Hikmah Zakat Menurut Prof. Quraish Shihab: Jangan Sampai Orang Miskin Datang Meminta-minta

Hikmah Zakat Menurut Prof. Quraish Shihab: Jangan Sampai Orang Miskin Datang Meminta-minta

Hikmah Zakat Menurut Prof. Quraish Shihab: Jangan Sampai Orang Miskin Datang Meminta-minta

Bicara tentang hikmah dan manfaat zakat, adalah seputar distribusi dan penyebaran kepemilikan harta. Sebagai Muslim kita meyakini, bahwa segala bentuk harta yang kita miliki, merupakan rezeki dari Allah Swt yang Dia titipkan kepada kita. di antara yang Dia titipkan, terdapat hak atau bagian bagi mereka yang miskin atau butuh. Disebut dalam QS Az-Zariyat, bahwa pada harta benda yang kita miliki ada hak bagi orang yang miskin dan butuh (Dalam terjemahan diartikan sebagai orang miskin yang meminta, dan yang tidak meminta). Disebutkan dalam QS Az-Zariyat ayat 19:

 

وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ

Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.

 

Zakat merupakan perintah yang wajib dalam rukun Islam. Ia berfungsi “sekadar” sebagai cara mengembalikan harta hak fakir miskin dan orang lain yang membutuhkan, yang ada di tangannya.

Adapun salah satu hikmah berzakat adalah, supaya seorang Muslim mampu untuk menumbuhkan kesadaran mensyukuri nikmat Allah yang berupa harta. Dan ekspresi rasa syukur itu terletak pada sedekah.

Dengan demikian, zakat kita tidak akan meninggalkan bekas apapun dalam diri, jika tidak dilanjutkan dengan kebiasaan bersedekah. Zakat merupakan kewajiban yang harus segera digugurkan. Sehingga memang wajib dan wajar dilakukan oleh seorang Muslim, dengan hitungan dan jumlah yang pasti sesuai kepemilikan harta. Lain halnya sedekah, ia disunnahkan dan tidak ditentukan hitungannya. Sehingga semakin besar sedekah kita, semakin besar pula rasa syukur kita kepada Allah.

Prof. Quraish Shihab menjelaskan dalam buku beliau “Islam Yang Saya Anut; dasar-dasar Ajaran Islam”, bahwa dalam al-Quran, redaksi perintah zakat sering menggunakan kata “aatu az-zakat”. Kata aatu ini merupakan akar dari beragam kata dengan ragam makna, antara lain: istiqamah, cepat, segera dan bergegas melakukan sesuatu, mengantar, dan memudahkan jalan. Dari sini, ragam kata redaksi perintah zakat tersebut memiliki hikmah tersendiri dalam pelaksanaan zakat.

Pertama, istiqamah. Yang dimaksud dengan istiqamah di sini adalah sikap jujur dan konsisten. Apa maksudnya? Dalam pelaksanaan zakat, menuntut untuk ditunaikan dengan sikap yang jujur dan konsisten. Hal ini untuk menghindari kecurangan dan hitungan yang sembarangan dari jumlah penghitungan harta yang wajib dizakati. Sikap jujur ini juga diperlukan supaya dalam memberikan zakat tidak menyebabkan hati si penerima zakat tersakiti. Dalam pembagian zakat, kita wajib menjaga air muka orang yang menerima.

Selanjutnya, kata aatu juga memiliki perkembangan kata bergegas. Dengan bergegas ini maksudnya berkaitan dengan pembayaran zakat yang terbatas pada tempo tertentu. Sehingga zakat tidak boleh ditunda-tunda, karena beresiko akan menyebabkan alpa, lupa dan sikap menggampangkan sehingga zakat urung dilaksanakan.

Yang terkahir, kata aatu memiliki arti memudahkan jalan, yakni dalam berzakat kita memudahkan jalan orang yang butuh. Dalam berzakat kita tidak menunggu kedatangan orang yang butuh, tapi wajib bagi kita meghampiri orang yang butuh. Mengantarkannya baik secara pribadi atau diwakilkan orang lain sampai harta zakat tersebut jatuh di tangan si penerima yang berhak. Ini juga memiliki tujuan secara sosiologis, yakni jangan sampai ada orang yang berhak menerima zakat di sekitar kita sampai datang meminta-minta karena kekurangan. Sehingga walaupun orang miskin, jangan sampai harkat dan martabat mereka terciderai karena datang mengemis-ngemis atau meminta-minta.

Di sini lah letak hikmah zakat dalam kemanusiaan; yakni demi mengangkat harkat dan martabat mereka yang membutuhkan.