Selain Sayyidina Ali ra., ada lagi sahabat yang hendak dijadikan menantu oleh Nabi. Ia adalah Tamim al-Dari, menurut satu riwayat ia muallaf yang kerap berkeliling menjual lampu di Madinah.
Secara lengkap, namanya adalah Tamim bin Aush al-Dari. Dinisbatkan kepada kakeknya yang bernama al-Dari bin Hani’, menurut riwayat lain al-Dari maksudnya adalah nama sebuah tempat yang disebut Darayni. Ia disapa dengan Abu Ruqayyah, atau Pak Ruqayyah karena ia memiliki putri bernama Ruqayyah, anak satu-satunya.
Sebenarnya ia banyak dikenal dengan cerita mengenai Jasasah dan Dajjal. Ia bercerita hal itu pada Nabi Muhammad SAW. Kemudian disampaikan oleh Nabi kepada para sahabat. Memang benar, bahwa ketika masih Nasrani ia melihat sendiri bagaimana Dajjal dirantai.
Ia bercerita Dajjal dan Jasasah pada nabi saat ia telah masuk Islam pada tahun kesembilan Hijriah.
Mengenai klaim bahwa ia juga menantu idaman Nabi, diambil dari cerita saat ia menerangi masjid Nabawi dengan lampunya. Saat itu ia berjalan lewat masjid Nabawi menjajakan lampunya. Melihat masjid Nabawi begitu gelap, langsung saja ia terangi masjid itu dengan lampu-lampu yang ia miliki. Ia menaruh lampu di setiap tiang masjid, kemudian ia hidupkan dengan pemantik api. Begitu seterusnya ia lakukan di setiap tiang, hingga masjid itu terang.
Menurut riwayat lain, ia tidak sedang berkeliling menjual lampion-lampion, melainkan ia hanya datang ke Madinah membawa lampion beserta minyak dan talinya, kemudian ia gantungkan di tiang masjid Nabawi dan menghidupkannya. Ketika itu nabi bersabda padanya, sekaligus berkeinginan untuk menjadikannya menantu;
نورت مسجدنا نور الله عليك في الدنيا والآخرة، اما والله لو كان لي ابنة لأنكحتكها
“Sebagaimana engkau telah menerangi masjid kami, begitu juga Allah menerangimu di dunia dan akhirat. Juga demi Allah, seandainya aku punya anak perempuan, akan aku jodohkan engkau padanya”
Rupanya Tamim al-Aush memiliki posisi khusus di hati Nabi, entah gegara semata-mata menerangi masjid Nabawi, ataukah lantaran keikhlasannya melakukan hal itu. Yang pasti hal ini memberikan pengertian bahwa Tamim adalah orang baik.
Sudah barang tentu maksudnya adalah selain Fatimah Ra., namun nyatanya nabi tidak punya anak perempuan lagi yang hendak beliau jodohkan pada Tamim bin Aush al-Dari. Melihat hal ini, sahabat lainnya bergegas matur kepada Nabi Muhammad SAW.
يا رسول الله أنا أزوجه ابنتي
“Nabi, biar aku saja yang menikahkan dia dengan anakku”
Begitu akhirnya, hingga Tamim bin Aush al-Dari memang benar-benar dinikahkan dengan anak perempuan dari Sahabat itu.
Memang sudah selayaknya ia mendapat kehormatan berupa tawaran untuk menjadi menantu dari Nabi Muhammad SAW. Di lain sisinya sebagai penjual lampu, Tamim al-Dari masuk hitungan para sahabat yang utama, dan ahli ibadah. Kalau Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an setiap malam di bulan Ramadhan, maka Tamim bin Aush al-Dari mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu rakaat shalat.
Ketaatannya pada risalah Islam juga didukung oleh masa lalu yang ia lalui sebagai seorang Nasrani. Ia berhasil mengonfirmasi pengajaran Nasrani dengan risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Dari berbagai rujukan, tidak ada yang menceritakan bagaimana rupa Tamim sendiri. Ia terkenal dengan cerita seperti di atas, bukan seperti sahabat yang bernama Dihyah. Rupa tampannya sering ditiru Jibril ketika hendak menyampaikan risalah pada Nabi.
Entah mirip siapa Tamim, ia pernah mendapat kehormatan ditawari untuk menjadi menantu nabi, persis setelah melakukan kebaikan. Hal ini memberi pengertian bahwa penilaian fisik berada di bawah penilaian kebaikan dan ketulusan. Wallahu a’lam.