Berita palsu atau Hoaks sudah ada sejak zaman Rasulullah. Dua Imam besar di bidang hadis yang kedua kitabnya secara validitas dan akurasi berada di bawah Al-Qur’an, yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim mengabadikan dalam kedua kitab beliau tentang berita bohong dan penyebarannya diantara para Sahabat, berita bohong itu namanya adalah Hadisul Ifki. Zaman Now disebut dengan Hoaks.
Yaitu peristiwa yang dialami oleh Sayidah Aisyah, istri Rasulullah Ummul Mukminin. Dengan tuduhan telah berbuat ‘serong’.
Sayidah Aisyah memulai dengan kronologi yang panjang. Kata beliau bahwa ketika perjalanan pulang dari peperangan Bani Mushtaliq, seperti biasanya Sayidah Aisyah diangkut di atas tumpangan unta yang ada tutupnya (Haudaj).
Ketika berhenti di suatu tempat, Sayidah Aisyah turun karena gelangnya terputus, beliau pun mencarinya. Sahabat yang lain mengira beliau ada di tandu unta tadi. Rombongan Rasulullah pun berangkat menuju Madinah dan Sayidah Aisyah tertinggal.
Sayidah Aisyah berdiri di tempat beliau tertinggal, mengharap rombongan tadi kembali menyusulnya. Namun dari arah belakang ada Sahabat Shafwan bin Muathal As-Sulami, yang memiliki kebiasaan berjalan di belakang pasukan Rasulullah untuk menyisir hal-hal yang tertinggal. Kali ini Shafwan menemukan Sayidah Aisyah tertinggal dari rombongan.
Karena saat itu belum turun ayat tentang hijab maka ia mengenali Sayidah Aisyah. Ia pun menyuruh Sayidah Aisyah naik ke untanya dan ia yang menuntun sampai Madinah. Sayidah Aisyah berkata:
ﻭاﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﻳﻜﻠﻤﻨﻲ ﻛﻠﻤﺔ ﻭﻻ ﺳﻤﻌﺖ ﻣﻨﻪ ﻛﻠﻤﺔ ﻏﻴﺮ اﺳﺘﺮﺟﺎﻋﻪ
“Demi Allah, Shafwan tidak mengeluarkan sepatah katapun kepadaku dan tidak kudengar apa-apa darinya selain ajakan untuk pulang ke Madinah.” (HR Muslim)
Begitu tiba di Madinah langsung heboh, kabar tersiar kemana-mana. Penyebar pertama berita bohong adalah pemimpin kaum munafik Abdullah bin Ubay bin Salul. Suasana di Madinah tidak seperti biasanya. Sayidah Aisyah sampai sakit dan minta kepada Nabi agar sementara pulang berkumpul dengan ayahnya, Sayidina Abu Bakar. Wahyu dari Allah pun tak kunjung turun selama sebulan.
Setelah wahyu turun Allah menyatakan bahwa Aisyah suci dan tidak berbuat apa-apa dengan Shafwan. Allah mengawali wahyu tentang kebohongan berita dengan dengan firman-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga…” (An-Nūr: 11)
Di akhir ayat ini Allah memberi ancaman kepada penyebar berita bohong:
ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“… Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.”
Tidak cukup sampai disana, Allah menegaskan kembali ancaman Azab bagi orang yang senang menyebarkan berita bohong:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَة فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (An-Nūr: 19)
Jika Al-Quran memberikan vonis berat pada pelaku dan orang yang senang menyebarkan berita bohong (Hoaks), masihkah kita menjadi bagian dari mereka?