Kisah Imam Malik Benci Pelihara Anjing, Tapi Pengikutnya Malah Pelihara Anjing

Kisah Imam Malik Benci Pelihara Anjing, Tapi Pengikutnya Malah Pelihara Anjing

Ulama beda pendapat tentang hukum pelihara anjing. Sebagian mengharamkan, tapi tidak sedikut juga yang membolehkan.

Kisah Imam Malik Benci Pelihara Anjing, Tapi Pengikutnya Malah Pelihara Anjing

Hukum Islam ada dua macam: ada yang tetap (tsabit) dan ada yang berubah (taghayyur). Hukum Islam yang tetap biasanya berkaitan dengan ibadah mahdhah, ibadah yang tidak bisa dinalar alasan mengapa ibadah itu diciptakan. Sementara hukum yang berubah adalah hukum-hukum yang ditemukan penyebab dan alasannya, baik melalui nash ataupun penalaran yang didukung oleh teks. Perubahan hukum itu banyak ditemukan dalam masalah muamalah.

Sebab itu, jangan kaget bila ada ulama ataupun lembaga fatwa yang merevisi pendapat sebelumnya. Perubahan pendapat atau hukum sangat wajar dalam Islam, karena pandangan ulama terhadap suatu masalah sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial dan pengetahuan yang mereka miliki. Perubahan hukum itu bukan berati bentuk inkonsistensi, tetapi sebuah upaya untuk menyeleraskan agama dengan kondisi dan kebutuhan manusia.

Syekh Yusuf al-Qaradhawi menulis buku khusus tentang perihal ini. Dalam buku Mujibat Taghayyur Fatwa fi ‘Ashrina, diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Faktor-faktor pengubah fatwa, menjelaskan beberapa hal yang bisa mengubah pandangan atau fatwa yang dikelurkan ulama dan lembaga fatwa. Di antara yang bisa mengubah fatwa adalah perubahan tempat, waktu, kondisi, tradisi, pengetahuan, kebutuhan manusia, dan lain-lain.

Syekh Yusuf al-Qaradhawi mencontohkan dengan hukum pelihara anjing. Dahulu Imam Malik mengharamkan pelihara anjing. Bahkan beliau membecinya. Tetapi Abu Zaid al-Qairawani, pengikut Madzhab Maliki malah memeliharanya. Alasannya, menurut Syekh Al-Qaradhawi, karena perbedaan kebutuhan manusia. Pada masa Imam Malik, anjing belum terlalu dibutuhkan dan tidak diketahui fungsi dan manfaatnya untuk manusia. Tapi masa al-Qairawani, anjing dibutuhkan untuk menjaga rumah. Makanya, Abu Zaid al-Qairawani berkata, “Jika Imam Malik hidup pada masa sekarang, ia pasti menjadikan singa sebagai penjaga”.

“Bila kebutuhan berubah, hukum yang berdiri di atasnya pun juga harus berubah”, kata Syekh Yusuf al-Qaradhawi. Pernyataan ini bukan berati hukum mengikuti selera manusia. Tidak. Hukum bisa berubah karena tujuan dari hukum itu sendiri adalah untuk kemaslahatan manusia. Makanya, dalam pandangan Syekh Yusuf al-Qaradhawi, terkait hukum memilihara anjing pada masa sekarang tidak bisa disamakan dengan masa dulu, sebab konteks sosial dan kegunaannya berbeda.

Di Barat misalnya, anjing memiliki fungsi utama dalam kehidupan masyarakat, khususnya untuk orang yang sudah tua. Mereka memilihara anjing, selain untuk keamanan, juga sebagai teman hidup, biar hidup tidak sendirian. Apalagi mereka yang berusia tua, seringkali ditinggal anak dan cucunya. Karenanya, seorang mufti tidak tepat mengharamkan memelihara anjing bila konteks sosialnya masyarakat butuh anjing untuk keamanan dan menemani hidup mereka.