Yahya Waloni Cederai Kasih Sayang Islam, Najisnya Anjing Bukan Alasan Boleh Menabraknya

Yahya Waloni Cederai Kasih Sayang Islam, Najisnya Anjing Bukan Alasan Boleh Menabraknya

“Anjing-anjing datang dan pergi di masjid pada zaman Rasulullah SAW, dan mereka tidak menyiramkan air padanya,” (H.R. Bukhari).

Yahya Waloni Cederai Kasih Sayang Islam, Najisnya Anjing Bukan Alasan Boleh Menabraknya

Dalam kesusasteraan Arab, penulis Ibnu Marzuban menerbitkan risalah menarik bertajuk “Fadhl al-Kilab ‘ala Katsirin min Man Labisa at-Tsiyab“. Terjemahan bebasnya kira-kira adalah “Keutamaan Anjing Dibanding Mereka yang Mengenakan Pakaian”. Ibnu Marzuban melukiskan kesetiaan dan loyalitas anjing kepada tuannya, sekaligus membandingkannya dengan sifat manusia yang berpotensi berkhianat, pengecut, dan plin-plan.

Narasi anjing ini menarik untuk disinggung, mengingat beberapa waktu lalu, Ustaz Yahya Waloni mengaku sengaja menabrak anjing karena dianggap najis. Anjing yang ditabrak mobil Yahya Waloni itu luka, cedera, hingga jalannya pincang.

” … sepanjang jalan ini [perbatasan Riau-Jambi] lapo. Kutabrak juga satu ekor anjing, ngak tau siapa yang punya itu. Kalau kambing, saya rem. Tapi, karena saya lihat anjing, saya tabrak,” ungkap Yahya Waloni dalam video yang tayang di kanal YouTube Hadist TV.

Yayasan pemerhati hewan domestik, Natha Satwa Nusantara mengecam tindakan Ustaz Yahya Waloni. Penceramah asal Manado ini memang kerap menuai kontroversi. Pada 2018 lalu, ia pernah dilaporkan terkait ujaran kebencian. Kini, pernyataannya yang sengaja menabrak anjing disorot banyak media.

Secara umum, protes dari Natha Satwa Nusantara itu sesuai dengan ajaran Islam yang tidak membenarkan menganiaya dan membunuh anjing, kecuali jika anjing  itu membahayakan atau menularkan penyakit, seperti anjing rabies.

Risalah yang ditulis Ibnu Marzuban di atas mengingatkan saya pada seekor anjing di kisah Ashabul Kahfi (QS. Al Kahfi [18]: 22). Anjing ini bernama Qithmir yang menjaga tujuh pemuda Ashabul Kahfi. Sesuai kisahnya, anjing ini dipercaya sebagai anjing yang masuk surga bersama-sama dengan tujuh pemuda beriman tersebut.

Di kisah populer lain yang bersandar pada hadis sahih, menceritakan seorang perempuan pezina yang memperoleh ampunan Allah SWT berkat kasih sayangnya menyelamatkan anjing hampir mati kehausan (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dua kisah di atas menunjukkan kasih sayang Islam terhadap makhluk bernyawa, termasuk anjing. Meskipun anjing dianggap najis, entah itu liur ataupun badannya, namun kenajisannya bukanlah alasan untuk menyiksa dan membunuh hewan tersebut.

Diriwayatkan juga, beberapa sahabat nabi memelihara anjing. Bahkan, istri terakhir Nabi Muhammad SAW, Maimunah binti Harits memiliki peliharaan anjing yang sering kali menyertai perjalanannya. Bahkan ketika ia berhaji pun, anjing tersebut ia bawa. Jika Maimunah sedang sibuk, peliharaannya ia titipkan kepada Bani Jadilah beserta sejumlah uang sebagai biaya untuk menjaga anjingnya.

Memang terdapat sejumlah hadis yang membolehkan membunuh anjing, kecuali anjing pemburu, anjing penjaga gembala dan penjaga ternak. Namun, hadis tersebut sudah dihapuskan (di-nasakh) dengan hadis lain yang diriwayatkan Aisyah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Lima [hewan] perusak yang boleh dibunuh baik, di luar tanah suci dan di tanah suci, yaitu ular, gagak, tikus, anjing penggigit, dan rajawali,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadis di atas, para ulama dari mazhab Syafi’i menyatakan bahwa anjing yang boleh dibunuh adalah anjing yang membahayakan. Riwayat di atas mengerucutkan hanya pada jenis anjing bermudarat, sedangkan anjing yang tak membahayakan, haram dibunuh.

Tindakan Ustaz Yahya Waloni tersebut menciderai kasih sayang Islam, serta tidak sesuai dengan teladan nabi. Rujukannya adalah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Umar, ia berkata “Anjing-anjing datang dan pergi [mondar-mandir] di masjid pada zaman Rasulullah SAW, dan mereka tidak menyiramkan air padanya,” (H.R. Bukhari).

Selain itu, di waktu pembebasan Makkah (fathu Makkah), Nabi Muhammad SAW melihat seekor anjing betina di dekat sumur yang sedang menyusui anak-anaknya. Lalu, beliau memerintahkan salah seorang sahabat menjaga anjing tersebut agar tidak terganggu rombongan para tentara yang bertolak menuju Makkah.

Demikian juga di Madinah, suatu waktu Nabi Muhammad SAW melihat seekor anjing yang diberi tanda besi panah di wajahnya. Beliau jatuh iba. Kisah ini diterakan oleh sahabat Jabir, ia berkata: ““Rasulullah SAW [kemudian] melarang memukul wajah dan menandai wajah [pada binatang],” (HR. Muslim).

Membunuh anjing dengan sengaja tanpa sebab rasional merupakan penyia-nyiaan kehidupan. Islam melarang perusakan alam, serta mengajarkan untuk menghormati ciptaan-ciptaan Allah SWT. Kendati anjing dianggap najis dan haram dimakan dagingnya, namun tidak ada alasan untuk, menabrak, menyiksa, apalagi sampai membunuh anjing.