Ini adalah pertanyaan yang diajukan oleh Amir Syakib Arsalan dalam bukunya “Limadza Ta’akharal Al-Muslimun Wa Limadza Taqaddama Ghairuhum” (Mengapa Muslim terbelakang dan yang lain maju?).
Syakib Arsalan membahas masalah ini berdasarkan pertanyaan yang dikirim oleh ulama Nusantara dari Sambas, Muhammad Basyuni Imran, ke majalah Al-Manar pada tahun 1929.
Mendapat surat ini, Sayyid Rasyid Ridha mengalihkannya kepada Arsalan yg baru balik dari Cordoba. Kita tahu Cordoba di Spanyol menyisakan jejak gemilang peradaban Islam masa silam. Arsalan menulis jawabannya dan dimuat di majalah al-Manar yang terkenal itu.
Tahun 1940 jawaban itu diedit dan diterbitkan dalam bentuk buku dan diberi pengantar oleh Sayyid Rasyid Ridha. Buku itu langsung menyita perhatian dunia Islam yang saat itu banyak berada dalam cengkraman penjajah & mencari jawaban atas keterpurukan.
Argumen utamanya adalah bahwa kebangkitan bangsa-bangsa non-Muslim disebabkan oleh semangat mereka untuk keunggulan, kesediaan untuk berkorban, dan tekad mereka dalam memperjuangkan kemajuan bangsa.
Sebaliknya, penulis menyebutkan bahwa umat Muslim mengalami kejatuhan karena berbagai faktor, termasuk keletihan rakyat, kelicikan para penguasa Muslim, dan ketidakaktifan dalam menghadapi tantangan. Penulis juga membahas bagaimana masyarakat Muslim kehilangan dorongan untuk berusaha dan memperbaiki kondisi mereka.
Solusi yang ditawarkan Arsalan berpusat pada ajakan untuk kembali kepada ajaran Al-Qur’an. Namun bagaimana kondisi kita setelah 70 th berlalu dari jawaban Arsalan di atas?
Sayangnya, saat ini kita lebih suka menjadikan anak-anak kita penghafal al-Qur’an, seolah ayat-ayatNya hanya benda mati belaka, ketimbang menjadikan al-Qur’an sebagai kitab yang hidup dalam sanubari dan langkah kita.
Ini artinya kita perlu metode memahami dan menafsirkan yang bisa menangkap ruh dan spirit al-Qur’an lalu menurunkannya pada level taktis-strategis-administratif-pergerakan sehingga bisa dikontekstualkan pada kehidupan saat ini.
Al-Qur’an tidak pernah salah. Tapi kalau kita salah membaca masalah umat, akan membuat kita juga salah memberi solusi.
*) Nadirsyah Hosen