Kerajaan-kerajaan di Arab Sebelum Islam Datang

Kerajaan-kerajaan di Arab Sebelum Islam Datang

Ada beberapa kerajaan di Arab sebelum Islam datang. Berikut ulasannya.

Kerajaan-kerajaan di Arab Sebelum Islam Datang
Ilustrasi

Pemerintahan sebelum Islam di jazirah Arab terdapat dua macam. Yaitu pemerintahan yang dipimpin oleh raja pada suatu kerajaan dan pemerintahan yang dipimpin oleh kepala suku. Di antara pemerintahan yang berbentuk kerajaan adalah kerajaan Yaman, Hirah, dan Syam.

Kerajaan Yaman

Yaman adalah salah satu negeri Arab yang subur. Bangsa Arab di Yaman adalah bangsa yang mempunyai peradaban tinggi. Mereka bersifat menetap, tidak nomaden dan mendirikan kerajaan yang bertahan dalam waktu yang lama. Al-Mubarakfury dalam kitabnya al-Rahiq al-Makhtum membagi periode kerajaan Yaman kepada empat bagian.

Pertama, pada tahun 1300- 620 SM, terkenal dengan kerajaan Mu’iniyah. Raja- raja pada masa ini mendapat julukan ‘Mukrib Saba’’. Pusat pemerintahannya terletak di kota Sirwah. Pada masa inilah bendungan Ma’rib dibangun.

Kedua, periode tahun 620 SM- 115 M terkenal dengan kerajaan Saba’, pada masa ini mereka tidak lagi menggunakan istilah ‘Mukrib’ untuk pemimpinnya, namun mereka menjulukinya dengan ‘Raja’. Pusat pemerintahan Kerajaan Saba’ terletak di Kota Ma’rib.

Ketiga, periode tahun 115 M- 300 M terkenal dengan Kerajaan Himariyah I. Pusat pemerintahannya terletak di kota Raidan. Masa ini merupakan awal mula kemunduran kerajaan Saba’, mereka mengalami kerugian yang cukup besar dalam perdagangan.

Keempat, periode tahun 300 M sampai masuknya Islam di Yaman, dikenal dengan nama kerajaan Himariyah II. Pada masa ini terdapat berbagai kerusuhan dan kejadian-kejadian yang menimpa kaum Saba’ secara terus menerus. Terjadi kudeta dan peperangan antar keluarga yang membuka celah bagi orang luar hingga menumpaskan kemerdekaan mereka.

Setelah sekian lama kaum Saba’ dapat mengambil kembali kemerdekaannya, namun pada tahun 450 M terjadi banjir besar yang mengakibatkan jebolnya bendungan Ma’rib sehingga menghancurkan peradaban kerajaan Saba’ dan membuat mereka bercerai berai.

Kerajaan Hirah

Hirah adalah kerajaan kecil yang berada di bawah naungan Persia. Menurut Badri Yatim kerajaan Hirah dibentuk untuk melindungi kafilah-kafilah Persia dari gangguan suku-suku Arab yang memeras dan merampok.

Ketika Persia mengalami kekalahan, negerinya terpecah dan dipimpin oleh beberapa raja di masing- masing wilayah, saat itu bangsa Arab Qahthaniun berimigrasi ke Iraq. Di sisi lain bangsa arab Adnaniun juga sebagai pendatang baru yang memilih wilayah Eufrat sebagai tempat tinggal. Keduanya kemudian bertemu dan saling membaur.

Wilayah Hirah dipimpin oleh bangsa Arab Qahthaniun, yang menjadi raja pertama dari kalangan Qahthan adalah Malik ibn Fahm al-Tanuhi. Setelah ia meninggal, kepemimpinannya beralih ke putranya yang bernama Judzaimah ibn Malik.

Saat Judzaimah memimpin, bangsa Persia mulai bersatu di bawah pimpinan Ardasyir. Ardasyir meminta agar bangsa arab yang berada di sekitar wilayahnya untuk mengakui kekuasaannya. Hal ini menjadikan bangsa Arab dari suku Quda’ah berhijrah ke Syam. Selain itu Ardasyir juga bermaksud untuk menjadikan bangsa Arab yang mengakui kekuasaannya sebagai kekuatan penopang dalam menghadapi pasukan Romawi.

Sepeninggal Judzaimah, kerajaan Hirah dilanjutkan oleh ‘Amr bin Ady bin Nashr al-Lakhmy (268- 288 M). Dia adalah raja pertama dari kalangan Lakhmiyin. Sejak saat itu kerajaan Hirah secara terus menerus dikuasai oleh orang-orang dari Lakhmiyin sampai pada masa kaisar Qabadz bin Fairuz (448- 531 M).

Saat itu kaisar Persia mencabut kepemimpinan Mundzir ibn Ma’ al-Sama’ (512- 554 M) sebagai raja Hirah, ia menggantikan Mundzir kepada Harits bin ‘Amr. Hal ini disebabkan karena Mundzir tidak mengikuti ajaran sang kaisar. Namun ketika kaisar Persia dipimpin oleh Anusyirwan (531- 578 M), Mundzir kembali diangkat menjadi raja. kerajaan di arab

Setelah Mundzir wafat, kepemimpinan Hirah dilanjutkan oleh putranya, Nu’man ibn Mundzir (583- 605 M). Lagi-lagi Raja Hirah memancing kemarahan Kaisar yang mengakibatkan digantikannya kepemimpinan Nu’man kepada Iyas ibn Qabishah al-Ta’i.

