Manusia itu bersaudara, meski di antara mereka berbeda suku, bangsa, bahasa atau agama yang dianutnya. Oleh karena bersaudara maka idealnya seperti satu tubuh yang apabila satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh yang lain turut merasakannya.
Idealnya dalam bersaudara itu ada saling mengenal, saling mengerti, tolong menolong dalam kebajikan dan bersatu padu dalam meraih kemaslahatan hidup bersama. Sebaliknya, bukanlah bersaudara jika di antara manusia itu saling menyakiti, saling merugikan, dan apalagi saling menumpahkan darah. Perbedaan yang ditakdirkan tidak selayaknya menjadi sebab putusnya rasa persaudaraan antar umat manusia.
Khususnya umat Islam bahkan tidak dilarang atau dianjurkan untuk bersikap baik dan berbuat adil kepada non muslim, bahkan juga kepada orang-orang musyrik (mereka yang menyekutukan Allah), sepanjang mereka tidak memerangi dan mengusir orang-orang Islam dari kediaman mereka. Yang terlarang bagi umat Islam adalah bergaul erat karena lebih mencintai setiap orang yang menyakiti dan memerangi kaum muslimin.
Tentu saja Islam adalah agama yang mengokohkan hubungan persaudaraan, baik karena kesatuan unsur nasab, suku, daerah, agama dan sebagainya. Maka seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Orang-orang yang beriman itu saudara. Orang-orang Islam itu umat yang satu. Yang demikian ini jelas bukan dalam ajaran Islam saja, tetapi juga merupakan tabiat setiap pemeluk agama dan penganut suatu keyakinan.
Namun demikian, perlu diketahui–lebih-lebih oleh umat Islam–bahwa keragaman persaudaraan itu telah diperkenalkan oleh Islam yaitu persaudaraan yang lebih luas dari persaudaraan karena seagama (al-ukhuwwah al-diniyyah), yakni pesaudaraan sebangsa setanah air (al-ukhuwwah al-wathaniyyah), dan persaudaraan sesama manusia (al-ukhuwwah al-insaniyyah).
Al-Qur’an dengan jelas menempatkan persaudaraan sesama muslim sebagai persaudaraan yang cakupannya lebih sempit dibanding persaudaraan dalam satu bangsa atau persaudaraan antar manusia. Di antaranya firman Allah,
إذ قال لهم أخوهم هود ألا تتقون (الشعراء : ١٢٤)
كذبت قوم لوط المرسلين إذ قال لهم أخوهم لوط ألا تتقون (الشعراء : ١٦٠- ١٦١)
Dan tentang kaum Tsamud Allah juga berfirman,
إذ قال لهم أخوهم صالح ألا تتقون (الشعراء : ١٤٢)
Firman Allah di atas tegas menetapkan adanya persaudaraan sebangsa (ukhuwwah qaumiyyah) di antara para utusan Allah itu dengan kaumnya, bukan persaudaraan yang bersifat agama (ukhuwwah diniyyah). Allah menetapkan adanya persaudaraan di antara para Nabi itu dengan kaumnya, padahal kaumnya itu mendustakan mereka.
Oleh sebab itu, setiap umat Islam dan juga setiap non muslim, khususnya di Indonesia, perlu membuka diri untuk terlibat dalam persaudaraan sebangsa setanah air (al-ukhuwwah al-wathaniyyah) dan dalam persaudaraan sesama manusia (al-ukhuwwah al-insaniyyah).
Dengan perspektif seperti di atas, seorang muslim akan lebih banyak memiliki saudara dan tidak lagi ada yang menganggap bahwa non muslim adalah musuh besarnya, demikian pula sebaliknya. Persaudaraan dalam arti yang lebih luas ini sangatlah penting dalam upaya untuk mewujudkan kehidupan yang lebih adil, aman, damai dan sejahtera untuk bersama.