Tulisan ini adalah serial dari tulisan sebelumnya tentang anjing yang bisa anda baca di tautan ini. Kali ini secara khusus saya akan menukilkan fatwa Prof. Khaled Abou El Fadl terkait hadits yang umum diketahui di kalangan Muslim yang mengatakan malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang ada anjingnya. Karena hadits ini, sebagian besar umat Islam tidak mau memelihara anjing di rumahnya. Atau, jikapun memelihara anjing, anjing diberi kandang di belakang rumah dan tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah. Sebenarnya bagaimana kita harus membaca dan menafsirkan hadits tersebut?
Sebagian besar narasi hadits tentang tidak akan masuknya malaikat ke rumah orang yang memilki anjing datang dari Abu Hurairah. Dalam banyak versi riwayat, hadits tersebut sebenarnya menyebutkan juga bahwa malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang ada anjing atau gambar di dalamnya. Secara umum, dalam khasanah Islam klasik, gambar selalu dilarang karena pada saat itu dikhawatirkan gambar bisa menjerumuskan pada ke musyrikan.
Dalam menafsirkan hadits tersebut, Prof. Khaled Abou El Fadl, ketika ia menjawab pertanyaan, dalam fatwanya ia memaparkan sebagai berikut:
1. Semua versi hadits tentang hal ini mendaku (mengklaim) bahwa malaikat tidak akan masuk ke dalam sebuah hunian yang ada anjing atau gambar-gambar di dalamnya. Jika mengikuti hadits ini, maka malaikat tidak akan masuk pada rumah siapaun sekarang ini karena hampir setiap rumah punya gambar, setidaknya gambar foto anda di ktp, passport dan gambar lain. Jika demikian, hadits ini menjadi sepenuhnya tidak masuk akal dan membuat kita bisa bertanya secara substantif terkait kebenaran isi hadits tersebut.
2. Hadits ini tidak sepadan dengan paparan Al-Qur’an tentang anjing di mana kita diberikan informasi dalam ceita Ashabul Kahfi (Kelompok orang yang terjebak di dalam gua ratusan tahun). Ashabul Kahfi adalah orang-orang saleh yang mendapatkan semacam mukjizat dan rahmat dari Allah. Meskipun begitu, dengan jelas Al-Qur’an mengungkapkan bahwa mereka ditemani anjing, dan baik anjing dan manusia dalam hikayat itu mendapatkan mukjizat dan rahmat dari Allah—bahkan dihikayatkan anjing tersebut masuk surga. Sepertinya bertolak belakang untuk mendaku bahwa malaikat tidak menyertai Ashabul Kahfi karena mereka mempunyai anjing. Atau setidaknya akan sangat spekulatif untuk beranggapan orang yang sangat saleh dan diberkati yang disebutkan dalam Al-Qur’an itu tidak disertai malaikat karena mereka memiliki anjing.
3. Penting dicatat, hadits yang kita bahas ini membuat pengakuan terkait urusan keyakinan karena membicarakan hal seputar hadir atau tidaknya malaikat, sesuatu yang kita yakini sebagai mahluk gaib. Meskipun begitu, hadits ini oleh hampir semua sarjana Muslim dikelompokan ke dalam bagian hadits etika (adab), bagian hadits yang membahas hal ihwal etika dan perilaku sosial. Hadits yang dianggap sahih dalam urusan etika tidak serta-merta dianggap efektif dan meyakinkan untuk menerangkan hal-ihwal terkait akidah (keyakinan). Hadits terkait akidah biasanya diriwayatkan secara mutawatir (kumulatif di mana hampir semua periwayat hadits mengetahui hadits tersebut) dan karena itu memiliki tingkat otentisitas tinggi. Hadits terkait etika, seperti hadits yang kita bahas, biasanya diriwayatkan secara ahad (satu jalur periwayatan hadits) dan memiliki tingkat kepercayaan/keaslian yang lebih rendah. Untuk meyakini malaikat masuk atau menjauhi sebuah hunian adalah urusan yang sangat serius dalam urusan keyakinan dan karena itu mestinya di kukuhkan oleh dalil Qur’an atau hadits yang mutawatir (hadits yang memiliki level keaslian yang paling tinggi). Hadis memalui jalur periwayatan tunggal (ahad), tidak bisa dijadikan sadaran untuk menolak atau menerima hal-ihwal terkait ruang alam gaib dunia malaikat dan sejenisnya.
4. Karena itu haruslah diketahui bahwa jika hadits dengan jalur periwayatan tunggal (ahad) dikatakan sahih (asli) dalam Kitab Bukhari atau Muslim atau kitab lain, itu artinya dalam pandangan mereka hadits tersebut memiliki kemungkinan 51% berasal dari Nabi. Kemungkinan 51% asli tidaklah cukup dijadikan sandaran untuk urusan keyakinan, seperti keyakinan tentang malaikat akan kadir atau lari dari rumah yang ada anjingnya. Hadits serupa yang bersifat merendahkan status anjing, anti-gambar dan anti-wanita banyak berasal dari Abu Hurairah. Apakah Abu Hurairah benar-benar menarasikan hadits ini atau tidak adalah sebuah pertanyaan besar di kalangan para sarjana. Tapi hampir dalam semua kasus, para sarjana Usul Fiqh (jurisprudensi) mengetahui jenis hadits seperti ini, yaitu hadits yang membicarakan gambar, perempuan, gambar atau anjing, haruslah dibaca dengan hati-hati dan tidak bisa serta merta dikutip dan dianggap menjadi landasan kebenaran dan fakta atau dianggap sebagai penanda kehendak Allah, tanpa analisa dan refleksi yang hati-hati.
