Menurut madzhab Syafi’i, zakat fitrah diwajibkan atas mereka yang pada saat siang dan malam hari raya (siang tgl 1 syawal dan malam tgl 2 syawwal), mempunyai kelebihan dari kebutuhan sandang, pangan dan papan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, serta mempunyai kelebihan harta dari tanggungan hutang, meskipun belum jatuh tempo (menurut imam Ibnu Hajar).
Oleh karenanya, sangat dimungkinkan fakir miskin yang berhak menerima zakat karena tergolong mustahiq, pada sisi lain juga wajib menunaikan zakat fitrah di sebabkan pada malam tgl 1 syawal (malam idul fitri) memiliki harta yang melebihi untuk kebutuhan sandang pangan dan papan untuk siang dan malam hari raya (siang tgl 1 syawal dan malam tgl 2 syawwal) saja.
Disamping zakat fitrah wajib ditunaikan atas dirinya, juga wajib ditunaikan atas orang-orang yang wajib dinafkahi.
Yang dimaksud dengan orang yang wajib dinafkahi adalah:
1) Anak yang belum baligh dan tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada siang dan malam hari raya.
2) Anak yang sudah baligh dan tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada siang dan malam hari raya dan secara fisik tidak mampu bekerja yang layak, seperti lumpuh, idiot.
3) Orang tua, kakek, nenek dan seterusnya, yang tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada siang dan malam hari raya.
4) Istri yang sah.
5) Istri yang sudah ditalak roj’i . Yakni istri yang pernah dikumpuli dan tertalak satu atau dua yang masih dalam masa ‘iddah.
6) Istri yang ditalak tiga (ba’in) dan dalam keadaan hamil mengandung anak suami.
Apabila mengeluarkan zakat fitrah untuk orang yang sebenarnya tidak menjadi tanggungannya, maka harus seizin yang bersangkutan. Oleh karenanya, jika orang tua mengeluarkan zakat untuk anaknya yang sudah baligh dan secara fisik mampu untuk bekerja, maka harus seizin yang bersangkutan, atau dengan cara diberikan kepadanya makanan pokok seukuran kadar zakat fitrah untuk kemudian dipergunakan sebagai zakat fitrahnya. Apabila istri mengeluarkan zakat untuk anak yang menjadi tanggungan suami diambilkan dari harta suami dengan tanpa seizin suami, maka hukumnya tidak sah. []
K.H Muhibbul Aman Aly dari Ponpes Besuk Pasuruan