Khutbah Idul Adha: Menggali Hikmah dari Keluarga Nabi Ibrahim
Khutbah Idul Adha pertama
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَعَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.
الْحَمدُ للهِ رَبِّ العَالَمِين، الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَات، وَبِعَفْوِهِ تُغْفَر الذُّنُوبُ وَالسَّيِّئاَت، وَبِكَرَمِهِ تُقْبَلُ العَطَايَا والقُرَبَات، وَبِلُطْفِهِ تُستَر العُيُوبُ وَالزَّلاَّت، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَمَاتَ وَأَحْيَا، وَمَنَعَ وَأَعْطَى، وَأَرْشَدَ وَهَدَى، وَأَضْحَكَ وَأَبْكَى؛ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَه. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ بِاَجَلِّ الصَّلَوَاتِ وَاَجْمَعِهَا وَاَزْكَى التَّحِيَّاتِ وَاَوْسَعِهَا وَعلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَنِ اهْتَدَى
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاس إتَّقُوا اللهَ جَلَّ وَعَلَى. وَقَالَ اللهُ تَعاَلى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْمًا. وَاسْمَعُوا نِدَاءَ رَبِّكُمْ لَكُمْ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وقَال تَعالَى:﴿ وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا
Hadirin hadakumullah
Bulan Dzulhijjah adalah sarana kita belajar. Belajar dari kisah-kisah dan sejarahnya. Sejarah bulan Dzulhijjah tidak bisa dilepaskan dari keluarga Nabi Ibrahim AS. Perjalanan hidup keluarganya menciptakan ibadah yang sangat penting dalam ritual umat Islam, khususnya pada bulan Dzulhijjah, yaitu haji, Idul Adha dan kurban.
Ada tiga orang dalam keluarga Ibrahim yang berperan dalam sejarah bulan Dzulhijjah. Pertama, sang ayah, yaitu Ibrahim Alaihis Salam. Kedua, sang ibu, Hajar Alaihas Salam, dan ketiga, adalah sang anak, Nabi Ismail Alaihis Salam.
Hadirin hadakumullah
Pada hari yang penuh berkah ini, marilah kita belajar dari ketiga manusia mulia ini. Banyak sekali hikmah dan ibrah yang bisa kita ambil dari ketiganya.
Pertama, Nabi Ibrahim Alaihis Salam. Darinya kita bisa belajar menjadi manusia yang sabar. Ketika harus menjalankan tugasnya sebagai seorang nabi, ia harus meninggalkan keluarganya. Allah SWT memerintahkannya untuk berpindah dan merantau ke negeri yang jauh dari tempat tinggal asalnya. Di tengah perantuannya tersebut, ia berharap memiliki putra, dengan harapan sang putra dapat membantunya mengemban amanah sebagai seorang nabi. Ia pun terus bersabar dan berdoa:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya, “Ya Tuhan, berikanlah aku keturunan yang saleh”
Doa itu terus diulang-ulang, hingga Allah SWT pun mengabulkannya. Jawaban atas doa Ibrahim itu tertuang dalam surat as-Shaffat ayat 101.
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ
Yang artinya, “Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).”
Kesabaran Ibrahim berbuah manis. Ia diganjar dengan karunia Tuhan yang sangat berharga, yaitu putra pertama laki-laki bernama Ismail. Anak laki-laki yang juga memiliki kesabaran sebagaimana sang ayah.
Hadirin Rahimakumullah
Dari Nabi Ibrahim juga kita bisa belajar arti tanggung jawab yang sebenarnya. Tanggung jawab bukan hanya sebagai kepala keluarga, melainkan juga bertanggung jawab menjadi seorang Nabi dan hamba yang wajib patuh kepada perintah Tuhannya.
Dalam situasi yang penuh bahagia, Ibrahim tiba-tiba mendapatkan cobaan. Ia bermimpi bahwa Allah SWT memintanya untuk menyembelih sang putra terkasih. Namun ia masih harus memastikan kebenaran itu, hingga ia bermimpi sekali lagi dan turunlah sebuah ayat bahwa mimpinya benar-benar haq.
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ ١٠٥
Artinya, “Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Ibrahim sebagai seorang ayah jelas tidak sanggup memenuhi perintah itu. Namun, sebagai seorang nabi dan seorang hamba, ia harus bertanggung jawab dan melaksanakan perintah yang sangat memberatkannya itu.
Dalam as-Shaffat ayat 106 disebutkan bagaimana campur aduknya perasaan Ibrahim saat menerima perintah itu.
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ ١٠٦
Artinya, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.”
Bagi Ibrahim, perintah Allah SWT tetaplah perintah, dan ia harus mematuhinya. Apalagi ia menyandang predikat sebagai seorang nabi dan rasul. Akhirnya, ia melaksanakannya, dan lagi-lagi, tanggung jawabnya berbuah manis. Allah SWT menggantinya dengan binatang kurban yang besar.
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ ١٠٧
Artinya,
Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar.650)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamdu
Maasyiral Muslimin Hafidzakumullah
Dari Hajar, istri Nabi Ibrahim, sekaligus ibu nabi Ismail Alaihis Salam juga kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah yang sangat bermanfaat.
Pertama, hikmah tauhid. Ketika Hajar ditinggalkan Ibrahim di padang tandus, ia tidak memiliki apapun. Jangankan harta, makanan pun tak ada. Namun sebagai manusia, ia tidak menyerah, selain bertawakkal kepada Allah SWT, ia juga mengiringinya dengan berikhtiyar. Ia berlari kecil dari bukit Shafa ke Marwah. Sayangnya, ia tak mendapatkan apa-apa.
