Samnun bin Hamzah merupakan sufi yang lahir di Bashrah, Irak. Beliau merupakan salah seorang Waliyullah yang hidup pada abad ke-3 H, satu masa dengan Junaid al-Baghdadi. Sebagaimana dijelaskan oleh Abu Nu’aim al-Asfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, bahwasanya di antara orang-orang yang menjadi kekasih Allah SWT adalah Samnun bin Hamzah al-Khawwash. Orang asli Bashrah yang kemudian tinggal di Baghdad. Dia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar.
Beliau kemudian menyebut dirinya dengan nama Samnun al-Kadzdzab. Konon, nama ini beliau gunakan karena senandung beliau kepada Tuhannya sebagaimana berikut;
فليس لي في سواك حظ # فكيفما شئت فامتحني
Tidak ada bagian dari diriku selain Engkau – Maka dengan apapun yang Engkau kehendaki ujilah aku.
Dalam sebuah syair yang diungkapkan oleh Samnun bin Hamzah tersebut, beliau ingin diuji oleh Allah SWT. Setelah bersenandung syair tersebut, ternyata Samnun tidak bisa kencing dalam beberapa hari. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdul Mun’im dari Abu Bakar al-Wasithi, bahwasanya Samnun bersenandung, “Wahai Tuhanku. Aku ridha dengan seluruh apa yang telah Engkau tetapkan untukku.” Kemudian, tiba-tiba Samnun tidak bisa kencing selama empat belas hari.
Akibat tidak bisa kencing tersebut, Samnun kemudian berguling-guling sebagaimana sebuah ular yang berguling-guling di atas pasir. Menggulingkan dirinya ke kanan, ke kiri. Karena merasa kesakitan.
Singkat cerita ujian tersebut berakhir, dan Samnun akhirnya bisa buang air kecil lagi. Beliau berkata, “Wahai Tuhanku. Aku bertobat kepada-Mu. Aku rela dengan panjangnya hambatan dari-Mu, karena hal itu adalah kehendakmu. Maka berilah ujian dengan kekurangan yang dijalani dengan kesabaran berdasarkan cinta. Dan biarkanlah aku bergantung kepada harapan-Mu.”
Selepas itu, ia sering bersenandung tentang cobaan yang pernah menimpanya. Salah satunya adalah sebagaimana berikut:
“Aku menebus-Mu, namun sedikit sekali orang yang menebus-Mu. Apakah ada kerusakan dalam kehinaan bagi orang-orang yang merindu? Aku merindukan-Mu! Seandainya batu besar menanggung kerinduan ini, niscaya meleleh lah ia, menanggung panasnya api rindu. Cinta-Mu telah menjalar di seluruh anggota tubuhku. Kalimatku ini mengalir begitu saja dari jiwa dan hatiku. Tidaklah aku menghembuskan nafas, kecuali Engkau bersama setiap tarikan nafasku dan di setiap luka di hatiku yang makin menganga.”
Ketika ada orang-orang yang menghampirinya, beliau juga bersenandung untuk mereka dan dirinya sendiri. Lewat syair-syairnya, Samnun menasehati dirinya dan orang-orang sebagaimana berikut:
“Aku menjauhkan diriku dari dunia dan kenikmatannya – sehingga engkau dan hati adalah satu kesatuan yang tidak akan pernah terpisah.”
“Bola mata ini tidak dapat tertutup karena kantuk – kecuali aku mendapatimu di antara pelupuk dan bola mata.”
Terkadang beliau juga bertingkah nyeleneh. Suatu ketika, Samnun bin Hamzah pernah memasukkan kepalanya ke dalam hiasan untanya dengan menggunakan kerah yang terbuat dari kulit. Sesaat setelah itu, beliau mengeluarkan kepalanya kemudian menarik nafas dan bersenandung, “Engkau membiarkan hati ini terluka – dan engkau mengusir tidurku membiarkanku tetap terjaga.”
Ia juga pernah bersenandung, “Siang hari aku merindukan cinta dan malam hari hawa nafsu memanggilku. Lalu aku menjawabnya. Hari-hari kami akan sirna, sementara kerinduan semakin membara. Seakan masa kerinduan tidak akan pernah berakhir.”
Bagi Samnun, segalanya bisa berubah atas nama cinta. Apalah arti ujian jika datang dari yang kita cintai. Atas nama cintanya kepada Sang Tuhan, beliau rela diuji bahkan minta untuk diuji. Salah satunya adalah diuji dengan tidak bisa kencing 14 hari.
Kisah Samnun adalah sebuah pelajaran tentang pendakian cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Karena tidak ada sebuah kemewahan dan kebahagiaan dunia yang bisa ditukar dengan cinta kepada Sang Pencipta. Di atas segala cinta kepada makhluk ciptaan-Nya, pada akhirnya kepada-Nya pula cinta ini akan bermuara, cinta sejati kepada yang Maha Kuasa.
Bagi para sufi, cinta adalah salah satu bentuk kesadaran teologis yang bisa melahirkan sebuah hal yang positif. Bahkan bisa menjadi motivasi untuk membebaskan diri dari keburukan dan kehinaan. Sehingga tidak nampak jarak yang membatasi antara para pecinta dan yang dicintai. Oleh karena itulah, Islam adalah agama cinta. Atas nama cinta, kita akan dengan sukarela menerima ujian dari Allah bahkan bisa menjadi motivasi untuk selalu mendekat dengan-Nya.
Sebab, cinta akan senantiasa memaafkan. Sedangkan kebencian akan selalu mempersoalkan, sekalipun terhadap hal baik. Oleh karena itu, tanamkanlah cinta di dalam diri kita.