Beberapa ujian pada awal dakwah Rasulullah secara terang-terangan tidaklah mudah. Respon orang-orang kafir yang membenci dakwah nabi sangat berlebihan. Disebutkan dalam beberapa sanad dari Musa bin ‘Uqbah dan dari Ibnu Ishaq, juga dari yang lainnya, bahwa orang-orang kafir Quraisy telah bersepakat untuk membunuh Rasulullah Saw. Kesepakatan dan keputusan ini disampaikan kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib. Tetapi Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib tidak mau menyerahkan Rasulullah Saw kepada mereka.
Mereka mencari jalan lain untuk menghadang dakwah nabi yakni dengan mengucilkan Rasulullah Saw dan kaum Muslimin yang mengikutinya, serta Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib yang melindunginya. Untuk tujuan ini, mereka telah menulis suatu perjanjian, bahwa mereka tidak akan mengawini dan berjual beli dengan mereka yang dikucilkan. Tidak akan menerima perdamaian dan tidak akan berbelas kasihan kepada mereka sampai Bani Muththalib menyerahkan Rasulullah Saw kepada mereka untuk dibunuh. Naskah perjanjian ini mereka gantungkan di dalam Ka’bah.
Pemboikotan yang dzalim ini menggambarkan puncak penderitaan dan penganiayaan yang dialami oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya selama tiga tahun. Dalam pemboikotan ini, anda lihat kaum musyrik dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib ikut serta mengalami penderitaan dan tidak rela membiarkan Rasulullah SAW dianiaya.
Perjanjian boikot oleh orang kafir ini berlangsung selama tiga tahun. Sejak bulan Muharram tahun ketujuh kenabian hingga tahun kesepuluh. Tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa pemboikotan tersebut berlangsung selama dua tahun saja.
Menurut riwayat Musa bin ‘Uqbah menunjukkan, bahwa pemboikotan terjadi sebelum Rasulullah SAW memerintahkan para sahabatnya berhijrah ke Habasyiah. Bahkan perintah untuk berhijrah ke Habasyiah dikeluarkan Rasulullah SAW pada saat berlangsungnya pemboikotan ini. Tetapi riwayat Ibnu Ishaq menyebutkan, bahwa penulisan perjanjian pemboikotan dilakukan setelah para sahabat Rasulullah SAW berhijrah ke Habasyiah dan sesudah Umar masuk Islam.
Bani hasyim, Bani Muththalib dan kaum Muslimin termasuk di dalamnya Rasulullah SAW dikepung dan dikucilkan di syi’ib (pemukiman) Bani Muththalib, (di Mekkah) terdapat beberapa syi’ib). Di pemukiman inilah kaum Muslimin dan kaum kafir dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib berkumpul. Kecuali Abu Lahab (Abdul Izzi bin Abdul Muththalib) karena dia telah bergabung dengan Quraisy dan menentang Nabi SAW dan para sahabatnya.
Pemboikotan ekonomi ini menambah penderitaan ummat Islam. Disebutkan dalam riwayat yang shohih bahwa pemboikotan ini mengakibatkan mereka kekurangan bahan makanan sampai terpaksa makan dedaunan. As-Suhail menceritakan: Tiap ada kafilah datang ke Mekkah dari luar daerah, para sahabat Nabi SAW yang berada di luar kepungan datang ke pasar untuk membeli bahan makanan bagi keluarganya. Akan tetapi tidak dapat membeli apapun juga karena dirintangi oleh Abu Lahab yang selalu berteriak menghasut agar para pedagang memasang harga tinggi hingga kaum muslim tidak mampu membelinya.
Bani Qushayyi mengecam pemboikotan dan pengepungan pada awal tahun ketiga pemboikotan. Mereka memutuskan bersama untuk membatalkan perjanjian. Dalam pada itu Allah telah mengirim anai-anai (rayap) untuk menghancurkan lembaran perjanjian tersebut, kecuali beberapa kalimat yang menyebutkan nama Allah.
