Suatu ketika, Maisarah bin Khunais berjalan ke suatu tempat dan melewati kuburan. Ia lantas mengucapkan kalimat salam kepada ahli kubur, “Assalamua’alaikum ya ahlal qubur”.
Ia melanjutkan dengan berkata, “Kalian telah mendahului kami dan kami pasti akan menyusul kalian. Semoga Allah menyayangi kita semua, mengampuni dosa-dosa kita, dan memberkati kita semua saat nanti kami sudah bersama kalian semua.”
Ketika itu, Allah SWT mengembalikan roh salah satu penghuni kubur itu, dan si ahli kubur kemudian berkata, “Sungguh bahagianya kalian bisa berhaji empat kali dalam sebulan.”
Karena penasaran, Maisarah bertanya, “Haji macam apa itu yang kami kerjakan empat kali sebulan?”
“Shalat Jum’at. Ia setara dengan ibadah haji mabrur,” jawab penghuni kubur.
Percakapan dalam kisah di atas penulis baca dari kitab Mawaizh Ushfuriyyah karya Muhammad bin Abu Bakar. Dari kisah di atas, kita menjadi paham betapa pentingnya shalat Jum’at. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 9)
Dalam tafsir al-Baghawi dijelaskan bahwa hukum shalat Jum’at ini adalah fardlu ‘ain dan berlaku bagi setiap lelaki yang berakal, baligh, merdeka, dan tidak memiliki uzur syar’i.
Tentang keutamaan shalat Jum’at, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, itu dapat menghapuskan dosa di antara keduanya selama tidak dilakukan dosa besar.” (HR. Muslim)
Selain karena wajib, hanya seminggu sekali, agaknya sangat sayang jika shalat Jum’at ini ditinggalkan demi melaksanakan pekerjaan lain, mengingat pahalanya yang sangat besar. Segala aktifitas hendaknya ditinggalkan manakala waktu shalat Jum’at telah tiba yang, oleh ayat di atas, disebut dengan “tinggalkanlah jual beli” (yang menurut sebagian ulama bisa mencangkup apa saja, tidak terbatas jual beli saja).
Alasan lain mengapa shalat Jum’at harus dikerjakan adalah karena shalat jum’at ada batasnya, sedangkan “jual beli” bebas bisa kapan saja (termasuk setelah shalat Jum’at). Dalam sebuah riwayat di Tafsir al-Mawardi dijelaskan bahwa selepas melaksanakan shalat Jum’at, Nabi berdiri di pintu masjid sembari berdoa:
“Ya Allah, Kami telah melaksanakan peritahMu dan kami telah melaksnakan shalat Jum’at. Kami telah ridla atas segala kehendakMu. Sekarang, kami akan bertebaran di muka bumi, sebagaimana yang Engkau perintahkan. Oleh karenanya, berilah rezeki kepada kami dari keutamaanMu. Engkau adalah sebaik-baiknya Zat Pemberi Rezeki”.
Ini memberikan arti bahwa hendaknya seorang muslim memprioritaskan shalat Jum’at daripada aktifitas lainnya. Toh, shalat Jum’at tidak lama dan setelah itu kita bisa bebas mengerjakan apa saja, termasuk melanjutkan jual beli yang sempat tertunda.
Walhasil, shalat Jum’at adalah kewajiban yang harus dikerjakan oleh mereka yang sudah memenuhi syarat. Segala kesibukan hendaknya ditinggalkan terlebih dahulu dan boleh dikerjakan nanti seselainya shalat Jum’at. Agama melaknat siapa saja yang meninggalkan shalat Jum’at tiga kali tanpa adanya uzur syar’i.
Nabi SAW bersabda: “Barang siapa yang meninggalkan tiga kali shalat jumat tanpa uzur maka ia ditulis sebagai orang munafik” (HR. Thabarani)