebih jernih.

Setidaknya dari sini kita mengetahui bahwa pak Baequni bukan hanya ceramah tentang kiamat. Lebih dari itu ada muatan propaganda yang dilangsungkan dari narasi tausiyahnya. Mereka yang mengerti geopolitik Timur Tengah tidak akan percaya dengan ucapannya mengenai Suriah dan Iran. Titik ini merupakan filter, siapa penonton yang tidak mudah dipengaruhi dan secara otomatis mereka yang mengerti akan menyingkir. Selanjutnya, bagaimana dengan mereka yang masih polos? bagaimana dengan mereka yang masih bertahan?

Kepada mereka terkait peperangan besar dengan lihai berkata,“Palestina terkait dengan akan berkumpulnya kelompok yang terbaik dari tiga titik yang pertama dari Suriah yang kedua dari khurasan dan yang ketiga, mudah-mudahan ini, disebutnya dari timur, tapi timur di sini adalah indonesia mudah-mudahan. Kalau Suriah ini juga bisa disebut kelompok ahlu Syam, kalau Khurasan sebagai pembawa panji hitam, adapun peluang indonesia adalah disebut thaifah manshurah.”

Ia tidak menyebut Khurasan adalah Iran yang getol memusuhi Israel dan membela Yaman. Alih-alih demikian ia hanya menarasikan pembawa panji hitam, seraya memuji Taliban dan kerjasama mereka dengan Amerika. Jika meyakini Armageddon beserta pengaruhnya pada perpolitikan dunia, mengapa ia tidak mendukung Iran yang konsisten membantu Palestina dan memusuhi Israel? Ini malah ingin kerjasama dengan Amerika, logika yang tak termakan di ayam.

Yang tak kalah pentingnya untuk dicermati adalah pernyataannya terkait ‘peluang Indonesia’ serta bagaimana caranya membingkai thaifah manshurah itu sendiri. Ia katakan, “Kenapa disebut thaifah manshurah? Artinya kelompok ini muncul dari negara yang rakyatnya yang kaum muslim di negara ini dizalimi oleh penguasanya. Artinya penguasa di mana kaum muslimin berada di mana kelompok ini berada adalah digambarkan sebagai tirani yang zalim, maka kelompok ini muncul dan disebut thaifah karena mereka merupakan qithath minal muslimin, sedikit sekali jumlah mereka dari kaum muslimin yang ada di negaranya. Tapi mereka manshurah mereka ditolong, ditolong oleh Allah SWT.

Ketika mereka diterpa kezaliman mereka difitnah dan mereka digembosi mereka juga kemudian dikebiri hak-haknya hingga pada akhirnya mereka diperangi oleh penguasanya sendiri kemudian Allah menolong mereka karena keistiqamahan mereka mengamalkan Qur’an dan sunah di akhir zaman maka disebutnya thaifah manshurah, kelompok yang ditolong. Mudah-mudahan kita termasuk di dalamnya.”

Dari sini kita dapat membaca bagaimana proses penanaman benih motivasi bagi mereka yang mudah menerima propaganda untuk turut terjun ke medan perang. Mereka yang tidak mengerti geopolitik Timur Tengah akan dengan mudah meyakini bahwa ucapan tersebut adalah kebenaran. Kombinasi antara kepolosan dan semangat beragama akhirnya menjadikan mereka mengamini doa ustadz di atas. Lebih-lebih jika didahului dengan narasi-narasi bahwa pemerintahan ini kafir, tagut, dan sebagainya.

Mereka yang mempercayai propaganda ini, kemudian berangkat mempersiapkan diri untuk berperang dengan semangat menggebu tentu tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Karena itu murni dari ketidaktahuan. Sebelum terjadi banyak orang yang hanyut dalam buaian narasi akhir zaman dan perang-perang ala Taliban, propagandis narasi ini tentu saja perlu untuk ditelisik lebih dalam agar kita tidak mudah terhanyut.

*Analisis ini kerjasama Islami.co &  Maarif Institute*