Rasulullah SAW menceritakan tentang rayap ini kepada pamannya Abu Thalib, sehingga Abu Thalib bersama sejumlah orang dari kaumnya berangkat mendatangi kaum Quraisy dan meminta kepada mereka, seolah-olah ia telah menerima persyaratan yang pernah mereka ajukan. Akhirnya mereka mengambil naskah perjanjian dalam keadaan masih terlipat rapi. Kemudian Abu Thalib berkata,“Sesungguhnya putra saudaraku telah memberitahukan kepadaku, dan dia belum pernah berdusta kepadaku sama sekali. Bahwa Allah telah mengirim anai-anai kepada lembaran yang kamu tulis. Anai-anai itu telah memakan setiap teks perjanjian yang aniaya dan memutuskan hubungan kerabat. Jika perkataannya itu benar, maka sadarlah kamu dan cabutlah pemikiranmu yang buruk itu. Demi Allah, kami tidak akan menyerahkannya hingga orang terakhir dari kami mati. Jika apa yang dikatakannya itu tidak benar, kami serahkan anak kami kepadamu untuk kamu perlakukan sesuka hatimu” Mereka berkata ,“Kami setuju dengan apa yang kamu katakan”.
Kemudian mereka membuka naskah dan didapatinya sebagaimana yang diberitahukan oleh orang yang jujur lagi terpercaya ( Nabi SAW). Tetapi mereka menjawab,“Ini adalah sihir anak saudaramu“. Dan mereka pun semakin bertambah sesat dan memusuhi.
Setelah peristiwa ini lima orang tokoh Quraisy keluar membatalkan perjanjian dan mengakhiri pemboikotan. Mereka adalah Hisyam bin Umar bin al-Haritz, Zubair bin Umayah, Muth’am bin ‘Adi, Abu Al-Bukhturi bin Hisyam, dan Zam’ah bin al-Aswad.
Orang yang pertama kali bergerak membatalkan perjanjian secara terang-terangan adalah Zubair bin Umayah. Dia datang kepada orang-orang yang berkerumun di samping Ka’bah dan berkata kepada mereka,“Wahai penduduk Mekkah, apakah kita bersenang-senang makan dan minum, sedangkan orang-orang Bani Hasyim dan Bani Muththalib kita biarkan binasa, tidak bisa menjual dan membeli apa-apa? Demi Allah, aku tidak akan tinggal diam sebelum merobek-robek naskah yang zalim itu”.
Kemudian empat orang lainnya mengucapkan perkataan yang sama. Lalu Muth’am bin ‘Adi bangkit menuju naskah perjanjian dan merobek-robeknya. Setelah itu kelima orang tersebut bersama sejumlah orang datang kepada Bani Hasyim dan Bani Muththalib serta kaum Muslimin lalu memerintahkan agar mereka kembali ke tampat masing-masing sebagaimana biasa.
Kaum Muslimin, terutama Rasulullah SAW bersabar menghadapi penganiayaan tersebut karena mengikuti perintah Allah. Mengutamakan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia, dan karena rendahnya nilai dunia dalam pandangan mereka dibanding dengan ridha Allah.
Rasulullah SAW bersama para sahabatnya telah dikucilkan dalam suatu perkampungan yang terputus sama sekali. Segala bentuk kegiatan ekonomi dan sosial dengan mereka dihentikan, sampai mereka terpaksa harus makan dedaunan. Tetapi mereka tetap bersabar menghadapinya. Mereka tetap setia mendampingi Rasulullah SAW. Seperti inikah sikap yang akan ditunjukkan oleh orang-orang yang berjuang hanya mencari sesuap nasi?
Seandainya kaum Muslimin memeluk dan mengikuti Islam karena ingin memperoleh kenikmatan dunia, niscaya mereka tidak akan pernah berhasil sedikitpun memperoleh kebebasan dari boikot tersebut.
Disarikan dari Kitab Fiqh as-Sirah karya Dr. Said Ramadhan al-Buthi.