Menurut cerita dari Muhammad bin Abd al-Malik bin Marwan bahwa dulu di zaman Rasulullah pernah terjadi gempa di Madinah. Kemudian Rasulullah meletakkan tangannya ke atas tanah sembari berkata, “Tenanglah, belum saatnya engkau datang.”
Setelah itu beliau menghadap ke arah sahabat-sahabatnya dan bersabda, “Allah sedang menegur kalian. Jawablah teguran-Nya (Buat Allah ridha pada kalian). Kisah ini didokumentasikan Ibnu Abi al-Dunya dalam kitabnya, al-Uqubat dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf.
Al-Shalihi al-Dimasyqi dan Ibnu al-Atsir al-Jazari berkomentar bahwa yang dimaksud “Allah menegur kalian, maka jawablah teguran-Nya” adalah bahwa Allah sedang memberi peringatan keapda kalian dan Dia ingin agar kalian meminta maaf atas segala bentuk kesalahan dan dosa yang kalian perbuat. Maka Allah pun mengirim gempa, agar kalian ingat dan kembali kepada-Nya.
Gempa tersebut terjadi pada 5 Hijriyah. Demikian penjelasan al-Shalihi al-Dimasyqi dalam Subul al-Hadyi wa al-Rasyad dan Ibnu al-Atsir al-Jazari dalam Asad al-Ghabah
Sementara itu dalam kitab al-Majalis al-Saniyyah karya Ahmad bin Syaikh Hijazi menyebutkan bahwa pernah juga terjadi gempa bumi besar di Madinah pada masa Umar bin al-Khattab, sampai-sampai gunung hampir runtuh mengenai tanah.
Segera Umar memukulkan ambing yang dibawanya ke tanah seraya berkata, “Tenanglah. Saya orang yang adil. Jika saya tidak bisa berbuat adil, maka celakalah Umar.” Tak lama kemudian, bumi menjadi tenang dan tidak pernah ada lagi gemba bumi setelah itu.
Sedikit berbeda dengan penjelasan dari Ahmad bin Syaikh Hijazi, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf mengutip riwayat bahwa ketika terjadi gempa bumi di Madinah, Umar segera menyampaikan khutbah di hadapan orang banyak untuk mengingatkan rakyatnya akan kebesaran Allah SWT dan segera untuk kembali mengingat kebesaran dan kuasa-Nya.
Di halaman kitabnya yang lain, Ahmad bin Syaikh Hijazi juga mengisahkan bahwa di Madinah juga pernah ditimba musibah musiman (tahunan) berupa api yang menyambar-nyambar. Para penduduk melaporkan kejadian itu kepada Umar. Umar lalu menyuruh pembantunya membawa serempang miliknya dan berpesan jika api itu datang, ia disuruh memantulkan serempang itu ke mukanya dan mengatakan, “Wahai api, ini adalah serempang Umar,” maka api itu akan kembali ke tempat asalnya.
Ketika api itu datang, orang-orang berteriak, lalu sang pembantu membawa serempang Umar keluar menuju luar Madinah dan memantulkan ke mukanya sebagaimana perintah Umar. Pembantu itu menuruti perintah majikannya, lalu berkata, “Wahai api, kembalilah. Ini adalah serempang Umar bin al-Khatthab.” Api itu benar-benar kembali dan tidak pernah muncul lagi.
Cerita tentang beberapa musibah ini memang terkesan agak aneh. Siapapun bisa meragukan kisah-kisah ini. Namun yang paling penting, inti dari kisah-kisah ini adalah kita selalu mengingat kebesaran Allah SWT atas tanda-tanda-Nya. Saat terjadi musibah, tak perlu mengait-ngaitkan dengan kesalahan orang. Introspeksi saja diri kita, siapa tau Allah SWT sebenarnya ingin menegur kita, bukan orang lain.
Wallahu A’lam.