Satu hal yang cukup menarik dari aksi Rasmus Paludan adalah inisiatifnya untuk meminta izin polisi setempat sebelum membakar seberkas lembaran yang dianggap sebagai Al-Quran.
Yang lebih rada-rada adalah polisi ternyata memberi izin dan bahkan ikut menjaga secara ketat aksi Paludan di depan sebuah masjid dan kedutaan besar Turki di Copenhagen, pada hari Jumat (27/1) lalu. Ini seturut dengan pemerintah Turki yang tak kunjung menyetujui Swedia menjadi anggota NATO.
Paludan lalu mengancam akan terus membakar salinan Al-Quran setiap hari Jumat hingga Swedia menjadi anggota NATO.
Betapapun, Paludan memiliki kesadaran hukum yang cukup baik. Dia bahkan merasa perlu untuk membuat partai (Starm Kurs) hingga menjadi politikus terlebih dahulu sebelum melakukan aksi kontroversial cum provokatifnya.
Sebelumnya, Paludan ditengarai telah lima kali membakar lembaran Al-Quran dengan tujuan politis yang berbeda-beda.
Aksi protes terhadap Paludan pun kini semakin mengglobal. Bahkan, gelombang kecaman terhadap Paludan bukan saja datang dari mereka yang mengimani Al-Quran, tetapi juga dari dari dua saudara tua umat Muslim, Yahudi dan Kristen.
Ketua Departemen Sinode untuk Hubungan Gereja Rusia dengan Masyarakat dan Media Massa, Vladimir Legoyda menyebut Paludan telah melanggar batas kemanusiaan.
“Batas kemanusiaan tidak bisa dilanggar, dan kesucian agama tidak bisa dilukai dalam perjuangan politik,” kata Legoyda dikutip dari TASS.
Serupa dengan itu, Komunitas Yahudi di Turki juga mengutuk keras tindakan Paludan yang disebut sebagai “teror agama”.
“Kami mengutuk keras Rasmus Paludan dan orang-orang yang mengizinkannya membakar Al-Quran. Ini adalah kejahatan kebencian, tindakan teror agama. Kita semua harus menghormati keyakinan dan budaya masing-masing,” demikian bunyi keterangan komunitas.
Termasuk dalam hal ini adalah pemerintah Swedia sendiri. Perdana Menteri Ulf Kristersson ikut mengutuk pembakaran Al-Quran yang disebutnya sebagai tindakan sangat tidak sopan.
Meskipun demikian, Swedia rupanya tak bisa memproses Paludan di jalur hukum. Alasannya, itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi.
“Kebebasan berekspresi adalah bagian mendasar dari demokrasi. Tapi yang legal belum tentu sesuai. Membakar buku-buku suci bagi banyak orang adalah tindakan yang sangat tidak sopan,” ujar Kristersson.
Ia menambahkan, “Saya ingin mengungkapkan simpati saya untuk semua Muslim yang tersinggung dengan apa yang terjadi di Stockholm hari ini.”
Jadi, buat kalian yang punya masalah kejiwaan sebaiknya jangan coba-coba jadi politisi deh. Beneran.
Selain nyusahin warga dunia, aksi setamsil Rasmus Paludan itu juga tidak ramah lingkungan ketika orang berusaha menghemat kertas (paperless), dia malah bakar-bakar.
Tapi yah, begitulah kelakuan politisi kalau suka minum teh pucuk sampai ulet-uletnya …