Setelah Iyas, kepemimpinan Hirah jatuh ke tangan bangsa Persia yang ditunjuk langsung oleh kaisar, yaitu Zadbah ibn Mahbiyan. Ia memimpin Hirah selama 17 tahun, kemudian kekuasaan Hirah direbut kembali oleh bangsa Lakhmiyin, yaitu Mundzir ibn Nu’man. Putra Nu’man ini tidak lama menjadi raja, sebab delapan bulan kemudian tentara muslimin melakukan ekspansi ke wilayah tersebut di bawah komando Khalid ibn Walid.

Kerajaan Syam

Bangsa Arab Qudha’ah yang berhijrah ke Syam, mendapat kepercayaan dari Raja romawi sebagai pemimpin Syam. Mereka terdiri dari suku Sulaih ibn Hulwan yang di dalamnya juga terdapat Dlaj’am ibn Sulaih, yang terkenal dengan sebutan al-Dlaja’imah.

Sebagaimana Hirah, kerajaan di Syam juga dijadikan sebagai perlindungan kafilah Romawi dari bangsa arab pedalaman yang suka merampok. Mereka juga diperalat sebagai perisai untuk menghadapi bangsa Persia.

Bangsa Arab selama bertahun- tahun diangkat menjadi penguasa di Syam, salah satu yang terkenal adalah Ziyad bin Habulah. Periode kekuasaan mereka diperkirakan sejak awal abad ke-2 sampai akhir abad ke 2 M. Kekuasaan bangsa Arab berakhir sejak kedatangan keluarga Ghassan, mereka mampu mengalahkan al-Dlaja’imah sehingga Alu Ghassan diangkat sebagai raja di Syam. Mereka menjadi kaki tangan Romawi sampai terjadinya perang Yarmuk pada tahun 13 H, Adapun raja yang terakhir adalah Jabalah bin Ayham, ia masuk Islam pada masa Umar bin Khattab RA.

Demikianlah kerajaan- kerajaan yang ada di Jazirah arab. Bangsa arab yang berdekatan dengan Hirah tunduk kepada Raja Arab Hirah, dan bangsa Arab yang tinggal di pedalaman Syam tunduk terhadap Raja Ghasan. Sedangkan mereka yang berada di daerah pedalaman Jazirah Arab mendapatkan kebebasan mutlak.

Pemerintahan di Hijaz

Hijaz memiliki tiga kota utama, yaitu Tha’if, Mekah, dan Madinah. Sistem pemerintahan di Hijaz tidak seperti pemerintahan dalam bentuk kerajaan. Pemerintahan ini dipimpin oleh kepala suku. Kepala suku membawahi beberapa kabilah. Cara pemilihannya adalah dengan mengumpulkan semua kepala kabilah, lalu dipilih salah satu dari mereka untuk menjadi kepala suku.

Adapun standarisasi pemilihannya mengikuti tradisi yang telah ada, yaitu melihat yang paling terkemuka, senior, kaya dan memiliki banyak anggota. Terkadang pemilihan kepala suku berdasarkan sistem genetik.

Sejatinya semua bangsa Arab memiliki kepala suku, namun hal itu tidak dapat dikatakan sebagai sistem pemerintahan. Beda halnya dengan Hijaz, kepala suku Hijaz mendapat sorotan dari para sejarawan, karena mereka juga mengatur sistem peribadatan.

Suku pertama yang tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin Arab adalah suku Amaliqat, yaitu suku yang hidup pada masa sebelum Nabi Isma’il. Semasa hidupnya nabi Isma’il mengabdikan diri mengurus Mekah dan Ka’bah. kerajaan di arab

Setelah Nabi Isma’il wafat, kepemimpinan tersebut beralih ke suku mertuanya, yaitu suku Jurhum. Jurhum menguasai Mekah dan Ka’bah selama kurang lebih 20 abad. Kemudian kekuasaannya digantikan oleh suku Khuza’ah. Barulah setelah Khuza’ah, kekuasaan Mekah kembali ke tangan cucu nabi Isma’il, yaitu suku Quraisy.

Orang pertama yang memimpin bernama Qusay bin Kilab. Pada masa pemerintahannya banyak perubahan yang terjadi di Mekah, Qusay membentuk beberapa departemen untuk mengurus Ka’bah, yaitu Darun Nadwa, tempat bermusyawarah membahas persoalan penting, Liwa’, pemegang panji perang, Hijabah, pemegang kunci ka’bah, Siqayah, penyediaan air minum untuk orang berhaji, dan Rifadah, penyediaan makanan untuk orang yang berhaji.

Suku Quraisy memimpin Mekah dan mengurus Ka’bah secara turun menurun, sampai datangnya Islam saat itu yang menjadi pemimpin adalah Abbas bin Abdul Muttalib, paman nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW adalah keturunan ke-6 dari Qusay ibn Kilab. Wallahu’alam