Kisah Seorang Pengkhianat yang Menjual Agamanya Demi Kebahagiaan Dunia

Kisah Seorang Pengkhianat yang Menjual Agamanya Demi Kebahagiaan Dunia

Aku tidak menjual agamaku dengan harga dunia. Jika Anda memiliki kuasa memenggal kepalaku, maka sesungguhnya Anda tidak punya kuasa untuk memotong keimananku.
-Dikutip dari Syarh Usfuriyah-

Kisah Seorang Pengkhianat yang Menjual Agamanya Demi Kebahagiaan Dunia

Alkisah, pada suatu masa, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengutus para sahabat ke tanah Roma untuk berperang. Akan tetapi di medan pertempuran, para sahabat tersebut kalah dan 20 kelompok dari mereka ditawan.

Kaisar Roma kemudian memerintahkan seorang sahabat dari mereka masuk ke agamanya untuk menyembah berhala. Kepada salah seorang sahabat, Kaisar berkata, “Apabila kamu mau masuk ke dalam agamaku dan bersujud kepada berhala, maka aku akan menjadikanmu pemimpin di kota besar, dan aku akan memberimu bendera pemerintahan, harta, gelas emas, dan wewenang. Tetapi apabila kamu tidak masuk ke dalam agamaku, maka aku akan membunuhmu dan memenggal kepalamu.

Sahabat itu pun lalu menjawab, “Aku tidak akan menjual agamaku dengan harga dunia.

Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Abu Bakar al-Ushfury dalam Syarh Mawa’idz al-Ushfuriyah, ketika Kaisar mendengar jawaban tersebut, dia pun langsung memberi perintah untuk membunuh sahabat tersebut. Ia lalu dibunuh di lapangan dengan dipenggal kepalanya. Sesaat setelah kepalanya terputus, kepala tersebut menggelinding memutari lapangan sebanyak tiga kali. Kepala yang terpenggal itu pun kemudian membaca ayat 27-30 surah al-Fajr:

يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفۡسُ ٱلۡمُطۡمَئِنَّةُ ٢٧ ٱرۡجِعِيٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةٗ مَّرۡضِيَّةٗ ٢٨ فَٱدۡخُلِي فِي عِبَٰدِي ٢٩ وَٱدۡخُلِي جَنَّتِي ٣٠

Artinya; Hai jiwa yang tenang (27) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya (28) Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba- Ku (29) dan masuklah ke dalam surga (30)

Melihat kejadian tersebut, Kaisar pun sangat marah. Dia kemudian kembali memerintahkan prajuritnya untuk mendatangkan sahabat yang kedua.

Kepada sahabat yang kedua, sang Kaisar pun berkata, “Masuklah ke dalam agamaku! Aku akan menjadikanmu seorang kepala di kota ini. Jika kamu tidak mau maka aku akan memenggal kepalamu sebagaimana kepala temanmu yang telah aku penggal.

Sahabat kedua itu pun menjawab, “Aku tidak menjual agamaku dengan harga dunia. Jika Anda memiliki kuasa memenggal kepalaku, maka sesungguhnya Anda tidak punya kuasa untuk memotong keimananku.

Mendengar perkataan tersebut, Kaisar pun semakin marah besar karena ancamannya tidak ada yang dipatuhi. Dia kemudian memberi perintah untuk memenggal kepala sahabat kedua tersebut. Setelah kepalanya terpenggal, kepala tersebut pun menggelinding tiga kali memutari lapangan, seperti kepala temannya, dan membaca ayat 21-23 surah al-Haqqah:

فَهُوَ فِي عِيشَةٖ رَّاضِيَةٖ ٢١ فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٖ ٢٢ قُطُوفُهَا دَانِيَةٞ ٢٣

Artinya: Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhoi (21) dalam surga yang tinggi (22) Buah-buahnya dekat (23).

Setelah membaca ayat tersebut, kepala tersebut berhenti di dekat kepala temannya yang pertama.

