Kelompok agama konservatif di mana-mana sama saja cara berpikir dan tindakannya. Mereka merasa nilai-nilai dan norma-norma keagamaan harus menguasai semua wilayah non-agama, termasuk politik. Padahal nilai dan norma agama itu hanyalah salah satu saja dari sekian banyak nilai dan norma yang ada di masyarakat. Tetapi kelompok konservatif agama selalu ingin menangnya sendiri, arogan, dan intoleran, tidak mau berdialog dan berbagi dengan nilai-nilai dan norma-norma diluar agama karena mereka selalu merasa dirinya paling benar, paling suci, dan ujung-ujungnya merasa diri paling berhak menguasai alam-semesta dan segala isinya.
Padahal kebenaran, kesucian, atau kesakralan sejatinya hanyalah sebuah klaim manusia dan tafsir subyektif semata karena diluar Tuhan, semuanya adalah “profan” dan “sekuler”. Politik adalah salah satu ranah “profan” dan “sekuler” itu. Tetapi oleh kelompok agama konservatif tadi, politik yang profan dan sekuler itu harus “disakralkan” dan “diagamakan”. Ini tentu sebuah cara-berpikir yang kacau-balau, meskipun barangkali maksud mereka itu baik (misalnya, supaya pemerintah itu lebih “bermoral” ho ho ho) tetapi bisa menghasilkan produk pemikiran dan tindakan yang kontraproduktif dan berlawanan dengan norma & nilai keagamaan itu sendiri.
Lebih parah lagi, karena terlalu “terbuai” dengan agama, mereka kadang-kadang berpikir dan bertindak yang mengabaikan akal-sehat dan fakta-fakta empiris kemajemukan dan kemajuan. Tindakan kelompok Kristen konservatif di Amerika yang menolak Barack Obama karena “dianggap” Muslim, sama unyunya dengan kelompok Muslim konservatif di Jakarta yang menolak Ahok karena dianggap kafir. Padahal Obama itu Kristen dan Ahok itu jelas bukan kafir. Dan dunia politik, harus diingat, tidak ada urusannya dengan dunia Islam-Kristen…