Di dalam Islam, setiap aliran dan mazhab fikih muncul dari banyak faktor-faktor historis. Semisal, Mazhab Hanafi merupakan salah satu mazhab klasik yang banyak mengembangkan pemikiran hukum Islam klasik. Al-Syahrastani menyebut bahwa mazhab hanafi sebagai kalangan rasionalis (ahlu Ra’yi). Pandangan ini muncul karena kekhasan cara pandangan fikih yang biasa ditawarkan dengan menggunakan qiyas, dan istihsan.
Aliran fikih ini disandarkan kepada nama ulama pendirinya, Abu Hanifah. Nama lengkapnya Nu’man bin Tsabit. Ia lahir di Kufah, Irak pada 702 M. Ayahnya merupakan seorang pedagang sutra asli Persia yang masuk Islam pada pemerintahan Khulafaul Rasyidin.
Perjalanan keilmuan Abu Hanifah muda dimulai saat ia mempelajari kajian ilmu filsafat dan ilmu teologis yang dikenal dengan ilmu Kalam. Salah satu karyanya di bidang ini adalah Fikh al-Akbar (Pengetahuan tentang Maha Agung). Namun, seiring berjalannya waktu, Abu Hanifah mendalami ilmu fikih dan hadis, meski disiplin kedua masih banyak yang mempertanyakan keilmuannya.
Di antara Guru Abu Hanifah adalah Imam Hammad bin Zaid, ia merupakan salah seorang ulama besar hadis saat itu. Di bawah bimbingannya, Abu Hanifah mencecap keilmuan fikih dan hadis selama 18 tahun.
Setelah selesai menamatkan keilmuan di bidang hadis dan fikih, Abu Hanifah meneruskan perjuangan sang guru untuk mengajar. Karena pengajian fikihnya sangat masyhur, Abu Hanifah kemudian mendapatkan tawaran menjabat sebagai seorang qadhi (hakim) yang ditunjuk oleh Khalifah.
Namun, tawaran ini ditolak oleh Abu Hanifah. Penolakan ini berakibat kepada dipenjaranya sang Imam Mazhab ini yang kala itu khalifah dikepalai oleh Abu Ja’far al-Manshur. Abu Hanifah dipenjara hingga akhir hayatnya yang wafat pada 767 M.
Mazhab Hanafi memiliki metode khusus dalam melakukan penggalian (istinbath) hukum Islam. Metode qiyasi-deduktif berarti menetapkan sebuah kesimpulan hukum dari pendapat-pendapat umum. Ini memperlihatkan bahwa kasus hukum kemudian mencoba mencari makna inti dari nash. Selain itu, di antara sumber hukum Islam tersebut adalah urf (tradisi lokal). Hal ini membuktikan bahwa mazhab hanafi memiliki paradigma pengakuan terhadap tradisi lokal, selama urf tersebut tidak bertentang dengan nilai-nilai syariat Islam.
Penyebaran pemikiran hukum Islam mazhab hanafi sangat cepat. Hal ini dikarenakan beberapa muridnya dikenal sebagai pengarang besar. Seperti Abu Yusuf, Muhammad al-Syaibani, Zafr bin Hudzail. Dalam perkembangannya di konteks di abad Modern, beberapa pendapat hukum mazhab hanafi sempat diundang-undangkan, sebagaimana terjadi di Turki pada abad 19. Para pengikut mazhab hanafi juga terdapat di beberapa Negara seperti Turki, Pakistan, Irak dan Syiria.