Memiliki istri lebih dari satu adalah salah satu budaya arab saat itu. Bahkan nabi muhammad saw pun memiliki istri lebih dari satu. Salah satu konsekuensi memiliki istri lebih dari satu adalah kecemburuan yang dialami oleh salah satu istri dengan istri yang lain, termasuk para ummul mukminin (istri-istri Rasulullah SAW).
Walaupun nabi ingin dan selalu berusaha keras untuk berlaku seadil-adilnya kepada para istrinya, namun tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada saja rasa cemburu yang melanda istrinya bahkan pada orang yang sudah tiada.
Dalam hadis Bukhari dikisahkan bahwa Aisyah pernah cemburu kepada Siti Khadijah karena nabi sering menyebut-nyebut namanya dan sering memuji-mujinya di hadapan Aisyah. Walaupun saat itu Khadijah telah meninggal dunia. Namun tetap saja Aisyah masih cemburu dengan Khadijah.
Dalam hadis Bukhari yang lain, suatu hari nabi pulang ke rumah istrinya yang lain, yaitu Zainab binti Jahsy. Namun nyatanya di rumah, Aisyah sedang mempersiapkan sesuatu dengan Hafsah. Mereka berdua bersepakat untuk bilang kepada nabi bahwa ia mencium sesuatu yang tidak enak setelah pulang dari rumah Zainab.
Setibanya nabi dari rumah Zainab.
“Nabi, aku mencium bau yang tidak sedap dari mulutmu? Apa yang engkau makan saat berada di sana?” Tanya Aisyah kepada nabi.
Nabi pun menjawab: “Wahai Aisyah, aku hanya minum madu. Mana mungkin madu itu menjadikan mulutku berbau?”
Setelah bertemu Aisyah, nabi pun bertemu dengan Hafsah. Tanpa disangka oleh nabi, Hafsah pun mengatakan hal yang sama seperti Aisyah. Mendengar perkataan Hafsah tersebut, nabi masih tetap berkata sama.
“Tidak, wahai Hafsah. Aku hanya minum madu.”
Dari perkataan dua orang istrinya tersebut, nabi pun merasa bahwa mulutnya memang benar-benar bau. Sehingga nabi pun bersumpah untuk tidak meminum madu tersebut. Sumpah tersebut tidak lain dan tidak bukan hanya untuk membahagiakan kedua istrinya yang tidak suka dengan bau madu. Dan turunlah Q.S. at-Tahrim: 1:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Wahai nabi, mengapa engkau mengharamkan sesuatu yang Allah halalkan kepadamu hanya karena ingin mengharap ridho pasanganmu. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Bahkan dalam kitab Durar al-Mantsur karya al-Suyuthi, disebutkan bahwa ada kisah lain yang menjadi sebab turunnya ayat di atas selain kisah madu. Yakni sebagaimana dikutip al-Suyuthi dari an-Nasai melalui riwayat Anas bahwa nabi memiliki seorang budak perempuan dan menyetubuinya. Kemudian hal tersebut diketahui oleh Aisyah dan Hafsah. Karena peristiwa tersebut, nabi akhirnya mengharamkan dirinya untuk menyetebui budak perempuannya. Padahal saat itu hal itu dihalalkan oleh Allah. Sehingga turunlah ayat di atas (Q.S. at-Tahrim:1).
Dari kisah kecemburuan istri-istri nabi ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa kecemburuan adalah sebuah keniscayaan bagi semua manusia. Tak terkecuali istri-istri Nabi Muhammad SAW. Namun, jangan sampai kecemburuan itu melah menjadi sebab datangnya murka Allah. Yakni, hanya karena kecemburuan seorang istri, suami harus melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Sehingga menjadi sebab datangnya murka Allah.