Kisah Umar Berdebat dan Bersepakat 1 Muharram sebagai Awal Tahun Baru islam

Kisah Umar Berdebat dan Bersepakat 1 Muharram sebagai Awal Tahun Baru islam

Umar berdiskusi tentang potensi Islam punya penanggalan tersendiri dan sempat berdebat dengan para sahabat Nabi

Kisah Umar Berdebat dan Bersepakat 1 Muharram sebagai Awal Tahun Baru islam
Ilustrasi: Screen Capture film Umar.

Penentuan 1 Muharram sebagai awal tahun baru bagi umat Islam  berdasarkan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah pada 622 Masehi.

Sedangkan penentuan 1 Muharram sebagai awal tahun hijriah dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab, tepatnya pada tahun ke-17 Hijriah—tanpa penanda tahun.

Dikutip dari buku Sejarah Pembentukan Kalender Hijriyah oleh Ahmad Sarwat, dikisahkan pada tahun-tahun itu, wilayah Islam sudah mulai meluas hingga ke Irak.

Sayyidina Umar sebagai khalifah waktu itu mendapatkan surat dari salah satu gubernurnya, yakni Abu Musa Al Asyi’ari tanpa nomor tahun dan tanggal.

Sayyidina Umar pun memanggil Abu Musa.

Abu Musa lantas cerita, ia kebingungan lantaran banyak surat yang datang kepadanya dan tanpa ada penanda tanggal yang jelas. Hingga ia bingung, mana surat baru dan mana surat lama.

Sayyidina Umar pun lantas bergerak cepat dan mengumpulkan para sahabat untuk merumuskan hal ini.

Setelah diskusi bersama para sahabat, Umar sepakat bahwa Islam harus memiliki standarisasi penanggalan demi menentukan penanda tahun yang digunakan umat Islam .

Lantas, perdebatan dimulai, kapan tahun pertama yang harus digunakan?

Para sahabat pun mengusulkan banyak tanggal penting dalam islam. Misalnya, ada yang mengusulkan tahun gajah, di mana waktu itu Nabi Muhammad lahir.

“Ada juga yang mengusulkan di tahun Nabi Wafat. Dan tidak sedikit yang mengusulkan di tahun nabi diangkat menjadi Rasul di mana wahyu pertama turun,” tulis Ahmad Sarwat.

Lalu, ada opsi untuk menjadikan penanda hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah sebagai penanda tahun Islam. Usulan itu berasal dari Sayyidina Usman dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Dari beberapa pilihan itu, akhirnya Sayyidina Umar memutuskan dan disepakati memakai waktu hijrahnya Nabi sebagai awal tahun baru Islam.

Untuk perputaran tahun, disepakati menggunaan penanda perputaran waktu bulan (Al-Qomari) sebagaimana sudah dipraktekkan bangsa Arab sejak ratusan tahun yang lalu.

Apa Alasan Memilih Waktu Hijrah Nabi?

Sayyidina Umar waktu itu memilih waktu hijrah Nabi Muhammad lantaran para sahabat juga masih berselisih soal waktu kapan tepatnya Nabi Lahir, serta wahyu turun.

Hal ini lantaran, dalam tradisi Arab, penanda waktu adalah peristiwa, bukan tanggal.

Misalnya, kelahiran Nabi awalnya disebut bertepatan dengan tahun gajah karena ada peristiwa penyerangan Ka’bah waktu itu oleh Abrahah, seorang raja yang ingin menguasai Ka’bah, tanpa ada embel-embel tanggal ataupun tahun.

Sedangkan pilihan untuk tidak menjadikan waktu kematian Nabi Muhammad karena menurut Sayyidina Umar, itu merupakan tahun penuh kesedihan bagi umat Islam.

“Akhirnya beliau memilih tahun hijriah, selain karena jelas waktunya, hijrah dianggap pembeda antara haqq dan bathil. Dan menjadi tonggak awal kejayaan umat Islam setelah sebelumnya hanya berdakwah sembunyi-sembunyi,” kata Ahmad Sarwat.

Setelah urusan tahun, maka para sahabat pun diskusi tentang awal mula tanggal hijriah.

Sebab, hijrah Nabi sendiri sebenarnya bukan di Muharram, tapi di Rabiul Awwal.

Sayyidina Umar berpendapat, meskipun hijrah terjadi di Rabiul Awal, tapi permulaan Hijrah Nabi justru terjadi di bulan Muharram.

Tepatnya di penghujung Zulhijah ketika para sahabat membaiat Nabi Muhammad, sedangkan bulan setelahnya adalah Muharram, awal mula hijrah terjadi.

Akhirnya diputuskan, 1 Muharram jadi tanggal awal tahun baru bagi umat Islam.

Itulah sejarah 1 Muharram sebagai penanda awal tahun baru Islam. Dicetuskan di zaman Sahabat Sayyidina Umar bin Khatab sebagai penanda tahun Islam.