KH. Masdar F. Mas’udi: Keberanian Karena Kedalaman Ilmu

KH. Masdar F. Mas’udi: Keberanian Karena Kedalaman Ilmu

KH. Masdar F. Mas’udi: Keberanian Karena Kedalaman Ilmu

Kyai Masdar dijadwalkan akan memberikan kesaksian dalam sidang Pak Ahok hari ini. Bagi yang mengenal kyai Masdar secara dekat, tindakan ini bukan hal yang mengherankan. Kyai Masdar lahir di Purwokerto, pernah nyantri di Krapyak dan Tegal Rejo serta IAIN Yogyakarta. Konon beliau seangkatan dengan Kyai Said Aqil Siradj ketika nyantri dengan kyai Ali Ma’sum di Krapyak. Kapasitas kekyaiannya tidak perlu diragukan lagi dilihat dari segi karya, kedudukan di NU, dan juga di lembaga-lembaga lain. Kini beliau adalah Rais Syuriah NU –salah satu Rois Senior—dan wakil ketua Dewan Masjid Indonesia.

Secara pribadi saya memiliki kedekatan dengan beliau karena saya adalah alumni IAIN Jakarta yang menjadi santri beliau di P3M sejak beliau menjadi Direktur P3M tahun 1994. Saya gabung di P3M sejak tahun 1995/96 dan bekerjasa sebelum berangkat s2 ke Belanda tahun 2000. Karenanya saya mengenal sangat dekat kesahajaan, keserdahanaan dan kadar intelektualitasnya.

****

Kyai Masdar adalah salah seorang kyai yang memiliki kecerdasan membaca sumber-sumber Islam dikawinkan dengan isu-isu kontemporer. Dia bisa dikatakan sebagai tokoh penting dalam dunia intelektual jagad NU setelah Gus Dur. Pada saat NU masih bergulat pada masalah-masalah politik, kyai Masdar membuat kajian rutin di PBNU, membahas turast dan aneka isu-isu kemoderenan. Keintelektualannya tidak hanya diakui di kalangan NU namun juga di luar NU. Almarhum Cak Nur secara khusus memberikan respek pada kyai Masdar atas kealiman dan kedalaman refletif dan analisisnya dalam memaparkan ide-ide pembaharuan Islam.

Kyai Masdar adalah salah satu aktor penting di dalam kembalinya NU ke Khittah 1926. Bersama-sama dengan kyai dokter Fahmy Saefuddin Zuhri, Kyai Slamet Effendi, Said Budayri, Danial Tanjung, Mahbub Junaidi, Gus Dur, kyai Tolchah Hassan dlsb, merumuskan khittah NU, mengembalikan NU pada garis perjuangan 1926. Bersama-sama kyai Slamet, dokter Fahmy, dan Said Budairi, kyai Masdar adalah “engine” pemikir mudanya saat itu. Berkas kerja keras para tokoh ini, NU kembali menjadi jamʿiyyah. Almarhum Slamet Effendi pernah bercerita kira-kira 4 bulan sebelum wafat saat saya ada keperluan wawancara dengan beliau soal bagaimana dia dan Masdar naik bajaj kemana-mana untuk konsolidasi Khittah ini.

****
Namun meskipun Masdar menjadi tokoh penting, dalam kepemimpinan Gus Dur, Masdar memilih berperan di luar lembaga formal NU dengan menggawangi Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Lembaga ini dulu diirikan oleh tokoh-tokoh penting NU seperti Kyai Yusuf Hasyim, Kyai Sahal Mahfudz, Adi Sasono, Dawam Rahardjo, Johan Effendi dan masih banyak lagi. Peran P3M ini luar biasa untuk kemajuan pesantren. Masdar merupakan direktur ketiga di P3M, setelah mas Nasihin Hassan dan mas Mochtar Abbas. Namun keberadaan Masdar di P3M sejak lembaga ini didirikan, jika tidak salah.

Masdar adalah tokoh penting di balik pengkaderan dan pencerahan ulama-ulama muda di pesantren. Dia mempelopori pertemuan-pertemuan di kalangan kyai dan santri senior dengan para ilmuan dan tokoh-tokoh gerakan dan pemerintah dalam seri pelatihan P3M. Forum yang sangat terkenal digagas kyai Masdar adalah Halaqah soal fiqih siyasah dan isu-isu kepesantrenan. Kancahnya yang penuh terobosan dan tidak terbiasa, membuatnya menjadi tokoh kedua paling dinanti oleh para kyai NU setelah Gus Dur. Hampir seluruh tokoh muda NU yang kini menjadi tokoh bisa dikatakan tidak mungkin tidak untuk tidak memiliki keterkaitan dengan kyai Masdar.

****
Ide-ide dia sangat di luar kotak pemikiran NU. Bukunya yang berjudul Agama Keadilan adalah satu-satunya buku yang paling mencerahkan dan mencerdaskan yang ditulis oleh kalangan intelektual Indonesia. Di buku ini, ide dia tentang zakat adalah pajak dan pajak adalah zakat bisa ditemukan. Meskipun saya mendalami juga pemikiran Islam, saya selalu terkesan dan terkesan membaca buku ini karena kehebatan kyai Masdar berargumentasi dengan pijakan dalil yang kokoh namun hasilnya sangat “di luar dugaan.” Kyai Masdar memiliki kelebihan menganalisis persoalan. Dulu orang menyebut dia agak Marxist karena ide zakat adalah pajak dan sebaliknya penguasaan alat produksi pada negara untuk kepentingan masyarakat banyak. Namun, agama keadilan menurut kyai Masdar adalah berpusat pada bagaimana sumber daya yang dikumpulkan oleh negara bisa dikontrol oleh rakyat dalam pemerataannya dan sumber daya tersebut bisa didapatkan dari zakat. Dengan menamakan zakat sebagai pajak maka kita memiliki hak untuk mengontrol karena pajak adalah uang rakyat. Amil (negara) dalam konteks ini adalah tangan panjang rakyat.

Dulu orang mencemooh ide bagaimana bisa menggantikan zakat sebagai pajak, dua itu berbeda. Namun dalam perkembangan ke belakang, sebagian ide Masdar mulai terserap, dimana bayaran zakat kita bisa diklaim sebagai pengurangan atas pajak kita. Yang perlu kita lakukan dalam konteks ini adalah mengawasi zakat yang sudah kita konversi menjadi pajak.

Sebelum banyak intelektual Muslim yang karenanya pemikirannya dikecam oleh kalangan fundamentalis, maka Masdar adalah salah satu sosok itu. Rangkingnya zaman itu bahkan persis di bawah almaghfurlah Kyai Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid. Beda Gus Dur yang darah biru, Masdar memiliki kerawanan ancaman yang lebih tinggi dibanding Gus Dur. Namun sepengetahuan saya, kyai Masdar tetap tegar. []