Anjing, bagi sebagian Muslim, binatang yang menjijikan dan menakutkan. Mereka memperlakukan anjing sebagai binatang yang paling hina dan mesti dijauhi. Bahkan, katanya, malaikat tidak akan mau masuk ke dalam rumah yang ada anjing di dalamnya. Kalau dipikir ulang, mengapa sih sebagian muslim begitu bencinya dengan anjing? Padahal, anjing itu kan juga makhluk Tuhan. Tidak ada satupun makhluk Tuhan yang hina. Sekalipun anjing.
Alan Mikhail dalam artikel The Moment in History when Muslims Began to see dogs as dirty, impure, and evil, mengulas interaksi Muslim dengan anjing dari sisi sejarah. Temuannya, pada masa awal Islam, interaksi manusia dengan anjing cukup baik. Tidak seperti belakangan, di mana anjing kerapkali dijauhi dan disingkar dalam kehidupan Muslim. Alan Mikhail menyebut, menurut sumber sejarah yang otoritatif, Nabi Muhammad sendiri pernah berdoa di mana ada anjing di sekitarnya. Beberapa Muslim pada waktu itu juga merawat dan membesarkan anak anjing. Bahkan, di masjid Nabawi, anjing sering berkeliaran dan bermain di sana.
Pada masa awal Islam, anjing digunakan untuk menjaga domba dan kambing. Kita tahu bahwa daging domba dan kambing pada masa itu merupakan makanan yang paling penting. Sehingga, sebagian Muslim, menggunakan anjing untuk melindungi kambing dan domba dari pencurian dan hewan pemangsa. Ketika Islam tersebar luas, masyarakat Muslim yang tinggal di kota-kota besar Islam pun masih tetap menggunakan anjing untuk melindungi properti mereka dari pencurian. Bahkan, menurut Alan Mikhail, anjing sangat berperan penting dalam membersihkan kota dari sampah dan sisa-sisa makanan. Anjing memakan sampah dan sisa-sisa makanan. Kemudian juga digunakan penjual daging untuk mengusir tikus dan hama lainnya. Saking bergunanya anjing pada waktu itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menghukum orang yang melakukan kekerasan terhadap anjing.
Hubungan anjing dan Muslim yang pada mulanya sangat cair, kemudian pada akhirnya berjarak, bahkan sampai taraf benci, disebabkan oleh adanya penyakit wabah yang menyerang eropa dan Timur-Tengah pada beberapa ratus tahun lalu. Wabah, seperti Malaria dan Kolera, menyerang penduduk yang tempat tinggalnya berdampingan dengan tempat sampah dan rawa. Pemangku kebijakan pada masa itu, memindahkan sampah ke tempat yang jauh dari pemukiman penduduk.
Pemindahan sampah itu secara tidak langsung menjadi ancaman bagi kehidupan anjing di kota. Sebab makanan utama mereka adalah sisa-sisa makanan. Tidak hanya makanan anjing yang berkurang, persepsi publik terhadap anjing pun mulai berubah. Anjing dianggap sumber penyakit karena hidupnya dekat dengan sampah yang menjadi sumber penyakit.
Menurut Mikhail, awal abad 19, menjadi awal buruk bagi anjing. Hewan ini tidak lagi dianggap berguna bagi hidup manusia. Selain dianggap sumber penyakit, anjing juga tidak dibutuhkan lagi untuk membantu kebersihan kota. Manusia mengambil alih peran ini. Kebersihan kota dikelola petugas kebersihan. Keberadaan anjing di kota-kota besar pada masa itu, mulai berkurang dan menipis. Sebagian muslim tidak lagi akrab dengan anjing. Bahkan asing melihat anjing.