Kisah Ibnu Sammak Menasihati Khalifah Harun Al-Rasyid Sampai Menangis Tersedu

Kisah Ibnu Sammak Menasihati Khalifah Harun Al-Rasyid Sampai Menangis Tersedu

Kisah Ibnu Sammak Menasihati Khalifah Harun Al-Rasyid Sampai Menangis Tersedu

Muhammad bin Amr bin Khalid pernah bercerita suatu ketika ayahnya pernah menceritakan kisah Ibnu Sammak dan Khalifah Harun al-Rasyid, sebagaimana terdapat dalam Uyun al-Hikayat min Qashash ash-Shalihin wa Nawadir az-Zahidin karya Ibnu al-Jauzi.

Suatu hari di akhir bulan Sya’ban, Khalifah Harun al-Rasyid mengutus seseorang untuk memanggil Muhammad bin as-Sammak atau Ibnu Sammak. Singkat cerita, Muhammad bin as-Sammak datang memenuhi undangan Khalifah. Dan dalam sebuah majlis pertemuan, terjadilah dialog;

Tahukah engkau kenapa khalifah Harun al-Rasyid mengundangmu untuk datang?” Tanya Yahya bin Khalid kepada Ibnu Sammak.

Tidak tahu.” Jawab Ibnu Sammak.

Karena Ibnu Sammak tidak tahu apa tujuan dirinya diundang oleh Khalifah Harun al-Rasyid, Yahya bin Khalid pun menjelaskan bahwa tujuan Khalifah mengundang dirinya karena khalifah ingin mendengar doa-doanya, yang bagus dan sering diucapkan untuk orang-orang khusus dan untuk masyarakat umum.

Setelah mendengar penjelasan tersebut, Ibnu Sammak lalu berkata, “Apa yang Amirul Mukminin dengar tentang diri saya, maka itu semata-mata berkat kemurahan Allah yang masih berkenan menutupi kelemahan dan kejelekan saya. Seandainya bukan karena Allah yang masih berkenan menutupi kelemahan, dan kejelekanku. Niscaya tidak akan ada pujian sama sekali buatku, dan niscaya engkau tidak akan sudi bertemu dengan saya dengan hati senang dan suka. Hal itu pulalah yang menjadikan saya masih bisa duduk di hadapanmu, wahai Amirul Mukminin. Demi Allah, sungguh saya tidak pernah melihat wajah seelok wajahmu, wahai Amirul Mukminin. Untuk itu, jangan sampai engkau membuat wajah engkau itu terbakar api neraka.

Mendengar perkataan yang keluar dari mulut Ibnu Sammak, Khalifah Harun al-Rasyid menangis tersedu-sedu. Beliau pun kemudian minta untuk diambilkan air minum. Belum sempat meminum airnya, Ibnu Sammak tiba-tiba berkata kepada Harun al-Rasyid, “Izinkan saya mengatakan suatu hal kepadamu.

Ibnu Sammak kemudian lanjut berkata, “Wahai Amirul Mukminin, seandainya engkau tidak bisa mendapatkan segelas air tersebut melainkan harus dengan dunia seisinya. Apakah engkau akan menebus segelas air itu dengan dunia seisinya supaya engkau bisa mendapatkannya?

Ya saya akan lakukan itu.” Jawab Harun al-Rasyid.

Mendengar jawaban tersebut, Ibnu Sammak mempersilahkan Harun al-Rasyid minum sambil mendoakan, “Semoga Allah memberi keberkahan untukmu.

Setelah Harun al-Rasyid selesai minum, Ibnu Sammak kembali berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, seandainya engkau tidak bisa mengeluarkan air yang telah engkau minum tadi dari tubuhmu melainkan harus dengan dunia seisinya. Apakah engkau akan membayarnya dengan dunia seisinya, supaya engkau bisa mengeluarkannya dari tubuhmu?

Ya, saya akan melakukan hal itu.” Jawab Harun al-Rasyid

Mendengar jawaban Harun al-Rasyid, Ibnu Sammak kembali bertanya kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, lantas apa yang bisa dilakukan terhadap seteguk air yang ternyata lebih baik dan lebih berharga darinya?

Mendengar hal tersebut, Harun al-Rasyid pun menangis tersedu-sedu. Karena melihat sang khalifah yang menangis tersedu-sedu, Yahya bin Khalid pun berkata kepada Ibnu Sammak, “Engkau telah menyakiti Amirul Mukminin!

Dan engkau wahai Yahya, jangan sampai engkau terbuai dan terperdaya oleh kesenangan dan kemakmuran hidup.” Jawab Ibnu Sammak kepada Yahya.

Kisah di atas menunjukkan jangan terlalu terperdaya dengan kesenangan dan kemakmuran hidup. Karena orang yang terpedaya dengan kehidupan dunia, bagaikan orang yang minum air laut. Semakin diminum semakin haus, dan ingin minum lebih banyak lagi. Begitulah orang-orang yang terperdaya dengan dengan kemakmuran dunia, bersedia melakukan apa saja demi meraih keinginan yang diinginkannya.

Begitu juga jangan bangga dengan pujian orang lain kepada kita, karena orang lain yang sedang melihat atau menganggap diri kita ini baik. Itu semua karena Allah SWT sedang menutupi aib atau keburukan-keburukan kita. Oleh karena itu, jangan terbiasa membuka aib orang lain. Karena sejatinya, diri kita ini juga penuh dengan aib. Hanya saja sedang ditutupi berkat rahmat Allah SWT. [rf]