Dalam Shahih al-Bukhari dikisahkan, pada masa Rasul ada seorang laki-laki bernama Abdullah. Dia dijuluki dengan Himar. Abdullah seseorang pemabuk dan pernah dicambuk Rasulullah akibat perbuatannya. Meskipun Abdullah pemabuk, tetapi dia sering membuat Rasulullah tersenyum.
Suatu kali, Abdullah dibawa para sahabat menghadap Rasulullah untuk dihukum karena ketahuan mabuk atau minum khamar. Para sahabat pun geram melihat tingkah laku Abdullah yang tidak pernah jera dihukum. Saking kesalnya, ada sahabat yang mengatakan, “Laknatlah dia karena sudah terlalu sering dihukum”.
Mendengar kata laknat tersebut, Rasulullah malah mengatakan, “Jangan kalian laknat dia, demi Allah, aku tahu bahwa laki-laki ini mencintai Allah dan Rasul-Nya”. Dalam riwayat Ahmad, “Janganlah kalian mengatakan demikian. Jangan kalian membantu setan menjerumuskannya. Katakanlah kepada dia, ‘Semoga Allah merahmatimu’”.
Kisah ini menunjukan bahwa Rasulullah melarang melaknat manusia, meskipun pelaku maksiat. Kalau menemukan orang bermaksiat, tegur dengan cara baik dan doakan agar Allah memberikan kebaikan kepadanya. Jangan sampai teguran itu malah membuat mereka tersinggung dan semakin menjauh dari Islam.
Dalam kasus di atas, Rasulullah mengatakan kepada para sahabat, laki-laki pemabuk itu mencintai Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah ingin mengajarkan kepada kita semua untuk memanusiakan siapapun. Meskipun pelaku maksiat, kalau dia dipuji dan harga dirinya diangkat, lambat laun hatinya juga akan berubah.
Apa yang dilakukan Rasul ini perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita, terutama ketika melihat orang yang sering berbuat maksiat. Jangan sampai kita malah melabeli dan memberi stigma negatif kepada orang yang berbuat maksiat. Karena stigma itu bisa membuat dia semakin menjauh.
Yang perlu dilakukan adalah tetap berbuat baik kepadanya, perlakukan dia seperti manusia pada umumnya, dan pujilah kebaikannya. Karena bagaimanapun, tidak ada yang tahu masa depan manusia dan bagaimana nasib manusia di masa akan datang.