Akhir-akhir ini kita sering mendengar peristiwa kekerasan, bom bunuh diri, dan penyerangan terhadap kelompok agama lain. Itu dilakukan dengan dalih perjuangan di jalan Allah atau biasa didengungkan sebagai jihad fi al-sabilillah (di jalan Allah). Seiring dengan itu, kita juga sering mendengar pertanyaan-pertanyaan dari berbagai kalangan masyarakat apakah peristiwa tersebut benar-benar jihad di jalan Allah atau tidak?
Berbagai argumentasi dan cara pandang mencoba menjawab pertanyaan di atas, termasuk mencari legitimasi dari ayat-ayat al-qur’an dan hadist nabi muhammad SAW mengenai jihad. Salah satunya adalah Majlis ulama’ Indonesia (MUI) yang menjelaskan makna Jihad dalam menyikapi kasus bom bunuh diri yang dilakukan di berbagai daerah. Menurut MUI, bom bunuh diri yang mengatasnamakan jihad adalah tidak benar, karena bom bunuh diri itu kepentingan pribadi bukan operasi syahid (Amaliyah Istisyhadiyah)—yang benar-benar mencintai Allah SWT—. Mencintai Allah dalam al-quran berarti menjalankan semua nilai-nilai yang diperintahkan Allah dan meninggalkan nilai-nilai yang menjadi larangan Allah SWT. Nilai yang diperintahkan bukan melakukan kekerasan namun melakukan perdamaian termasuk mencintai sesama makhluk Allah, melindungi kaum rentan (wanita, orang tua, orang miskin, anak terlantar, orang cacat, dan masih banyak lagi kelompok rentan lainya yang membutuhkan perlindungan). Allah sendiri mencintai orang-orang yang berbuat baik dan membenci orang yang melakukan keresahan di tingkat masyarakat. “dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Ankabut [29]:69)
MUI juga mengeluarkan fatwa no. 3 tahun 2004 yang menjelaskan perbedaan jihad dan terorisme. Jihad diartikan segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya dan atau segala upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah. Kemudian pengertian terrorisme adalah semua tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya keamanan, perdamaian dunia serta kesejahteraan masyarakat. Dan tindakan teroris itu diharamkan oleh agama.
K. Husen juga menyikapi pemakaian kata jihad yang saat ini sering diartikan sebagai perang oleh sebagian masyarakat. K. Husen menulis beberapa argumentasi untuk meluruskan makna jihad itu sendiri. Menurutnya, makna jihad bukanlah perang, namun ada beberapa kategori jihad yang sebenarnya memang harus dijalani oleh orang-orang Islam. Beliau mengutip kitab I’anatu al-Thalibin (Syarah Fath al-Mu’in). Dalam kitab tersebut djelaskan bahwa bentuk jihad itu ada empat macam: pertama, jihad dalam rangka penegasan keberadaan Allah (Isthbatu wujudillah), yaitu dilakukan dengan cara berdzikir, wirid, takbir dan termasuk menggelorakan azdan. Kedua, Jihad dalam rangka menegakkan syari’at Allah (Iqamatu syari’atillah) yang berarti mempunyai makna sungguh-sungguh, yaitu dengan melakukan sholat lima waktu, membayar zakat, melaksanakan puasa, dan termasuk menunaikan ibadah haji. Ketiga, jihad dalam makna perang di jalan Allah (al-qital fi sabilillah). Jihad ini diartikan bahwa ketika ada komunitas yang memusuhi kita dan merebut hak-hak kita, menindas kita, dengan cara yang tidak dibenarkan oleh agama, maka diperkenankan untuk berperang. Namun tentunya dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT. Aturan itu disebutkan oleh Rasulullah, yaitu tidak boleh membunuh wanita, anak-anak, orang tua, hewan dan merusak tumbuhan atau tempat ibadah. Keempat, jihad mencegah kemudlaratan dengan memenuhi kebutuhan orang, baik itu orang Islam maupun orang kafir dhzimmi.
Didin Hafiudhuddin juga memberikan argumentasi mengenai makna jihad. Menurutnya jihad itu merupakan ruh yang menghidupkan dan menggerakkan kehidupan orang muslim (Republika, 24 April 2011). Tanpa ruh jihad orang muslim tidak akan mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupanya, baik pribadi, keluarga, maupun kehidupan masyarakat dan bangsa. Jihad merupakan ubun-ubun (zirwatus-sanaami) yang menentukan kehidupan dan kematian seseorang.
Masih menurut Didin, bahwa secara bahasa pun jihad mempunyai makna sungguh-sungguh dan konsisten di dalam melaksanakan kebaikan yang merupakan perintah Allah dan sungguh-sungguh dalam meninggalkan keburukan yang dilarang oleh Allah. Maka dalam kesimpulanya tanpa adanya ruh jihad, tidak mungkin seseorang secara konsisten dapat melaksanakan perintahnya seperti shalat lima waktu dengan khusuk, ikhlas dan tepat waktu. Tanpa ruh jihad, tidak mungkin seseorang bisa mengorbankan sebagian dari waktu tidurnya di malam hari untuk kemudian bersungguh-sungguh dalam melakukan qiyaamullail (Shalat tahajud). Tanpa ruh jihad, tidak mungkin seseorang mampu mengeluarkan sebagian dari harta yang dimilikinya dalam bentuk zakat atau infak.
Dari beberapa argumentasi yang dijelaskan di atas, jihad dikontekskan pada tindakan kongkrit yang dilakukan secara sungguh-sungguh dengan mengorbankan segala sesuatu untuk mendapatkan keridaan Allah. Tidak ada satupun yang mengajak dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu diluar jalan Allah SWT. Jalan menuju keridaan Allah cukup banyak termasuk menjaga kerukunan, dan perdamaian antar manusia, melindungi kelompok marginal dan kelompok rentan.
Konteks Indonesia
Dalam konteks Indonesia, dengan kondisi masyarakat yang saat ini terlihat mudah terprovokasi, masyarakat yang merasa tidak aman karena berbagai teror di berbagai wilayah, hingga konflik antar masyarakat yang menimbulkan tercerai-berainya tatanan sosial di tingkat masyarakat. Maka menurut hemat saya situasi inilah yang membutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh (jihad) dari semua pihak untuk membangun dan menjaga kerukunan masyarakat. Siapa yang menolak kerukunan dan perdamaian? Pasti jawabanya tidak ada. Karena pada hakikatnya konsep kerukuanan dan perdamaian adalah keinginan masyarakat dari golongan apapun.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa upaya membangun kerukunan dan kedamaian dengan segala sesuatu yang telah dikorbankan merupakan ruh jihad. Upaya itu juga berarti menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Begitu sebaliknya, upaya apapun yang merugikan dan membuat keresahan masyarakat itu berarti bukan jihad. Karena kita tahu bahwa bangsa Indonesia terbentuk dari berbagai suku, agama, dan bahasa. Artinya sesuai dengan firman Allah bahwa keberbedaan merupakan upaya untuk saling mengenal satu diantara yang lain “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bansa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al-Hujarat; 13)