Alkisah dalam kitab Siyar al-Nubala dan beberapa kitab Hadis bahwa ada seorang anak kecil tunanetra yang lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Syawal tahun 194 H. Anak kecil ini memiliki orang tua yang sangat alim. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil. Hingga pengasuhan sepenuhnya dipegang oleh ibundanya seorang diri. Sang ibu berusaha dengan sekuat tenaga membesarkannya demi cita-cita dan harapan sang ayah terwujud.
Suatu hari ibunda anak kecil buta ini merenung teringat almarhum suaminya. Sembari membereskan rumah sang ibu bergumam “wahai suamiku, engkau adalah seorang yang ahli takwa dan ahli Hadis, engkau adalah seorang yang faqih, namun engkau pergi dulu dengan meninggalkan banyak harapan kepada anak kita, bagaimana aku bisa mewujudkan impianmu supaya anak kita kelak menjadi ahli ilmu sedangkan anak kita buta?”
Ibunda anak kecil buta ini adalah wanita salihah yang sangat rajin beribadah. Ia tidak pernah meninggalkan salat untuk mendoakan kesembuhan anaknya. Setiap salat ibunda anak kecil buta ini berdoa dengan sungguh-sungguh sampai menangis “Ya Allah, sembuhkanlah penglihatan anakku, kembalikanlah penglihatannya”. Karena menurut riwayat tidak diketahui sebab anak kecil tersebut menjadi buta. Hingga pada suatu hari, Ibunda anak kecil buta ini bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim. Dalam mimpi tersebut, Nabi Ibrahim berkata kepada sang ibu “Inilah saatnya, Allah SWT telah menghendaki untuk menyembuhkan penglihatan anakmu karena kesungguhan doamu kepada Allah SWT”.
Sang ibu mengeluskan tangannya di kepala sang anak sembari lirih berdoa untuk kesembuhan anaknya. Hingga sang anak terbangun. Anak kecil buta tersebut terkejut saat bangun ia dapat melihat ibunya. Kemudian sang anak berteriak gembira “wahai ibu, wahai ibu, lihatlah..aku bisa melihat kecantikanmu ibu, aku sekarang bisa melihat”. Betapa bahagia sang ibu, saat itu, Ibunda anak kecil tadi menyadari tentang mimpinya waktu itu bahwa ia bertemu dengan Nabi Ibrahim. Sang ibu bergumam mungkin inilah tanda impian suaminya akan terwujud.
“Anakku, ayahmu adalah seorang yang sangat pintar, ia juga ahli Hadis, kami berharap engkau mau menapaki jejak ayahmu, ibu akan mengirimkanmu belajar di kota ini, engkau akan menghapal al-Qur’an, mempelajari tafsir dan menghapal Hadis, supaya engkau nantinya menjadi seorang alim yang bermanfaat untuk umat”. Ujar sang ibu kepada anaknya yang sudah pulih dari butanya. Kemudian, sampai pada usia 10 tahun, anak kecil ibunda telah menghapal al-Qur’an dan menghapal 1000 Hadis Rasulullah SAW. Berkat kesungguhan asuhan dari ibunda dan doa seorang ibu yang tak pernah lengah untuk anaknya.
Pada tahun 210 H, saat sang anak menginjak remaja usia 16 tahun, ibundanya mengajak pergi haji beserta kakaknya bernama Ahmad. Setelah menunaikan ibadah haji, ibunda dan sang kakak pulang sedangkan si anak kecil yang sudah berusia 16 tahun itu diminta sang ibu untuk tetap di Mekah dan belajar di sana. Perjalanan menuntut ilmu di luar kota kelahiranya dimulai. Di Mekah itulah, ciri seorang ulama dalam dirinya semakin terlihat. Sang anak yang tadinya buta dan sembuh berkat doa seorang ibu, ia dapat menulis karya pertama yang berjudul “Qadhaya al-Shabah wa al-Tabi’in”. Kemudian, ia pergi ke Madinah, di dekat Makam Nabi SAW, ia menulis karya hebat yang diberi judul “al Tarikh al Kabir”, dan di usia ke 16 ini juga ia hapal isi kitab imam Mubarak dan Imam Waki’.
Waktu berlalu, anak kecil yang dulunya buta telah bertambah usia dan bertambah pula ilmunya. Sampailah pada pengakuan beberapa ulama tentang kecerdasannya. Hingga menorehkan karya besar yang berjudul “al-Jami’ al-Sahih” atau “Sahih al-Bukhari” yang merupakan kitab rujukan hukum islam kedua setelah al-Qur’an dan beliau selesaikan kurang lebih selama 16 tahun. Ulama yang pada masa kecilnya buta itu adalah ulama yang lahir di negeri Bukhara bernama Muhammad bin Ismail yang akrab kita kenal dengan nama Imam Bukhari. Berkat ibunda yang mengasuhnya tanpa lelah, ketaatannya kepada Allah SWT dan kesungguhan doanya setiap salat dapat menghantarkan putranya tersebut menjadi ulama besar dan bermanfaat bagi umat.