Ustaz Firanda Andirja Abidin ditolak di Aceh ketika hendak menyampaikan ceramah. Penolakan terjadi pada Kamis (13/06) di Masjid Al-Fitrah Banda Aceh. Polemik terjadi, ada yang pro dan kontra atas penolakan tersebut. Masing-masing menyampaikan dalil aqlinya, dan bisa jadi sama-sama benar. Namun demikian perlu beberapa pelurusan sekaligus klarifikasi agar tidak menjadi catatan buruk toleransi beragama di Aceh. Pada dasarnya rakyat Aceh sangat toleran atas perbedaan selama perbedaan tidak memaksakan harus ikut pemahaman tersebut.
Dalam hal kasus Ustaz Firanda, ada beberapa pemahaman beliau yang dianggap tidak sesuai dengan yang dipahami kebanyakan rakyat Aceh (baca;Islam di Aceh). Tentu saja tidak menjadi keresahan apabila menyangkut fiqh. Akan tetapi kabarnya sudah memasuki wilayah tauhid. Misalnya penyimpangan keyakinan Wahabi bahwa Tuhan bersemayam di atas langit, ini menyimpang dari keyakinan orang dayah (pesantren) di Aceh. Ustaz Firanda terindikasi menyebarkan ajaran tersebut berdasarkan video-video ceramahnya.
Bagi saya benar tidaknya vonis tersebut, perlu kajian sekaligus proses dialektika. Cara kekerasan tidak akan menyelesaikan apapun, tidak akan ada solusi apapun. Dalam hal ini peran MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) MUI-nya Aceh sangat diperlukan. MPU harus menjelaskan sekaligus mengklarifikasi terkait isi ceramah Ustaz Firanda.
Kalau memang pemahaman konten ceramah Ustaz Firanda tidak sesuai dengan pemahaman kebanyakan Islam di Aceh, maka setiap akan mengadakan ceramah di Aceh perlu diberi beberapa batasan. Misalnya ceramah yang terkait khilafiyah terutama terkait tauhid sebaiknya disampaikan dalam forum sesama ulama bukan masyarakat awam. Kemudian, Ustaz Firanda maupun yang satu pemahaman dengannya sebaiknya tidak menggunakan kalimat vonis sesat atas perbedaan apalagi pemahaman mayoritas di Aceh.
Islam menganjurkan kita saling menasehati dalam kebenaran namun harus pula atas kesabaran (QS.103:3). Dengan demikian bila Ustaz Firanda ingin menyampaikan kebenaran sebaiknya dilakukan dengan perlahan. Tidak memvonis bahwa pemahaman selain yang dipahaminya salah. Mengapa Muhammadiyah bisa berkembang di Aceh padahal mereka tidak qunut subuh? Sebabnya mereka tidak memaksakan kehendak, silahkan berqunut dan silahkan tidak.
Dakwah Muhammadiyah dan NU meski berbeda dalam beberapa pemahaman fiqh sangat diterima rakyat Aceh. Itu artinya Ustaz Firanda dan pengikutnya sebaiknya belajar dari dua ormas Islam tersebut. MPU Aceh sebaiknya memberi pemahaman kepada khalayak yang terlanjur emosional atas ceramah-ceramah Ustaz Firanda. Jangan sampai panitia menjadi sasaran kekerasan karena dianggap pengikut Ustaz Firanda. Bila yang berbeda agama dapat hidup berdampingan, mengapa internal Islam harus saling mencaci.
Cara pandang dan cara menilai seseorang terhadap sebuah pemahaman baru tentu tidak sama. Karenanya pendekatan kultural sebagaimana Syekh Maulana Malik Ibrahim menyebarkan Islam di Aceh juga perlu dipelajari para pendakwah. Sebelum Islam hadir di Aceh sudah ada agama lain. Mengapa Islam akhirnya diterima, bahkan mayoritas di Aceh? Karena Syekh Maulana Malik Ibrahim dan anak-cucunya menyebarkan dengan pendekatan yang benar.
Pemahaman ini yang kadang kala dilupakan para Ustaz di Indonesia. Cara dakwah dengan klaim paling benar, dan yang lain sangat salah, bukanlah cara yang compatible untuk semua orang. Tidak semua aplikasi Android cocok dengan smartphone. Sampaikan kebenaran sebaiknya dengan cara yang benar, menyejukan tanpa harus menganggap pemahaman orang lain sangat sesat.