Namun, Hajar bukanlah perempuan biasa. Ia tidak menyerah dan masih terus berdoa, kemantapan tauhidnya membuatnya terus berserah diri kepada Allah. Baginya tidak ada daya upaya kecuali dari Allah SWT, laa haula wa la quwwata illa billah.
Hingga akhirnya, jejakan kaki sang putra menjadi hasil dari doa dan usahanya. Mengucurlah air zamzam dari tapakan kaki Ismail kecil. Kepasrahan dan ketauhidan Hajar berbuah manis. Betapa beruntungnya para manusia, khususnya para perempuan yang mengikuti dan belajar dari ketauhidan Hajar.
Sebelum meninggalkan Hajar, Nabi Ibrahim berdoa,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya,
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan salat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.
Hadirin rahimakumullah
Hikmah kedua yang bisa kita ambil dari Hajar adalah hikmah ekologi. Kita tahu bahwa saat itu Hajar dan Ismail berada di padang tandus yang tidak memiliki sumber air dan tumbuhan apapun. Meskipun akhirnya Allah SWT memberikan rahmatnya dengan air zamzam.
Dari padang tandus tersebut kita bisa mengambil hikmah bahwa tumbuhan dan air yang kita miliki saat ini adalah hal yang sangat berharga. Sudah seyogyanya kita menjaganya. Kita bukan Nabi Ibrahim dan Hajar yang dimuliakan Allah. Kita juga bukan seorang nabi yang bisa dengan mudah meminta Allah mengeluakan air di padang tandus. Tugas kita adalah menjaga segala kekayaan alam kita agar tetap bisa bermanfaat bagi anak cucu kita di masa depan. Jangan buang-buang air dan berusahalah untuk hemat air.
Rasul SAW bahkan mengancam orang yang boros air, meskipun saat wudhu.
أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ مرَّ بسعدٍ وَهوَ يتوضَّأُ ، فقالَ : ما هذا السَّرَفُ ؟ قالَ : أفي الوضوءِ إسرافٌ ؟ قالَ : نعَم وإن كنت على نَهْرٍ جارٍ
Sesungguhnya Nabi SAW menemui Saad ketika berwudhu, Rasul pun bertanya, ““Siapa yang boros air ini, wahai Sa’ad?” Saad balik bertanya, “Apakah dalam wudhu juga ada perilaku boros, wahai Nabi?” Rasul pun menjawab, “Benar, janganlah boros air dalam wudhu, meskipun kalian berada di pinggir sungai.” (H.R Ahmad, Ibn Majjah, dan al-Bayhaqi)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamdu
Maasyiral Muslimin Hafidzakumullah
Hikmah selanjutnya bisa kita ambil dari Ismail. Dari Ismail kita belajar menjadi anak yang saleh. Salah satu karakter anak saleh adalah berbakti kepada orang tua, sebagaimana Ismail yang sangat berbakti kepadanya, bahkan kepada Tuhan-Nya, yaitu Allah SWT. Dalam surat al-Shaffat ayat 102 disebutkan:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ
Artinya,
Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”
Kisah tersebut menjadi bukti bahwa ciri anak yang saleh adalah sabar dan berbakti kepada orang tuanya. Para ulama membatasi perihal bakti kepada orang tua ini, yaitu hanya khusus jika perintah orang tua tidak bertentangan dengan perintah dan larangan Allah SWT. Selama perintah orang tua tersebut masih tidak bertentangan dengan perintah dan larangan Allah SWT, kita sebagai anak tetap perlu untuk menaatinya. Begitulah ciri-ciri putra-putri yang saleh lagi salehah.
Banyak kisah yang menyebutkan keuntungan-keuntungan yang akan didapatkan jika berbakti kepada orang tua, dan kerugian yang akan diterima jika menentang dan durhaka kepada orang tua. Rasul bahkan mengingatkan kepada kita semua untuk berbakti kepada orang tua dan memperingatkan kita untuk tidak durhaka kepada orang tua. Bahkan Rasul memasukkan durhaka kepada orang tua sebagai dosa besar. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim.
الكَبائِرِ ثَلاثًا الإشْراكُ بِاللَّهِ وعُقُوقُ الوالِدَيْنِ وشَهادَةُ الزُّورِ
Artinya, “Dosa besar ada tiga, syirik kepada Allah SWT, durhaka kepada orang tua, dan kesaksian palsu.” (H.R Muslim)
Hadirin Hafidzakumullah
Marilah kita belajar lagi dari hikmah dan kisah keluarga Nabi Ibrahim di atas. Selain menjadi pembelajaran penting kepada kita untuk senantiasa takwa kepada Allah SWT, insyaAllah kita juga akan menjadi hamba yang dicintai-Nya.
Maasyiral Muslimin Hafidzakumullah
Semoga khutbah Idul Adha yang singkat ini bermanfaat bagi segenap jamaah semuanya, khususnya bagi al-faqir.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah Idul Adha II
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ
اَلْحَمْدُ لِلّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَر، وَأَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه، إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَر، وَاَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلإِنْسِ وَالْبَشَرِ.اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَر.أَمَّا بَعْدُ:فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ، وَذَرُو الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ وَمَا بَطَن
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِه، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْــمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِه، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: ((إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ، يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا))
أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَات، بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّات،
اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَن، وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن، عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بَلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ الله، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمِ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَر
Baca juga teks khutbah Idul Adha yang lain di sini.