Melihat kejadian tersebut, Kaisar semakin tambah marah. Dia pun kembali memerintahkan prajuritnya untuk mendatangkan sahabat yang ketiga.

Kepada sahabat yang ketiga, Kaisar berkata, “Apa yang akan kamu katakan? Apakah kamu akan masuk ke dalam agamaku? Kalau mau, aku akan menjadikanmu pemimpin.

Ternyata, sahabat yang ketiga terbujuk dengan iming-iming kebahagiaan dunia. Ia pun berkata, “Aku masuk ke dalam agamamu dan memilih dunia daripada akhirat.

Mendengar jawaban yang berbeda dengan para pendahulunya, Kaisar pun berkata kepada patihnya, “Tulislah ia dalam daftar! Beri ia harta, gelas emas, dan bendera pemerintahan.

Mendapat perintah dari kaisar, ternyata si patih tidak langsung menulis namanya. Sang Patih justru berkata, “Wahai Kaisar! Bagaimana kita bisa memberinya kepercayaan kalau belum kita tes, apakah dia itu serius atau tidak. Wahai Kaisar! Katakan kepadanya, ‘Kalau kamu benar-benar serius dengan pernyataanmu, maka bunuhlah salah satu temanmu! Jika kamu melakukannya maka kami akan percaya dengan pernyataanmu.’”

Kemudian sahabat ketiga yang terlaknati itu membawa salah satu temannya. Dia pun membunuh temannya di depan Kaisar. Melihat kejadian tersebut, Kaisar memerintahkan patihnya untuk menulisnya dalam daftar.

Ternyata Patih pun masih mempunyai perasaan janggal. Dia pun kembali berkata kepada Kaisar, “Ini sungguh tidak masuk akal dan bukan keputusan yang bijaksana untuk mempercayai pernyataan dari sahabat yang ketiga. Ia saja tidak bisa menjaga hak temannya sendiri yang lahir dan tumbuh besar bersamanya. Lantas apakah ia nanti bisa menjaga hak kita?

Mendengar ucapan Patih, Kaisar langsung memerintahkan prajurit untuk membunuhnya dan memenggal kepalanya. Setelah dipenggal, kepala sahabat ketiga itu menggelinding memutari lapangan tiga kali dengan membaca ayat 19 surah az-Zumar:

أَفَمَنۡ حَقَّ عَلَيۡهِ كَلِمَةُ ٱلۡعَذَابِ أَفَأَنتَ تُنقِذُ مَن فِي ٱلنَّارِ

Artinya; Apakah (kamu hendak merubah nasib) orang-orang yang telah pasti ketentuan azab atasnya? Apakah kamu akan menyelamatkan orang yang berada dalam api neraka?

Ternyata penghianatan yang dilakukan oleh sahabat ketiga supaya mendapat kebahagiaan dunia dibanding para temannya yang terbunuh demi menjaga kemuliaan agama justru berbuah petaka.

Penghianatan karena terbujuk rayu mendapatkan kebahagiaan dunia sesaat dengan menggadaikan agamanya justru membuatnya sengsara, tidak mendapatkan apa-apa, dan justru mendapatkan azab dari Yang Maha Kuasa. Karena Allah swt. telah berfirman dalam surah al-Anfal ayat 27;

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

Artinya; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.

Oleh karena itu, untuk dapat merasakan hidup bahagia, maka ada sejumlah sifat yang harus dihindari dan salah satunya yaitu berkhianat. Sebab kebahagiaan yang diraih tak semata di dunia, tetapi juga kebahagiaan saat di alam kubur, hingga di akhirat kelak. Dan salah satu sifat yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat adalah sifat amanah, bukan sifat khianat.

Kisah di atas memberikan pesan yang harus dipegang oleh setiap manusia, khususnya bagi seorang muslim, yaitu jangan sekali-kali berkhianat. Apalagi sampai berkhianat kepada agama hanya untuk mencari kebahagiaan dunia.