5. Sebagaimana sudah disampaikan di karya lain, anjing adalah bagian dari urusan simbolik yang penting di dalam sejarah. Di satu sisi, anjing digambarkan sebagai mahluk dengan loyalitas tinggi, bisa dipercaya dan setia. Di lain sisi, anjing dianggap sebagai sumber wabah penyakit ganas seperti rabies dan juga digunakan oleh penguasa lalim untuk memburu dan menyiksa lawan politik atau siapapun yang dianggap tersesat atau zindik. Kita mengetahui, sebagai contoh, bukan hanya di dunia Islam tapi di dunia abad pertengahan secara umum, anjing telah menginspirasi lahirnya banyak karya sastra tapi juga digambarkan pula dalam karaya-karya tersebut sebagai sumber penyakit, kematian, azab dan penderitaan. Di masa Kekaisaran Romawi, Umayah dan Abbasiah, pelarian politik, setelah dieksekusi, jasad mereka akan digantung bersamaan dengan anjing yang dibunuh. Hal itu mensiratkan hinaan atas jasad lawan politik, sekaligus mengukuhkan kuasa dan dominasi atas keluarga, klan dan suku lawan politik yang dieksekusi. Uniknya, salah satu suku yang awalnya mendukung Umayah tapi kemudian memberontak terhadap mereka dan mendukung Abbasiah umum diketahui sebagai Suku Kelb (Anjing). Pesan penting yang ingin disampaikan disini, anjing digambarkan secara simbolis dalam narasi dunia sosial dan politik. Karena itu, ketika kita mendapatkan hadits di mana Abu Hurairah mendaku bahwa Nabi mengakatan Malaikat tidak akan masuk ke dalam hunian/rumah yang ada anjing atau gambarnya, kita memiliki kewajiban untuk menelisik kondisi sejarah yang mungin telah menyebabkan riwayat itu muncul atau dimunculkan ke permukaan. Menariknya, meskipun para ulama terdahulu mengetahui adanya hadits tersebut, mereka tidak pernah menjadikannya sandaran untuk urusan teologi dan keyakinan sampai zaman modern. Kemunculan narasi ini di zaman modern sebagain besar karena pengaruh Wahhabisme yang tidak membedakan antara hadits tunggal dan hadist kumulatif (mutawatir) dan tidak pula membedakan kekuatan dan keaslian hadits tersebut dalam mendiskusikan hal-ihwal terkait keyakinan.
Sungguh sebuah kesedihan yang mendalam ketika melihat umat Islam zaman sekarang terus saja meyakini hadits yang jelas-jelas tidak masuk akal dan bertolak belakang dengan sumber yang lebih tinggi (Al-Qur’an), sebagaimana hadits yang sedang kita diskusikan Kita bisa mengajukan pertanyaan sederhana: kenapa malaikat tidak akan hadir di dalam rumah yang memiliki anjing? Kenapa mengecualikan anjing dari kecoa, kutu busuk atau lalat? Tak diragukan lagi, bahkan menurut kalangan Wahhabi, umat Islam boleh memiliki anjing untuk perlindungan atau berburu. Aneh kalau kita harus percaya bahwa malaikat akan kabur dan menjauh dari rumah yang dijaga anjing (perlindungan) atau karena ada anjing pemburu tinggal di balik atap rumah kita? Bahkan sebagian besar ulama Wahhabi tidak akan berani mengeluarkan fatwa bahwa malaikat akan lari dan tidak akan berani masuk pada rumah yang tergantung di dalamnya foto keluarga Raja Saudi atau foto presiden—sebagaimana dinarasikan dalam hadits: anjing dan gambar. Lebih gila lagi, berdasarkan hadits ini mestinya malaikat lari jauh dari planet bumi karena planet ini memiliki gambar dan ajing dimana-mana. Apakah kita harus percaya malaikat akan kabur dari planet bumi karena terlalu banyak foto selfie dan gambar di Facebook?
7. Sebagaimana anda tahu, anjing adalah salah satu ciptaan Allah yang paling indah dan mengagumkan. Kita diajarkan sebuah hikayat tentang perempuan pelacur yang diampuni seluruh dosanya karena menyelamatkan hidup seekor anjing kurap. Kita juga diajarkan hikayat tentang Ashabul Kahfi yang penuh mukjizat dari Allah dan diberkati meskipun mereka selalu ditemani anjing yang setia dan baik. Lantas kepanapa binatang yang indah, setia dan cerdas ini menjadi penyebab enggan atau larinya malaikat? Kita berharap setiap Muslim memakai hati dan akalnya sebelum mereka menghujat dan memfitnah agama Islam yang luhung yang kebenarannya datang dari Tuhan yang penuh dengan rahmat, welas-asih dan keindahan. Saya yakin anda setuju sepertinya bertentangan dengan semua sifat Tuhan itu untuk meyakini malaikat akan menjauhi satu tempat yang dihuni mahluk ciptaanNya, bahkan jika mahluk itu adalah tikus, kutu busuk lalat atau anjing. Saya sepenuhnya yakin munculnya narasi hadits ini terkait simbolisme kreatif dalam sejarah dan dalam konteks konflik dimasa lalu sebagaimana kita diskusikan di atas. Saya juga yakin Nabi tidak pernah mengucapkan hadits ini—juga hadits serupa yang merendahakan martabat perempuan. Tentu hanya Allah yang maha tahu dan semoga Ia mengampuni dosa kita atas kekhilafan.
Versi asli fatwa ada di tautan berikut https://www.searchforbeauty.org/2017/06/05/fatwa-on-hadith-regarding-angels-not-entering-homes-with-dogs-and-other-misconceptions/
*) Artikel ini pertama kali diterbitkan di blog http://ang-zen.com/