Dalam dunia ilmu nahwu (gramatikal Arab), nama Imam Sibawaih tentu tidak asing lagi di telinga para pecinta dan pengkaji bahasa Arab. Beliau merupakan ulama nahwu yang beraliran Bashrah, salah satu kota tumbuh suburnya ilmu bahasa Arab. Imam Sibawaih sendiri memilliki nama lengkap berupa Abu Bisyr Amr bin Utsman bin Qanbar. Kemudian beliau dijuluki dengan nama Sibawaih yang artinya wangi buah apel.
Ulama nahwu yang memiliki karangan berupa Al-Kitab ini mempunyai pengalaman di dalam kesalahan membaca kalimat bahasa Arab yang selanjutnya mengantarkan beliau menjadi ulama nahu yang sangat masyhur dan menjadi kiblat ilmu nahu oleh para ulama setelahnya.
Pada suatu hari Imam Sibawaih sedang belajar dengan gurunya Imam Hammad bin Salmah. Kala itu beliau sedang mempelajari hadis dari gurunya. Dalam proses pembelajaran, Imam Hammad mendiktekan sebuah hadis yang berbunyi;
ما من أحد من أصحابي إلا من لو شئت لأخذت عنه علما ليس أبا الدرداء
Merasa ada yang salah dari ucapan gurunya, Imam Sibawaih mengoreksi kalimat ليس أبا الدرداء, bagi Imam Sibawaih, kata yang benar adalah ليس أبو الدرداء beliau beranggapan bahwa kata “أبو” merupakan isim dari kata “ليس” yang mempunyai fungsi “Merafakan isim dan menashabkan khabar”.
Mendengar sanggahan dari Imam Sibawaih, seketika Imam Hammad berujar:
لحنت يا سيبويه
“Kamu telah salah baca wahai Sibawaih.”
“Sesungguhnya kata ليس dalam kalimat di atas bukanlah عامل نواسخ (amil nawasikh), tetapi ia merupakan استثناء (istitsna),” lanjut Imam Hammad.
Mendengar jawaban dari gurunya, Imam Sibawaih lantas berujar:
لا جرم لأطلبنّ علما لا تلحنني فيه أبدا
“Sungguh aku akan mempelajari ilmu yang aku tidak akan pernah salah baca di dalamnya untuk selamanya.”
Setelah kejadian tersebut, Imam Sibawaih lantas mempelajari ilmu nahwu kepada gurunya Imam Khalil bin Ahmad hingga beliau menjadi ulama nahwu yang masyhur kelak.
Selain itu diceritakan juga bahwa suatu hari Imam Hammad mendiktekan sebuah hadis yang berbunyi;
“صعد رسول الله صلى الله عليه وسلم الصفا…”
Merasa ada yang janggal dari bacaan gurunya, Imam Sibawaih mencoba membenarkan ucapan gurunya berupa kata الصفا. Menurut Imam Sibawaih, kata yang benar adalah الصفاء.
Mendengar koreksian dari Imam Sibawaih, Imam Hammad mengoreksinya kembali, seraya berkata;
يا فارسي لا تقل الصفاء؛ لأن الصفا مقصور
“Wahai orang Persia, janganlah kamu mengatakan kata الصفاء, karena kata الصفا itu maqsur (Isim mu’rab yang menggunakan alif).”
Mendengar jawaban gurunya, maka Imam Sibawaih membalas:
لا أكتب شيئا حتى أحكم العربية
“Aku tidak akan menulis satu huruf pun sampai aku menguasai bahasa Arab.”
Itulah dua cerita kesalahbacaan Imam Sibawaih yang menjadi salah satu alasan mengapa Imam Sibawaih giat mempelajari ilmu nahwu, sehingga selanjutnya beliau menjadi ulama nahu yang banyak diikuti oleh generasi ulama setelahnya.