Teuku Akbar Maulana (17 tahun), seorang remaja brilian yang hafal Al-Qur’an dan mahir berbahasa Arab, mendapat beasiswa dari pemerintah Turki untuk belajar agama di Imam Katip High School di Kayseri (setara dengan Madrasah Aliyah di Indonesia).
Pada penghujung tahun 2014, melalui laman Facebook, Akbar melihat foto Yazid, seorang teman satu asrama dari Indonesia, sedang berpose gagah dengan senapan AK 47 di tangannya. Yazid, adalah sosok asosial yang banyak menghabiskan waktu empat jam sehari di depan komputer untuk mengakses internet atau bermain game. Ia menghilang, lalu fotonya muncul di Facebook dengan latar bendera ISIS.
Akbar tergoda dengan foto itu dan berniat bergabung dengan IS. Ia juga tertarik dengan iming-iming fasilitas gaji, makanan, dan kesempatan berjihad keliling Timur Tengah, terutama di Suriah, pusat peradaban Islam masa lampau. Ia ingin sekali dilihat orang keren karena berjihad, mencari surga. Ia kemudian menjalin komunikasi dengan Yazid lewat Facebook.
Dalam pencarian di internet, Akbar menemukan sosok lain bernama Wildan Mukhallad, remaja cerdas seusianya yang lebih dulu berjihad dengan melakukan bom bunuh diri di Irak. Wildan menjadi inspirasi baginya untuk membulatkan tekad menegakkan daulah Islamiyah pimpinan Abu Bakr Al Baghdadi.
Penggalan kisah di atas adalah sebuah Film dokumenter berjudul Jihad Selfie yang di buat oleh Noor Huda, seorang peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian. Film ini mengangkat cerita tentang pola baru perekrutan pejuang ISIS dengan sasaran remaja belasan tahun melalui media sosial.
Berbeda dengan pola lama, di mana individu lebih dulu bergabung dengan kelompok kekerasan kemudian melakukan aksi terorisme, pola baru ini melibatkan peran internet dan media sosial.
“Ini merupakan tren baru. Mereka yang direkrut adalah remaja yang tidak punya hubungan sama sekali dengan kelompok jaringan teror yang sudah ada di Tanah Air,” kata Huda saat di wawancarai usai menggelar acara nonton bareng film Dokumenter Jihad Selfie di Jakarta selatan pada akhir Juli 2017 lalu.
“Remaja sekarang menghabiskan banyak waktu dengan aktivitas online dan menggunakan social media sebagai tempat pencarian identitas. Untuk eksis, mereka akan melakukan hal di luar batas rasional.”
ISIS sengaja memanfaatkan kecanduan remaja terhadap media sosial dan juga foto pribadi sebagai simbol eksistensi mereka di jagad maya. Mereka kemudian menciptakan image foto memegang senjata sebagai sesuatu yang keren dan layak ditiru. Dengan mudah, kelompok kekerasan ini akan menarik banyak pengikut.
*) Awan Kurniawan