Banyak hal menarik yang (kembali) hadir di ruang media mengenai ragam fenomena atau peristiwa menyangkut Mahfud MD, terutama ketika dirinya telah resmi dideklarasikan sebagai Bacawapres Ganjar Pranowo untuk Pemilu 2024.
Satu yang mungkin menarik bagi saya adalah pengakuan Mahfud tentang anaknya. Katanya, salah seorang anak Mahfud MD, dokter Vina, sempat dianggap golongan kurang mampu sehingga mendapat subsidi pisang dan susu dari dosennya sewaktu menempuh pendidikan tinggi.
Cerita tersebut (kembali) dipertegas oleh Mahfud sendiri di Gedung Arsip Nasional ketika deklarasi Bacapres & Bacawapres, Rabu (18/08/2023) malam.
Poin yang ingin disampaikan sebetulnya adalah tentang teladan orang tua yang tidak ingin anaknya mendapat privilis karena nama besar bapaknya sebagai seorang Ketua Mahkamah Konstitusi atau MK (2008-2013).
Walaupun itu adalah tauladan yang lumrah bagi masyarakat yang mengedepankan kerendah-hatian, namun cerita itu tentulah potensial dikaitkan dengan situasi mutakhir ketika di saat yang sama publik sedang menyoroti putusan MK dan kaitannya dengan politik domestik Presiden Jokowi.
Di media sosial, fragmen tersebut merupakan salah satu bagian yang paling disorot sehingga netizen beramai-ramai mereproduksi cerita tersebut dengan beragam bentuk konten.
Produk dalam Negeri
Selain cerita tentang parenting yang mendapat pujian banyak orang, sosok Mahfud MD juga secara masif (di)hadir(kan) di media sosial sebagai seorang intelektual dalam negeri.
Mengawali karir pendidikan dari balik bilik pesantren Al-Mardhiyyah Madura, Mahfud MD rupanya dikenal sebagai orang yang, dalam istilah anak zaman ini, ambis abis.
Dua gelar sarjana dia dapatkan dari dua kampus mentereng di Yogyakarta: Hukum Tata Negara UII dan Sastra Arab UGM. Dari dua kampus itu pula Mahfud MD menggebet gelar master (UGM), doktor (UGM), dan profesor di bidang hukum tata negara (UII).
“Dipaksa” Menhan
Yang menarik adalah Mahfud MD ternyata pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan di era Presiden Abdurrahman Wahid.
Informasi ini tentu saja mudah saja ditemui di Wikipedia, tetapi barangkali tidak banyak yang tahu bahwa di balik itu ada cerita yang lumayan menyesarakan, menyesengrakan, menyengsengsarakan. Bingung kan bacanya?
Begitulah kira-kira situasi Pak Mahfud ketika ditunjuk Gus Dur sebagai Menhan. Mahfud merasa dirinya tidak pernah memiliki pengalaman di bidang militer sehingga kurang pas jika dia menduduki jabatan Menhan.
Singkat cerita, Pak Mahfud menolak tawaran Gus Dur. Sebagai gantinya, Mahfud MD menawarkan diri untuk membantu di bidang yang memang ia tekuni.
Saat itu posisi yang relevan dengan rekam jejak Mahfud MD adalah Menteri Hukum atau Sekretaris Kabinet.
Yang lebih menariknya lagi, Gus Dur menolak penolakan Mahfud.
“Lhoh, Pak Mahfud kan profesor, masak jadi Menteri Pertahanan gak bisa. Saya aja jadi presiden bisa, padahal tidak punya pengalaman sebagai presiden,” kata Gus Dur seperti dikenang Mahfud.
Alhasil, jadilah Pak Mahfud sebagai Menhan di era Gus Dur.
Meski tidak berlangsung lama, sesingkat jabatan Gus Dur, Pak Mahfud paling tidak telah belajar banyak sehingga makin memantapkan pertahanan dirinya ke depan untuk berlabuh di jalur pemerintahan, seperti ketika menjadi Anggota hingga Ketua Badan Legislatif DPR RI, Ketua MK, Menko Polhukam, dan kini sedang menjajaki peruntungan sebagai Cawapres yang semoga tidak ME-NYENG-SA-RA-KAN, menyengsengsarakan rakyatnya …