“Dan ketika Isa datang membawa keterangan, dia berkata, “Sungguh aku datang kepadamu dengan membawa hikmah, dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu perselisihkan; maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Sungguh, Allah, Dia Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Ini adalah jalan yang lurus.” (Az-Zukhruf [43]: 63-64).
Syahdan, sang bunda Isa al-Masih didatangi oleh utusan Tuhan bernama Jibril sesaat setelah mengasingkan diri ke suatu tempat di timur—Baitul Maqdis. Jibril datang dengan rupa manusia sempurna dengan membawa kabar dari langit bahwa ia (Maryam) akan mengandung seorang anak. Seketika sang bunda sulit percaya bahwa dirinya akan mengandung sedangkan di satu sisi dia masih perawan dan belum pernah disentuh oleh lelaki.
“Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!” tegas Maryam kepada Jibril.
“Tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhanmu,” kata Jibril kepada Maryam. Dengan kuasa-Nya semua dapat dilakukan. “Hal itu mudah bagi-Ku,” kata Tuhan dalam QS. Maryam [19]:21. Tinggal berkata “Jadilah!”, maka sesuatu itu pun terjadi.
Mengetahui dirinya mengandung, Maryam kemudian mengasingkan diri ke tempat yang jauh. Tak ada yang menyangka, tunangan Yusuf ini mengandung tanpa pernah melakukan hubungan suami istri dengan siapa pun, termasuk dengan tunangannya.
Keadaan sakit yang dialami seorang Maryam ketika merasakan kandungannya memaksanya untuk bersandar pada pangkal pohon kurma. Di tengah rasa sakitnya Maryam bergumam, “Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.”
“Wahai Maryam! Sesungguhnya Aku memilihmu, menyucikanmu, dan melebihkanmu di atas segala perempuan di seluruh alam,” ungkap Tuhan dalam ayat yang lain, Ali-Imron [3]:42.
Bahwa Maryam sebagai perempuan pilihan dan menjadi satu-satunya perempuan yang banyak dibahas dalam tradisi kitab-kitab suci agama Ibrahim bukan hal yang main-main dan tanpa perhitungan dari Sang Pengendali Semesta.
Oleh sebab itu, penghargaan terhadap bunda Isa (Maryam) menjadi hal yang wajib diimani oleh umat Muslim sebagai salah satu pewaris agama Ibrahim. Tidak jauh dari umat Muslim, tradisi Katholik kemudian melahirkan istilah “Mariologi”; yang membahas tentang bunda Maria atau bunda Yesus/Isa atau dalam istilah Gereja Katholik Roma disebut “Sang Perawan Suci”.
Di tengah kepedihan dan rasa sakit yang dialami Maryam tatkala mengandung, Jibril pun datang memberi petunjuk serta penghiburan kepada Maryam, “Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal kurma itu arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah engkau”.
Jika engkau (Maryam) melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini,” perintah Jibril berikutnya. Maryam pun taat dan patuh dengan perintah sang utusan Tuhan.
Singkat cerita, setelah melahirkan Isa kemudian Maryam menggendong Isa ke kaumnya. Kisah kelahiran Isa, (yang lahir lebih enam ratus tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad). Perumpamaan kelahiran Isa yang tanpa Bapak, hampir mirip dengan kisah Nabi Adam yang diciptakan bahkan tanpa Bapak dan Ibu. Dari dua kisah penciptaan ini, Tuhan mencoba memberikan penegasan bahwa Dia bisa melakukan apapun yang di luar nalar manusia yang terbatas.
Sesampainya di kaumnya, sontak kaumnya menuduh dan menudingnya telah berbuat yang macam-macam.
“Wahai Maryam! Sungguh, engkau telah membawa sesuatu yang sangat munkar,” tegur kaumnya
“Ayahmu bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina,” lanjut mereka menghakimi.
Karena telah diperintahkan Jibril untuk bernazar tidak berbicara dengan siapa pun hari itu. Tanpa sepatah kata pun, Maryam kemudian hanya menunjuk ke arah Isa.
“Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” balas kaumnya tak percaya.
Tak dinyana, bayi Isa yang masih dalam buaian berkata kepada kaumnya ibunya, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah,” kata Isa. “Dia memberiku kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup,” ungkapnya.
“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Serta kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali,” tegasnya.
Seketika tidak ada lagi protes dan bentakan yang diterima oleh ibunda Isa atas apa yang telah menimpa dirinya. Dalam ayat lain, Tuhan memberikan penegasan bahwa Isa adalah benar dari sisi-Nya; yang diciptakan dari kalimat-Nya (Ali-Imron [3]:45), diperkuat dengan Ruhul Qudus (Al-Baqarah [2]:87) dan diberi gelar al Masih, dijanjikan terkemuka di dunia dan di akhirat dan dekat kepada Tuhan (Ali-Imron [3]:45). Itulah Isa putra Maryam, (yang mengatakan) perkataan yang benar, yang mereka ragukan kebenarannya.
Enam ratus tahun berikutnya, utusan Tuhan yang bernama Muhammad bin Abdullah dalam salah satu pengantar suratnya kepada Kaisar Negus di Ethiopia menulis; “Saya mengaku bahwa Yesus, anak Maryam, Roh Allah dan Kalam-Nya yang disampaikan-Nya kepada anak dara Maryam, yang baik dan yang suci itu”.
Wallahu A’lam
*Penulis adalah Fasilitator di Young Interfaith Peacemaker Community Indonesia