Suatu ketika, usai melaksanakan Shalat Jumat, Rasulullah SAW berdiri dan menghadapakan wajah agungnya kepada para sahabat untuk ceramah, menyampaikan syiar-syiar agama. Lalu datang kafilah dagang dipimpin Dihyah Ibnu Khalifah berhenti tepat di depan masjid.
Kafilah dagang itu membunyikan sesuatu dengan nyaring sebagai pemberitahuan kepada penduduk Madinah bahwa beragam barang mewah sudah siap dijual. Mungkin kafilah dagang ini memang sangat ditunggu kedatangannya oleh penduduk Madinah. Sehingga para sahabat yang tengah mendengarkan ceramah Rasulullah menjadi gelisah, ingin segera keluar keluar masjid guna berburu barang jajakan Dihyah Ibnu Khalifah.
Di antara jamaah yang mendengarkan ceramah Rasul bingung antara terus duduk mendengarkan dan meninggalkan ceramah. Mungkin selain stok barang yang dijajakan terbatas, mereka juga tidak ingin barang tersebut dibeli orang lain. Apalagi, kafilah dagang ini tidak menentu datangnya. Sehingga, berhamburanlah para sahabat meninggalkan Rasulullah SAW yang sedang berceramah.
Bisa jadi, mereka berpikir bahwa masih bisa mendengarkan ceramah Rasul pada Jumat depan atau mungkin mereka menganggap bahwa Rasulullah akan memaklumi perbuatan mereka yang telah menukar kepentingan agama dengan keperluan perniagaan.
Peristiwa inilah yang menjadi sebab turunnya (asbabun nuzul) QS. al-Jumu’ah ayat 11 yang berbunyi, “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berceramah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki.” (QS. Al Jumu’ah: 11).
Ayat ini kemudian diperjelas oleh hadis: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan ceramah dengan berdiri pada hari Jum’at, tiba-tiba datanglah suatu Kafilah dagang dari negeri Syam; maka jama’ah pun berlarian menjemput Kafilah itu, hingga yang tinggal di Masjid hanya dua belas orang lagi. Maka diturunkanlah ayat ini (yakni pada surat Al Jumu’ah): “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berceramah).” (HR. Muslim)
Sayyidina Umar yang memilih tetap duduk dan mendengarkan ceramah Rasulullah ingin menghajar orang-orang yang pergi meninggalkan ceramah.
Wajar saja jika Umar bersikap demikian, sebab Sayyidina Umar terkenal dengan keberingasannya. Mungkin Umar berfikir bahwa orang-orang yang meninggalkan ceramah adalah salah satu bentuk tindakan yang melecehkan Rasulullah.
Sayyidina Abu Bakar yang terkena lebih luwes tak enak hati dan prihatin. Dia malu kepada Rasulullah karena ulah sahabat yang meninggalkan ceramah hanya karena urusan kepentingan dunia. Umar sebenarnya ingin menghalangi mereka agar tetap tak beranjak kelur. Namun, Umar khawatir jika ia dianggap ingin ikut pergi memburu jajahan Dihyah Ibni Khalifah itu.
Abu Bakar merasa betapa tercabiknya perasaan Rasulullah karena ulah sahabat-sahabat yang meninggalkan ceramahnya.
Adakah Rasulullah bermuka masam dengan peristiwa ini? Tidak. Sungguh tidak. Dengan segala kearifan dan kebijaksanaannya, Rasulullah mengasihi mereka, dipandangnya mereka yang pergi meninggalkan ceramah dengan penuh kasih sayang.
Kepada yang masih duduk mendengarkan ceramah, Rasulullah dengan halusnya menitipkan pesan agar disampikan kepada mereka yang keluar, “Katakanlah, apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan.”
Beginilah indahnya sikap Rasulullah SAW.
Wallahu A’lam.