Ada warna baur di antara hitam dan putih, namanya abu-abu. Ada area tengah di antara halal dan haram, namanya syubhat. Yang haq jelas, yang batil jelas. Yang membingungkan orang itu manipulasi. Sampulnya putih, isinya hitam. Capnya minyak samin, isinya minyak babi. Siapa berani mengharamkan minyak samin kalau tidak mau dituduh mengharamkan apa yang dihalalkan Allah? Siapa mau dituduh ‘gendeng’ menyatakan putih itu hitam?
Dulu, di zaman Sayyidina Ali RA, ada sekelompok orang ahli ibadah. Tekun dan hafal Qur´an. Sayang mereka tersangkut urusan pelik: politik. Dari dulu politik adalah sarang dunia abu-abu, pusat manipulasi. Mereka menuduh Khalifah menentang hukum Allah dan berontak. Api pemberontakan itu dinyalakan dengan ayat Qur´an. Al-Qur´an ´dimanipulasi´ sebagai hujjah mengobarkan pemberontakan. Sayyidina Ali mengeluarkan pernyataan terkenal:
کلمة حق یراد بها الباطل
Kalimat kebenaran dimanipulasi untuk kebatilan. Ayat Al-Qur´an itu haq, yang batil manipulasinya. Berontak terhadap kekuasaan yang sah itu batil, meski bertameng kepada dalil haq ayat suci.
HTI oleh negara telah diputus sebagai gerakan batil: ormas terlarang. Ideologinya bughot terhadap NKRI. Masalahnya, seperti para penyeru کلمة حق یراد بها الباطل tempo dulu, HTI memanipulasi simbol-simbol suci agama. Seperti penyeru khilafah di tempat lain, benderanya bertulis kalimat tauhid. Siapa pun bisa dengan mudah dicap anti Tauhid jika merusak bendera HTI. Tameng apa yang paling efektif selain agama? Cap apa paling ampuh melebihi cap agama, stempel Islam, banderol syariah?
Ada ideolog Islam militan paling brilian dalam sejarah, namanya Ibn Taimiyah. Dia hidup di zaman bergolak ketika Syam diduduki pasukan Tartar. Rajanya, Mahmud Ghazan Khan, telah memeluk Islam, tetapi hukumnya menginduk kepada kompilasi hukum warisan Genghis Khan, namanya Il-Yasiq (Great Zasag Law). Umat Islam dilema: tunduk atau memerangi Mahmud Ghazan. Ibn Taymiyah mengeluarkan fatwa terkenal, namanya Fatwa Il-Yasiq:
إذا رأيتموني من ذلك الجانب وعلى رأسي مصحف فاقتلوني
“Jika kalian menjumpaiku di sisi pasukan Tartar padahal di kepalaku ada mushaf, bunuhlah aku” (Ibn Katsir, Al-Bidâyah wa al-Nihâyah. Vol. XIV. Beirut: Maktabah al-Ma’ârif, 1988, h. 24).
Fatwa ini dipakai Khalid Islambouly di Mesir untuk mengeksekusi Anwar Sadat. Intinya penguasa yang tidak menerapkan hukum Allah, meski dia Muslim dan salat, dia harus diperangi. Tetapi poin saya bukan di situ. Poin saya di sini: Ibn Taymiyah membolehkan melawan al-Qur’an yang dimanipulasi.
Karena HTI sudah dinyatakan terlarang oleh negara, mestinya tugas menumpas simbol-simbol pembangkangan itu dilakukan oleh aparat negara. Simbol yang berisi manipulasi kalimat tauhid itu disita, untuk kemudian, dimusnahkan dengan cara beradab. Jika masyarakat menemukan simbol bughot, siapa pun, termasuk Banser, serahkan ke aparat. Mereka dibayar untuk melakukan itu. Sekian.