Allah Swt. menciptakan manusia dengan fitrahnya sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan. Setiap orang tidak dapat lepas dari kehidupan sosial yakni membutuhkan peran dan bantuan dari orang lain. Kehadiran orang lain dalam hidup kita merupakan suatu keniscayaan, supaya kehidupan yang kita jalani dapat berjalan dengan normal.
Allah Swt. pun memerintahkan kita supaya bersosialiasi dengan orang lain, sebagaimana dalam Al-Qur’an setidaknya kita diperintahkan untuk saling mengenal antar sesama manusia, sekalipun berbeda bangsa atau pun suku [Lihat Q.s. Al-Hujurat ayat 13]. Dengan adanya hubungan saling mengenal diharapkan adanya muncul kepedulian untuk saling menolong dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Swt. sehingga dapat bersama-sama meraih rida Allah Swt.
Hubungan perkenalan yang telah dijalin dalam waktu yang lama dan sering adanya komunikasi serta kerja sama dalam hal-hal tertentu memunculkan suatu hubungan yang dikenal dengan istilah persahabatan. Persahabatan menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Persahabatan merupakan bagian pokok dalam hubungan sosial.
Penyair Arab berkata, “Sahabat, oh Sahabat. Seseorang yang tidak memiliki sahabat laksana prajurit perang yang maju ke medan perang, tapi ia tidak memiliki pasukan yang menyertainya.”
Dalam syair tersebut diibaratkan orang yang tidak memiliki sahabat seperti seorang prajurit yang maju ke medan perang tanpa memiliki kawan yang menyertainya, artinya ia pasti akan kalah, atau paling tidak dia akan kewalahan dalam menghadapi peperangan. Dalam kehidupan ini pun demikian, seseorang yang tidak memiliki sahabat sudah tentu ia akan berpotensi gagal dalam menjalani kehidupan.
Namun tidak semua orang berhak atau layak dijadikan teman atau sahabat, oleh sebab itu kita harus memilih siapa saja yang memang benar-benar patut dijadikan sahabat. Orang yang hendak dijadikan sahabat harus memiliki sifat-sifat yang dapat menyampaikan kita kepada tujuan persahabatan yakni saling menolong dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Swt.
Nabi Muhammad Saw. pun telah mewanti-wanti dalam sabdanya
المرء على دينِ خليلِه، فلينظُرْ أحدُكم من يُخالِلْ
“Seseorang itu bersama pada agama sahabat dekatnya, maka hendaklah kalian memperhatikan siapa yang akan menjadi temannya.”
Ibnu Qudamah dalam Minhajul Abidin menjelaskan bahwa secara umum agar hubungan persahabatan dapat berjalan dengan baik, maka orang yang hendak dijadikan sahabat harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
Pertama, orang yang pandai. Kepandaian merupakan modal pokok untuk menjalin suatu hubungan, sebab tidak ada kebaikan berhubungan dengan orang yang bodok, kecuali sedikit saja. Boleh jadi, orang yang bodoh itu ingin memberikan manfaat kepada temannya, tapi justru malah mudarat yang diterima oleh temannya.
Kedua, orang yang baik akhlaknya. Akhlak yang baik merupakan keharusan, sebab betapa banyak orang yang berakal, namun dirinya lebih sering dikuasai oleh amarah dan nafsunya, lalu dia tunduk kepada nafsunya sehingga tidak ada manfaat bergaul dengan orang seperti itu.
Ketiga, bukan orang fasik atau ahli maksiat. Orang yang fasik tidak pernah merasa takut kepada Allah Swt, maka orang seperti itu sulit dipercaya, dan orang lain yang bergaul dengannya tidak akan aman dari tipu dayanya.
Keempat, bukan orang yang ahli bid’ah. Ahli bid’ah yang dimaksud ialah orang-orang yang memiliki keyakinan atau pemahaman yang menyimpang dari ajaran Islam, misalnya dia wal sejarah peradaban Islam muncul kelompok Khawarij dan Muktazilah. Bergaul dengan orang-orang yang sesat dalam pemikiran dan pemahaman agamanya dapat membahayakan keimanan. Namun, dalam konteks sekarang, berteman dengan orang seperti itu bisa dilakukan untuk diskusi.
Kelima, orang yang tidak tamak terhadap duniawi. Tamak terhadap perkara duniawi merupakan pangkal dari segala keburukan, oleh sebab itu bersahabat dengan orang yang tamak terhadap dunia sama saja mendekatkan diri dengan sumber munculnya keburukan.
Salah satu nasehat Amirul Mukminin Umar bin Khathab berikut ini, selayaknya juga kita renungkan untuk memilih dan memilah orang yang hendak kita jadikan sahabat.
Sayyidina Umar bin Khathab pernah berkata, “Hendaklah kalian mencari sahabat-sahabat yang jujur, niscaya kalian akan hidup aman dalam perlindungannya. Sahabat yang jujur merupakan hiasan pada saat gembira dan hiburan pada saat bersedih. Simpanlah urusan saudara kalian pada tempat yang terbaik, hingga dia datang kepada kalian untuk mengambil sesuatu yang dititipkannya kepada kalian. Hindarilah musuhmu dan berwaspadalah terhadap temanmu kecuali mereka yang dapat dipercaya. Ingatlah, tidak ada orang yang dapat dipercaya kecuali orang-orang yang takut kepada Allah, maka janganlah kalian bersahabat dengan orang yang fasik, karena bisa jadi kalian akan meniru kefasikannya. Janganlah bocorkan rahasia kalian kepada mereka yang fasik. Dan mintalah pendapat atau nasehat dalam menghadapi masalah hanya kepada orang-orang yang bertakwa takut kepada Allah Swt.” (AN)