Berdzikir termasuk hal yang dianjurkan dilakukan oleh setiap Muslim. Berdzikir menggunakan alat tasbih juga termasuk hal yang sunah dilakukan, sebagaimana fatwa Syekh Ali Jum’ah, ulama Mesir berikut ini.
Namun di sisi lain, Nabi juga pernah bersabda, “Bertasbih, tahlil, dan takdislah menggunakan jari, karena jari itu akan ditanyai dan diminta berbicara. Janganlah Anda lalai sehingga tak akan mendapat rahmat Allah” (HR Abu Daud dan al-Tirmidzi). Jika demikian, manakah yang lebih utama, menggunakan jari atau kayu tasbih saat berzikir?
Dalam kitab Tuḥfah al-Futūḥāt wa al-Adzwāq, Syekh Abu Bakar al-Bunani, mengutip pendapat Imam al-Sahili, menjelaskan pertanyaan tersebut demikian.
إن العقد بالأنامل إنما يتيسر في الأذكار القليلة من المائة فدون. أما أهل الأوراد الكثيرة والأذكار المتصلة فلو عدوا بأصابعهم لدخلهم الغلط واستولى عليهم الشغل بالأصابع.
“Menghitung dzikiran yang dibaca dengan menggunakan jari itu memang mudah dilakukan terkait dzikir yang jumlahnya sedikit, seperti seratus atau kurang. Sementara itu, ahli wirid yang membaca dzikiran dalam jumlah banyak dan dilakukan secara terus-menerus itu akan mengalami kesulitan dalam menghitung. Mereka bisa lupa jumlah bilangan dzikiran yang dibaca dan fokus pada jari.”
Dari keterangan di atas, berdzikir menggunakan jari itu memang dianjurkan bila dzikir atau wiridan yang dibaca itu tidak lebih dari 100. Misalnya, dzikir setelah shalat rawatib yang biasanya hanya berjumlah 33 kali. Apabila bilangan dzikir itu lebih dari seratus, maka lebih baik gunakanlah alat tasbih, karena keduanya termasuk sunah dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Selengkapnya, klik di sini